Pemilihan Bahasa dalam Rapat Internal Partai Pemilihan Bahasa dalam Kampaye Politik pada Pemilu Tahun 2009

didominasi oleh suku Aceh. Akibatnya, pengurus parlok tetap menggunakan bahasa Aceh dalam menciptakan kohesi sosial dalam komunikasi politiknya. Padahal, kondisi Aceh pasca-MoU Helsinki memperlihatkan karakteristik Kota Langsa yang berpenduduk heterogen dan Kabupaten Bireuen yang berpenduduk homogen. Ditinjau secara geografis, karakteristik penduduk Aceh tidak dapat digeneralisasikan sebagai homogen atau heterogen saja, melainkan berdimensi homogen pada masyarakat pedesaan dan heterogen pada masyarakat perkotaan.

5.2.1 Pembahasan Pemilihan Bahasa dan Alasannya

Setelah kuesioner diterima kembali dari 30 responden, maka diperoleh hasil frekuensi jawaban responden terhadap peryataan 1-19 dalam kuesioner. Dalam hal ini,pertanyaan 1-19 untuk pemilihan bahasa yang juga menggunakan penomoran yang sama. Pada tahap pertama dideskripsikan pertanyaan 1-19 untuk pemilihan bahasa dan alasan pemilihan bahasa. Dari hasil statistik untuk pemilihan bahasa dan alasan pemilihan suatu bahasa diperoleh hasil sebagai berikut:

5.2.1.1 Pemilihan Bahasa dalam Rapat Internal Partai

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh fakta bahwa responden penelitian ini memilih BA dalam rapat-rapat internal partai. Pemilihan BA mendominasi sebanyak 20 orang 66,7 sedangkan BI hanya dipilih digunakan sebagai pendamping BA. Bahkan, BI tidak menjadi pilihan utama dalam rapat internal partai. Universitas Sumatera Utara Pemilihan bahasa tersebut jika dilihat dari segi alasan, dominasi dengan pemilihan BA disebabkan faktor kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 14 responden 46,7. Akan tetapi, alasan pemilihan penggunakan bahasa ini terdapat 33,3 yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut. Sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 16,6 karena merasa akrab memilih menggunakan bahasa tersebut. Pemilihan bahasa dalam rapat internal parlok menunjukkan bahwa Parlok memilih BA dengan prosentasi yang dominan dan pemilihan tersebut kabanyakan disebabkan oleh faktor kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi dan selanjutnya disebabkan oleh karena rasa bangga terhadap BA, sementara kedudukan BI sebagai pendamping BA dalam artian bahwa BI juga masih tetap dipilih dalam bentuk campur kode dengan BA yang masih dominan. Hal ini disebabkan oleh karena merasa akrab dalam berkomunikasi khususnya di Kota Langsa

5.2.1.2 Pemilihan Bahasa dalam Kampaye Politik pada Pemilu Tahun 2009

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden penelitian ini memilih menggunakan bahasa yang bervariasi. Artinya, semua pilihan bahasa digunakan oleh pengurus parlok dengan frekuensi terbesar pada penggunaan BA56,7. Selebihnya, memilih BABI dengan BA lebih banyak atau dominan 36,7,BABI dengan BIlebih dominan3,3, dan hanya 3,3. Dengan demikian, pemilihan BA menjadi bahasa utama dalam kampanya Pemilu legislatif tahun 2009. Universitas Sumatera Utara Pemilihan BA yang dominan disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 21 responden 70 sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 13,3 karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan karena puas hati memilih bahasa tersebut. Dari jawaban itu, hanya 3,3 yang menyatakan karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut. Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa parlok lebih dominan memilih BA untuk berkampanye dengan alasan karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi, dan parlok juga tetap memilih BABI dengan posisi BA yang dominan dengan argumentasi merasa akrab memilih kedua bahasa tersebut dalam bentuk campur kode, dan hanya 3.3 saja parlok yang memilih BA karena marasa bangga dan senang memilih bahasa dalam berkomunikasi.

5.2.1.3 Pemilihan Bahasa di Luar Rapat Resmi dengan Sesama Anggota Partai