BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Simpulan penelitian tentang pemilihan bahasa dan sikap bahasa dalam komunikasi politik oleh partai politik lokal di Pemerintahan Aceh adalah sebagai
berikut: 1.
Bahasa yang dipilih oleh partai politik lokal dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh adalah bahasa Aceh BA dengan persentase 47,36 yaitu
dalam rapat internal partai, dalam kampanye politik, dalam interaksi sesama pengurus partai,dalam komunikasi dengan masyarakat umum,dalam membahas
strategi politik partai, dalam membahas pembangunan dan pemberdayaan partai, dalam komunikasi di DPRK dengan sesama anggota partai politik baik dengan
partai politik lokal yang sama ataupun dengan partai politik lokal yang berbeda. Partai politik lokal yang memilih menggunakan BA dan BI campur kode dengan
posisi BA yang dominan adalah 52,63 yaitu dalam aktifitas membahas strategi pemberdayaan partai politik lokal, dalam membahas pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden RI periode 2009-2014, dalam komunikasi politik membicarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan
Wakil Walikota periode 2011-2016, membahas APBD dan dengar pendapat dengan pemerintah. Akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu seperti dengar
pendapat dengan ABRITNI dan Polri ataupun instansi lainnya, partai politik
206
Universitas Sumatera Utara
lokal memilih menggunakan BA dan BI dengan posisi BI lebih dominan dan bahkan jika ada peserta dalam dengar pendapat tersebut samasekali tidak
memahami BA maka partai politik lokal memilih menggunakan BI. Pemilihan bahasa yang dilakukan oleh parlok dalam komunaksi politik kebanyakan atau
dominan disebabkan oleh karena bangga dan senang 73.60 kebiasaan dan fasih adalah 15.78, selanjutnya yang memilih karena disebabkan merasa akrab 5.10
dalam berkomunikasi, dan yang memilih karena puas hati 5,52 . 2.
Sikap bahasa pengurus parlok memiliki sikap sangat setuju terhadap BA sebagai identitas sukuetnik, sebagai identitas parlok, sebagai alat penyampaian gagasan
politik,sebagai alat komunikasi masyarakat adalah 66,66. Parlok juga bersikap sangat setuju bahwa BA dan BI sama kedudukannya dalam parlok, BI sebagai
Identitas Bangsa Indonesia, BA dan BI merupakan alat komunikasi politik di Aceh. Partai politik lokal bersikap setuju BA dapat menyampaikan pesan politik
di Aceh, BI sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia adalah 33,33. 3.
Kohesi sosial dalam penelitian in diukur dengan pernyataan senang, sangat senang, kurang senang dan tidak senang. Hasil menunjukkan bahwa parlok
memberikan pernyataan senang 50 dan yang menyatakan sangat senang 50 . Pernyataan ini memberikan makna bahwa kohesi sosial terjadi dalam parlok
dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh dengan memilih BA dan BABI dengan BA pada posisi yang dominan. Hasil analisis korelasi koefisien dan
korelasi signifikansi antara pemilihan bahasa dengan kohesi sosial dengan nilai koefiensi dengan nilai -0,676 dan nilai alasan pemilihan bahasa dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
koefiensi -0,664, kedua nilai tersebut sudah mendekati -1 dan nilai signifikansi keduanya adalah 0,000. Nilai korelasi koefisiensi sikap bahasa adalah 0,460 dan
nilai tersebut mendekati 0 dengan nilai signifikansinya adalah 0,010. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pemilihan bahasa serta alasan pemilihan bahasa dengan kohesi sosial dengan derajat hubungan yang cukup berarti atau moderat. Hasil uji signifikansi antara
varibel bebas dengan variabel terikat dengan nilai signifikansi 0,000 sampai 0,010.
4. Dilihat dari perbandingan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel adalah t-hitung 2,05
dan nilai t-tabel 1,70. Hal ini dapat diartikan bahwa nilai t-hitung t-tabel t- hitung 2,05 t-tabel 1,70. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pemilihan bahasa, alasan pemilihan bahasa dengan kohesi sosial karena nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel. Maka dengan demikian, penelitian
ini menolak hipotesis nol H , dan menerima hipotesis alternatif H
a
5. Terakhir adalah yang berkaitan dengan uji teori Spolsky 2008, di mana Spolsky
mengatakan bahwa, “Language is regularly used in exercise of political power.” Artinya, bahasa secara teratur menjalankan kekuasaan politik. Spolsky juga
mengatakan, “There more subtle uses of language in politics, the use of regional or social dialect by a political leader is often a claim to a specialized ethnic
identity.“ Bahwa, bahasa digunakan secara halus dalam politik. Hal itu pada taraf
� = 0,05 atau 95 .
Universitas Sumatera Utara
diperlihatkan dalam dialek sosial seseorang pemimpin politik yang secara tegas memberikan klaim identitas etnik khusus dalam kekuasaan politik.
Teori Spolsky tersebut menunjukan bahwa benar bahasa itu dipilih secara teratur dalam menjalankan kekuasaan politik. Bahasa juga dipilih digunakan secara halus
dalam politik oleh seseorang pemimpin politik dalam memperlihatkan identitas etnik dalam kekuasaan politik. Hal tersebut terbukti dalam penelitian ini, di mana
pengurus parlok sebagai pemimpin partai di Pemerintahan Aceh memilih BA dan BABI dengan BA yang dominan dalam hampir semua domain penelitian dalam
rangka kekuasaan politik dan klaim identitas etnik sebagai orang Aceh. Akhirnya, parlok memenangkan mayoritas kursi di DPRK dan DPRA dari hasil Pemilu
Legislatif tahun 2009.
6.2 Saran