Keracunan yang akut, yakni keracunan akibat masuknya dosis Karbon Monoksida CO, dapat menyebabkan gangguan serius, yang Karbon Dioksida CO Belerang Dioksida SO Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi biologi Asap, dapat mengganggu pernafa

Air buangan efluen atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan BOD tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.

2. Limbah Industri Kimia Bahan Bangunan

Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya membutuhkan air sangat besar, mengakibatkan pula besarnya limbah cair yang dikeluarkan ke lingkungan sekitarnya. Air limbahnya bersifat mencemari karena di dalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang terbent uk selama proses fermentasi berlangsung. Industri ini mempunyai limbah cair selain dari proses produksinya juga, air sisa pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil perasan, endapan CaSO 4 , gas berupa uap alkohol. kategori limbah industri ini adalah llimbah bahan beracun berbahaya B 3 yang mencemari air dan udara. Gangguan terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan efek bahan kimia toksik :

a. Keracunan yang akut, yakni keracunan akibat masuknya dosis

tertentu kedalam tubuh melalui mulut, kulit, pernafasan dan akibatnya dapat dilihat dengan segera, misalnya keracunan H 2 S, CO dalam dosis tinggi dapat menimbulkan lemas dan kematian, dan keracunan Fenol dapat menimbulkan sakit perut dan sebagainya.

b. Keracunan kronis, sebagai akibat masuknya zat-zat toksis ke dalam

tubuh dalam dosis yang kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh, sehingga efeknya baru terasa dalam jangka panjang misalnya keracunan timbal, arsen, raksa, asbes dan sebagainya. Industri fermentasi seperti alkohol disamping bisa membahayakan pekerja apabila menghirup zat dalam udara selama bekerja apabila tidak sesuai dengan Threshold Limit Valued TLV gas atau uap beracun dari industri juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar. Kegiatan lain sektor ini yang mencemari lingkungan adalah industri yang menggunakan bahan baku dari barang galian seperti batako putih, genteng, batu kapurgamping dan kerajinan batu bata. Pencemaran timbul sebagai akibat dari penggalian yang dilakukan terus- menerus sehingga meninggalkan kubah-kubah yang sudah tidak mengandung hara sehingga apabila tidak direklamasi maka tidak dapat ditanami untuk ladang pertanian.

3. Limbah Industri Sandang Kulit dan Aneka

Sektor sandang dan kulit seperti pencucian batik, batik printing, penyamakkan kulit dapat mengakibatkan pencemaran karena dalam proses pencucian memerlukan air sebagai mediumnya dalam jumlah yang besar. Proses ini menimbulkan air buangan bekas proses yang besar pula, dimana air buangan mengandung sisa-sisa warna, BOD tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun mengandung limbah B 3 yang tinggi.

4. Limbah Industri Logam dan Elektronika

Bahan buangan yang dihasilkan dari industri besi baja seperti mesin bubut, cor logam dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Sebagian besar bahan pencemarannya berupa debu, asap dan gas yang mengotori udara sekitarnya. Selain pencemaran udara oleh bahan buangan, kebisingan yang ditimbulkan mesin dalam industri baja logam mengganggu ketenangan sekitarnya. kadar bahan pencemar yang tinggi dan tingkat kebisingan yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan manusia baik yang bekerja dalam pabrik maupun masyarakat sekitar. Bahaya dari bahan-bahan pencemar yang mungkin dihasilkan dari proses-proses dalam industri besi-bajalogam terhadap kesehatan yaitu : a. Debu, dapat menyebabkan iritasi, sesak nafas b. Kebisingan, mengganggu pendengaran, menyempitkan pembuluh darah, ketegangan otot, menurunnya kewaspadaan, konsentrasi pemikiran dan efisiensi kerja.

c. Karbon Monoksida CO, dapat menyebabkan gangguan serius, yang

diawali dengan napas pendek dan sakit kepala, berat, pusing-pusing pikiran kacau dan melemahkan pengelihatan dan pendengaran. Bila keracunan berat, dapat mengakibatkan pingsan yang bisa diikuti dengan kematian.

d. Karbon Dioksida CO

2 , dapat mengakibatkan sesak nafas, kemudian sakit kepala, pusing-pusing, nafas pendek, otot lemah, mengantuk dan telinganya berdenging.

e. Belerang Dioksida SO

2 , pada konsentrasi 6-12 ppm dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, peradangan lensa mata pada konsentrasi 20 ppm, pembengkakan paru-parucelah suara.

f. Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi biologi

dari sistem lingkungan, bila bahan pencemar dialirkan ke eungai, kolam atau sawah dan sebagainya.

g. Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi pandangan, dan bila

tercampur dengan gas CO 2 , SO 2 , maka akan memberikan pengaruh yang membahayakan seperti yang telah diuraikan di atas.

2.7 Limbah Industri Kecil Tepung Tapioka KasarAci

Limbah yang dihasilkan oleh industri aci terdiri dari tiga jenis, yaitu limbah cair, padat, dan gas. Limbah cair industri aci dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Limbah padat berasal dari proses pengupasan ubi kayu dari kulitnya yaitu berupa kulit ubi kayu dan pada waktu pemrosesan yang berupa ampas yang sebagian besar berupa serat dan pati. Limbah industri aci yang paling banyak dan berbahaya adalah limbah cair. Volume limbah cair berkisar 75 dari volume air buangan pada proses penc ucian dan pengendapan pati. Sedangkan volume air untuk proses pencucian adalah 16- 18 m 3 per ton singkong, dan untuk pengendapan aci dibutuhkan air sebesar 6-9 m 3 per ton singkong. Pengetahuan tentang karakteristik air buangan yang menjadi limbah cair adalah hal yang penting sebab diperlukan untuk mengetahui tingkat pencemaran ataupun upaya penanggulangannya. Karekteristik limbah cair meliputi karakteristik fisika dan kimia.

1. Karakteristik Fisika

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air 2005 karakteristik fisika dari limbah cair yang harus diperhatikan adalah kandungan total solid padatan, bau, warna, dan suhu. Karakteristik fisika yang dimiliki atau terkandung dalam limbah cair industri aci adalah warna keruh putih kecoklat-coklatan, bau tak sedapbau busuk yang ditimbulkannya, dan kadar padatan total sekitar 148mgl di atas ambang maksimum baku mutu limbah cair yang ditetapkan pada SK.Gub. Jawa Barat no. 6 tahun 1999, yaitu 100 mgl.

2. Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian terhadap limbah cair adalah kandungan bahan organik, bahan anorganik, dan gas- gas. • Bahan Organik Kandungan bahan organik pada limbah cair industri aci sangat tinggi. Golongan senyawa organik yang utama dalam buangan limbah tersebut adalah karbohidrat, protein, lemak, dan minyak. Pada limbah industri aci, kandungan karbohidrat dan protein paling dominan. Untuk menetapkan kandungan bahan organik dapat digunakan BOD tes Biochemical Oxygen Demand , dan COD tes Chemical Oxygen Demand . Pada limbah cair industri aci kandungan BOD dan COD masing- masing sekitar 1290 mgl dan 3200 mgl, dan angka tersebut di atas kadar maksimum baku mutu limbah cair SK.Gub. Jawa Barat no. 6 tahun 1999 di bawah atas maksimum baku mutu limbah cair SK.Gub. Jawa Barat no. 6 tahun 1999 yaitu yaitu 150 mgl untuk nilai BOD dan 300 mdl untuk nilai COD. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, 2005 • Bahan Anorganik Kandungan bahan anorganik yang terkandung dalam limbah industri aci sangat sedikit, yaitu yang paling dominant adalah sianida sekitar 0,23 mgl, dan angka tersebut di atas kadar maksimum baku mutu limbah cair SK.Gub. Jawa Barat no. 6 tahun 1999 di bawah kadar maksimum baku mutu limbah cair SK.Gub. Jawa Barat no. 6 tahun 1999 yaitu yaitu 0,3 mgl. Namun kandungan bahan anorganik tersebut diukur dengan menggunakan parameter nilai pH. Nilai pH dari linbah cair industri aci sekitar 4,4 dan tergolong asam. Kadar keasaman itu diatas kadar maksimum baku mutu limbah cair SK.Gub. Jawa Barat no. 6 tahun 1999 yaitu harus memiliki nilai pH 6-7. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, 2005 • Gas-gas Kandungan gas yang terkandung dalam limbah cair industri aci adalah Oksigen O 2 , Karbondioksida CO 2 , Nitroge n N dan Amoniak NH3. Namun kadar gas-gas tersebut masih dalam kadar aman bagi kesehatan, n tetapi hanya kadar Amoniak saja yang cukup besar sehingga menimbulkan bau yang asambau busuk. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, 2005 Penangana n yang kurang tepat terhadap hasil buangan padat dan cair akan menghasilkan gas yang dapat mencemari udara. Limbah industri tapioka apabila tidak diolah dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu : • Penyakit, misalnya: gatal- gatal • Timbul bau yang tidak sedap • Air limbah bila masuk ke dalam tambak akan merusak tambak sehingga ikan mati • Estetika sungai berubah.

2.8 Pengelolaan Limbah Industri

Pengelolaan limbah industri pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara preventif pencegahan dengan jalan menghindari atau menekan keluarnya limbah dari proses produksi, dan cara yang bersifat represif penanggulangan berupa penanganan limbah yang telah terlanjur keluar dari proses produksi Purnamasari,2001. Menurut Soemantojo 1994 dalam Purnamasari,2001, cara- cara pengelolaan limbah yang dapat dilakukan dewasa ini terdiri dari :

1. Reduksi limbah pada sumbernya source reduction yaitu upaya preventif

mereduksi volume, konsentrasi atau tingkat bahaya limbah yang dihasilkan dengan cara memperbaiki proses produksi, operasi, dan pemeliharaan. 2. Pemanfaatan limbah yang terbagi atas dua cara, yaitu : a. Penggunaan kembali reuse, yaitu pemanfaatan limbah tanpa mengalami pengolahan atau perugahan bentuk, digunakan kembali untuk penggunaan yang sama atau fungsi yang sama. Penggunaan kembali dapat dilakukan oleh pabrik yang bersangkutan di dalam pabrik on site atau di luar pabrik off site.

b. Daur ulang recycle, yaitu pemanfaatan kembali melalui proses fisika

atau kimiawi. Daur ulang dapat melalui dua cara yaitu kembali ke proses semula menghasilkan produk yang sama atau diproses untuk menghasilkan produk lain. Daur ulang dilakukan oleh pabrik yang bersangkutan maupun pihak luar.

3. Pengolahan limbah, yaitu upaya pengurangan volume, konsentrasi, dan

tingkat bahaya limbah dengan jalan pengolahan fisik, kimiawi, hayati, atau gabungan antara ketiga cara tersebut. Dalam penanggulangan dan pengelolaan limbah industri berbahaya memerlukan beberapa fasilitas, dan fasilitas- fasilitas dikelompokkan dalam 5 subsistem 16 , yaitu : 1 Reshipment Waste Analysis Pada tahap ini adalah pemeriksaaan dokumen dan pencatatan komponen yang terdapat di dalam limbah tersebut. 2 Waste Receiving Fasilitas yang membawa limbah ke tempat penyimpanan, biasanya terdiri dari mobil truk. Fasilitas ini dilakukan dalam pengelolaan limbah setelah melakukan aktivitasfasilitas pertama. 3 Waste Storage and Preparation Adalah fasilitas yang melakukan aktivitas penyimpanan limbah, dan persiapan pengolahan limbah lebih lanjut baik limbah berbentuk Liquid, Solid , Padat . Dalam fasilitas ini terdapat beberapa hal penting yaitu : 1 16 Modul kuliah teknologi limbah padat dan B 3 TIN IPB 2005 penyimpanan harus dilakukan pada tempat yang aman dan menjamin limbah itu tidak mencemari, sebelum dilakukan pengolahan tahap awal, 2 mempersiapkan tempat dalam waktu yang disesuaikan dengan pelaksanaan pengolahan, 3 merupakan fasilitas mixing, blending dan repackaging limbah, 4 persiapan pengolahan limbah. 4 Waste Treatment Setelah limbah disimpan dengan aman kemudian limbah diolah, tetapi sebelum pengolahan harus dibuat jadwal pengolahan dan mengidentifikasi pengolahan apa yang harus dilakukan dan disesuaikan dengan limbah yang akan diolah. 5 Residuals Management Setiap pengolahan limbah juga akan menghasilkan limbah baru seperti buangan gas. Hal inilah yang memerlukan manajemen untuk menanggulangi hal tersebut dengan baik, jika tidak maka hal itu sia-sia saja. Selain itu dalam pengolahan limbah harus memerlukan manajemen dengan baik, dimana ada pembagian dan spesialisasi tugas. Pada kegiatan pengendalian pencemaran limbah, tidak hanya dilakukan pengolahan limbah saja, namun kegiatan untuk mengurangi jumlah limbah yang keluar dari industri juga merupakan suatu langkah yang akan membantu menurunkan beban pencemaran. Penanganan limbah tersebut sudah harus dimulai dari tahap pemilihan bahan baku hingga akhir proses produksi, disamping itu juga pengendalian dampak setelah proses produksi. Sehubungan dengan itu maka dibutuhkan informasi pemilihan bahan baku yang bersih dari bahan pencemar, teknologi proses yang bersih yang mampu menghasilkan limbah yang sedikit, efisiensi energi proses yang tinggi, serta didukung teknologi daur ulang bahan buangan dan penanganan limbah yang sangat diperlukan. Pengelolaan limbah tepung tapioka dapat digunakan berbagai macam cara dan teknik, salah satunya adalah pengolahan limbah cair teknik pengendapan mekanis atau biogas, dan pemanfaatan kembali limbah tersebut. Limbah padat dan cair dari tapioka dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, pupuk, bahan campuran saos, sirup glukosa, obat nyamuk bakar berasal dari limbah padat, dan minuman nata de cassava berasal dari limbah cair

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian mengenai industri aci yang telah dilakukan, hanya terfokus pada permasalahan pendapatan, nilai tambah, penggunaan tenaga kerja, dan proses produksi dari industri tepung tapioka itu sendiri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Purba 2002. Penelitiannya menyimpulkan bahwa industri kecil tapioka adalah sebuah industri yang mengolah singkong menjadi tapioka kasaraci dan ampas. Industri ini memberikan nilai tambah pada ubi kayu dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar industri. Industri aci menghasilkan dua produk yaitu tapioka kasaraci sebagai produk utama dan ampas sebagai produk sampingan. Satu kuintal ubi kayu mampu menghasilkan rata-rata 22 kg tapioka kasaraci dan 5 kg ampas. Penerimaan rata-rata dari aci Rp 57.948.000,00 per tahun dan Rp 3.733.200 per tahun dari ampas. Sehingga total penerimaan rata-rata per tahun berjumlah Rp 61.681.200,00 per tahun. Selain itu industri pengolahan ini mampu memberikan nilai tamb ah sebesar Rp 98,753,00 per kg singkong. Rasio nilai tambah sebesar 24,115 dari total nilai output. Nilai tambah Rp 98,753,00 per kg merupakan pendapatan tenaga kerja dan keuntunga n masing- masing sebesar Rp 69,00 atau 69,87 dan Rp 29,753,00 atau 7,286 . Proporsi terbesar dari nilai tambah adalah untuk pendapatan tenaga kerja. Penelitian lain mengenai industri aci adalah mengenai pemilihan pemasok bahan baku aci dengan kasus perusahaan tapioka, U.P. Kujang, Bogor yang dilakukan oleh Simorangkir 2002. Penelitiannya dapat disimpulkan bahwa identifikasi pemilihan pemasok bahan baku aci pada U.P. Kujang disusun oleh lima kriteria dan dua sub kriteria yang nantinya akan membantu memilih dari tiga alternatif yang tersedia. Kriteria dan sub kriteria yang terbentuk merupakan variabel- variabel pertimbangan dalam proses pemilihan pemasok. Kelima kriteria tersebut adalah harga bahan baku aci, kuantitas bahan baku aci, kualitas bahan baku aci, proses pengiriman bahan baku aci yang disusun oleh dua sub kriteria yaitu frekuensi pengiriman bahan baku aci dan kontinuitas pengiriman bahan baku aci, dan kriteria kelima adalah hubungan antara U.P. Kujang dengan pemasok bahan baku aci. Alternatif pemasok bahan baku aci yang dapat terpilih yaitu pemasok bahan baku aci jenis pengumpul, pemasok bahan baku aci jenis pemilik, dan pemasok bahan baku aci jenis penyewa. Sinaga 2002 juga meneliti mengenai ekonomi rumah tangga pekerja industri kecil tapioka di Kelurahan Ciluar, Bogor. Hasil Penelitiannya menyimpulkan bahwa rumah tangga pekerja industri kecil tapioka sebagian besar berada pada usia produktif dan tingkat pendidikan sangat rendah, yaitu hanya sampai tingkat Sekolah Dasar dan bahkan ada yang tidak bersekolah. Rumah tangga pekerja industri tapioka lebih banyak mencurahkan waktunya untuk bekerja di industri tapioka daripada bekerja di luar industri tapioka. Curahan kerja didalam industri responsif terhadap perubahan pendapatan dari dalam industri. Sedangkan pendapatan dari luar industri responsif terhadap perubahan curahan kerja luar industri. Curahan kerja dalam industri dan pendapatan dalam industri saling mempengaruhi, artinya jika terjadi peningkatan curahan kerja didalam industri maka pendapatan dari dalam industri akan meningkat dan demikian sebaliknya. Selain penelitian mengenai industri kecil tepung tapioka kasaraci, penelitian mengenai pengelolaan limbah industri diperlukan untuk mendukung penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari 2001, yang meneliti mengenai pengaruh penggunaan faktor- faktor produksi terhadap jumlah dan debit serta aspek finansial pengolahan limbah cair industri tekstil. Hasil dari penelitiannya adalah pengolaha n limbah cair non Poly Vinyl Acid PVA melalui tiga tahap, sedangkan untuk pengolahan limbah cair yang menganduk PVA melalui empat tahap. Selain itu diketahui bahwa motivasi perusahaan untuk mendirikan instalasi pengolahan limbah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu faktor dari dalam dan luar perusahaan. Keputusan perusahaan untuk mendirikan fasilitas pengolahan limbah industri didasari oleh kesadaran perusahaan bahwa adanya IPAL akan membantu terciptanya hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, pemerintah, dan konsumen pasar sasaran produknya. Penelitian lain yang telah dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Pembangunan LPPM IPB 2004 terhadap proses produksi dan pengelolaan limbah tahu di Kabupaten Boyolali. Limbah ini baik yang berasal dari industri besar maupun dari industri rumah tangga. Diketahui bahwa limbah tahu yang mencemari adalah limbah cair, sedangkan untuk limbah padat dari produksi tahu digunakan untuk pakan ternak. Faktor- faktor yang menjadi penyebab air buangan industri tahu bersifat mencemari adalah karena adanya faktor fisis, kimiawi, fisiologis, dan biologis. Faktor kimiawi meliputi kandungan bahan organik yang tinggi, kemudian tidak adanya kandungan oksigen terlarut dan pH yang rendah. Faktor fisis meliputi suhu yang tinggi 35-45 O C, warna keruh, dan kandungan zat tersuspensi serta kotoran yang terlalu tinggi. Faktor fisiologis meliputi timbulnya bau yang kurang sedap akibat terjadinya proses pembusukkan selama air buangan mengalir ke perairan dan faktor biologis, yaitu timbulnya mikroorganisme yang lebih kompleks sebagai hasil proses pembusukan di atas sehingga merupakan sumber bibit penyakit. Limbah tersebut harus dikelola dengan baik, yaitu salah satunya dengan penerapkan IPAL terpadu. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai penilaian ekonomi terhadap lingkungan, terutama mengenai CVM juga diperlukan untuk mendukung penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Irfansyah 2004, yang meneliti mengenai teknologi dan penilaian ekonomi pengolahan sampah yang mengambil kasus di Pasar Kebon Kembang, Kecamatan Bogor Tengah. Penelitiannya bertujuan untuk mengkaji penilaian ekonomi terhadap pengolahan sampah melalui analisis kemapuan membayar WTP dari para pedagang di Pasar Kebon Kembang terhadap beberapa teknologi dan pengolahan sampah dengan CVM. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP pedagang di pasar Kebon Kembang terhadap pengolahan sampah pasar dengan penerapan teknik composting adalah kategori pedagang, tingkat pendidikan, kenyamanan, dan tingkat pendapatan, insenerasi tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan, jenis dagang, sanitary landfill tingkat pendapatan. Selain itu didapati bahwa besarnya nilai WTP untuk pengolahan sampah menggunakan metode composting, insenerasi, dan sanitary landfill masing- masing adalah Rp 2.146,258; Rp 1.954,545; dan Rp 2.346,666. Penelitian dengan menggunakan pendekatan CVM juga dilakukan oleh Ayu 2004. Penelitian yang dilakukannya mengenai WTP masyarakat terhadap perbaikan ekosistem hutan mangrove. Penelitiannya menggunakan pendekatan CVM dengan alat analisis Regresi Logit. Hasil pene litiannya menunjukkan bahwa responden yang bersedia membayar pada selang nilai Rp 2.500,00 sampai Rp 5.000,00 dan Rp 10.000,00 adalah responden yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan meskipun tingkat pendidikan mereka rendah. Tidak semua responden yang mau membayar pada selang nilai Rp 2.500,00 sampai Rp 5.000,00 danRp 10.000,00 dapat merasakan manfaat langsung dari keberadaan HMMA Hutan Mangrove Muara Angke. Maksud dari manfaat langsung HMMA adalah pemanfaatan kekayaan HMMA dalam kehidupan sehari- hari. Sudah banyak penelitian dilakukan terhadap industri kecil tepung tapioka, khususnya industri aci, tetapi belum ada yang mengkaji dan menganalisis masalah pengelolaan limbah industri tersebut dan penilaian ekonomi pengelolaan limbah, terutama limbah cair dari industri aci. Penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis karakteristik dan pengelolaan limbah pada industri aci. Selain itu juga mengkaji dan penilaian ekonomi dan WTP dari industri terhadap pengolahan limbah dengan menggunakan pendekatan CVM. Memang sudah ada penelitian terutama yang di IPB yang menggunakan pendekatan CVM, tetapi masih sedikit dan belum ada yang menganalisis masalah limbah industri kecil dengan menggunakan metode tersebut. Dengan demikian penelitian ini juga akan memberikan alternatif pengelolaan limbah yang baik ditinjau dari kesesuaian dengan industri dilihat secara ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Kesediaan Untuk Membayar Willingness to Pay WTP atau kesediaan untuk membayar adalah kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan standar yang diinginkan. WTP merupakan nilai