Gambaran Umum Lokasi Penelitian .1 Keadaaan Umum

V. IDENTIFIKASI UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Keadaaan Umum Ciluar adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, yang terdiri dari sepuluh RW dan 49 RT. Kelurahan ini dibagi menjadi lima kampung, yaitu : Ciluar RW 01, Babakan RW 02, Bubulak RW 03, Tarikolot RW 04, Rambai RW 05 dan RW 06, dan empat perumahan KPR- BTN, yaitu : Pondok Aren RW 07, Bogor Ciluar Indah RW 08, Ciluar Asri RW 09, dan Taman Kenari RW 10. Kelurahan ini memiliki luas wilayah 220,30 ha, dan merupakan kelurahan perbatasan antara Kota Bogor dengan Kabupaten Bogor. Kelurahan ini berbatasan dengan Desa Cimandala Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor pada bagian utara, pada bagian selatan dan barat berbatasan dengan Kelurahan Cimahpar Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, dan bagian timur berbatasan dengan Desa Pasir Laja Kecanmatan Sukaraja, Kabupaten Bogor Monografi Kelurahan, 2004. Untuk mencapai Kelurahan Ciluar dapat ditempuh perjalanan 45-60 menit dari terminal Bubulak dengan menggunakan kendaraan angkutan umum seperti angkutan kota Angkot 32 - jurusan Cibinong yang kemudian dilanjutkan dengan angkot 08 – jurusan Citereup yang dilanjutkan dengan menggunakan sepeda motor ojek 23 . Jarak kelurahan dari Kecamatan Bogor Utara 7 km dan 10 km dari Kota Bogor Monografi kelurahan. Kelurahan Ciluar dilalui berbagai macam kendaraan, seperti mobil dan sepeda motor. Sepeda motor merupakan sarana 23 Pekerjaan jasa yang dibayar, dengan mengangkut penumpang menggunakan sepeda motor ke tempat tujuan penumpang. angkutan utama ya ng ada di kelurahan tersebut dan dijadikan sebagai mata pencaharian utama mengojek bagi sebagian penduduk. Topografi dari Kelurahan Ciluar adalah seluruhnya dataran, dengan kesuburan tanah mayoritas digolongkan sedang 106,3 ha. Kelurahan Ciluar memiliki ketinggian 300 dpl, memiliki suhu rata 23-32 o C, dan curah hujan per tahunnya adalah 3500-4000 mm Monografi Kelurahan, 2004. Pemukiman penduduk di Kelurahan Ciluar terdiri dari dua kelompok yaitu pemukiman umum seluas 75,81 ha dan pemukiman KPR-BTN seluas 24,5 ha Monografi Kelurahan, 2004. Pemukiman umum tersebar di enam RW, dimana pada kampung Tarikolot dan Rambai banyak ditemukan rumah semi permanen dan non permanen. Selain itu Kelurahan Ciluar memiliki satu TK Taman Kanak- Kanak, dan tiga SDN Sekolah Dasar Negeri.

5.1.2 Kependudukan

Penduduk Kelurahan Ciluar hingga tahun 2004 seluruhnya berjumlah 10.205 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 2.468 KK. Jumlah penduduk laki- laki 5.192 jiwa dan penduduk perempuan 5.013 jiwa Tabel 3, sehingga kepadatan penduduk di Kelurahan Ciluar adalah 4.632 jiwa per km. Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Ciluar Tahun 2004 Golongan Umur tahun Jenis Kelamin Total orang Laki-Laki orang Perempuan orang 0 – 1 192 105 357 1 – 4 302 262 564 5 – 6 170 155 325 7 – 12 721 696 1.417 13 – 15 343 361 704 16 – 18 214 267 481 19 – 25 584 689 1.273 26 – 35 927 706 1.833 36 – 45 852 749 1.601 46 – 50 246 195 441 51 – 60 407 344 751 61 – 75 173 173 346 diatas 75 61 51 112 Jumlah 5.192 5.013 10.205 Sumber : Monografi Kelurahan 2004 Penduduk Kelurahan Ciluar umumnya berpendidikan rendah, mayoritas pendidikannya tidak mencapai SMP, hanya tamat atau tidak tamat SD, dan hanya sedikit yang mampu menyelesaikan pendidikan atas SMA dan perguruan tinggi Tabel 4. Sedangkan angkatan kerja yang ada berjumlah 5.708 orang, mencakup 1.331 orang tidak tamat SD, 1.723 orang tamat SD, 2.011 tamat SMP, 576 tamat SMA, 62 orang tamat akademi, dan 5 orang adalah sarjana Monografi Kelurahan, 2004. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pe ndidikan di Kelurahan Ciluar Tahun 2004 Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Total orang Persentase Laki-Laki orang Perempuan orang Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Akademi Tamat Perguruan Tinggi 1.514 1.553 1.753 331 37 4 1.769 1.476 1.497 245 25 1 3.283 3.029 3.250 576 62 5 32,17 29,68 31,85 5,64 0,61 0,05 Jumlah 5.192 5.013 10.205 100,00 Sumber : Daftar Isisan Potensi Kelurahan 2004 Penduduk Kelurahan Cilua r umumnya bekerja di bidang jasa dan perdagangan 58,37 , pertanian 29,01 , dan industri kecil dan rumah tangga 5,87 Tabel 5. Sektor jasa dan perdagangan dijadikan tumpuan perekonomian penduduk. Penduduk yang bekerja di sektor ini mayoritas bekerja sebagai pegawai negeri maupun swasta 69,5 Monografi Kelurahan, 2004. Selain itu adanya Pasar Ciluar juga menyebabkan banyak penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan ojek. Tabel 5. Struktur Mata Pencaharian Penduduk kelurahan Ciluar 2004 Struktur Mata Pencaharian Jumlah orang Persentase Pertanian Peternakan Industri kecil dan rumah tangga Industri besar dan sedang Jasa dan perdagangan 1.835 212 371 215 3.692 29,01 3,35 5.87 3,40 58,37 6.325 100 Sumber : Daftar Isian Potensi Daerah 2004 Sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian sebagian penduduk karena akses mereka terhadap sektor-sektor lain terbatas, akibat tingkat pendidikan dan keterampilan yang tidak memadai. Tanaman pertanian yang ditanam adalah ubi kayu singkong dan tanaman buah seperti pepaya dan pisang. Menurut mereka menanam ubi kayu lebih menguntungkan karena biaya produksinya kecil dan pemasarannya mudah yaitu di sekitar wilayah Ciluar saja, karena merupakan bahan baku bagi industri aci atau yang lebih dikenal dengan penggilingan singkong. Sektor industri baik skala kecil maupun besar banyak ditemui di kelurahan tersebut. Umumnya industri yang berada di Kelurahan Ciluar merupakan industri tepung tapioka, baik industri tepung tapioka kasaraci maupun industri tepung tapioka halus sagutapioka. Industri tepung tapioka tapioka halus banyak ditemui di wilayah bagian luar kelurahan, yang dekat dengan jalan utama RW 01 dan RW 02. Sedangkan untuk industri aci penggilingan singkong banyak terdapat di wilayah bagian dalam kelurahan RW 03, 04, 05, 06, dan berkumpul di beberapa tempat. 5.1.3 Industri Tepung Tapioka 5.1.3.1 Industri Tepung Tapioka Halus Kelurahan Ciluar dikenal sebagai sentra industri tepung tapioka. Industri tepung tapioka dibagi menjadi dua, yaitu : industri tepung tapioka halus industri sagu dan industri tepung tapioka kasar industri aci, yang lebih dikenal penggilingan singkong. Industri sagu yang ada di Kelurahan Ciluar digolongkan dalam industri menengah sampai besar, sedangkan untuk industri aci digolongkan dalam industri kecil. Jumlah produsen tepung tapioka di Kelurahan Ciluar sampai dengan tahun 2004 berjumlah 46 produsen, lima diantaranya merupakan pengusaha tepung tapioka halussagu Tabel 6. Tebel 6. Data Industri Tepung Tapioka Halus Sagu di Kelurahan Ciluar Tahun 2004 No Nama Perusahaan Nama Pemilik Lokasi Pemasaran 1 - Budiyanto RT 01 RW 02 Jabotabek 2 Benteng Batu Yudi Haryadi RT 03 RW 01 Jabotabek 3 Istana Kartono RT 01 RW 02 Jabotabek 4 Kujang Budi RT 01 RW 01 Jabotabek 5 Bogor Jaya MulyawijayaEric RT 01 RW 01 Nasional Sumber : Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Ciluar 2004 Industri sagu tersebut memperoleh bahan baku, yaitu berupa tepung tapioka kasaraci dari pengrajin aci yang ada di Kelurahan Ciluar itu sendiri, terutama yang berada di Kampung Bubulak, Tarikolot, dan Rambai. Tepung aci itu kemudian melalui proses produksi kemudian dihaluaskan menjadi tepung tapioka halus sagutepung tapioka, dengan menggunakan alat yang bernama molen dan oven. Setelah menajdi tepung yang halus kemudian dimasukkan dalam karung yang sudah diberi labelcap perusahaan mereka, dan siap dipasarkan. Umumnya industri ini memasarkan produknya untuk daerah Jabotabek, tetapi ada beberapa produsenpengusaha yang memasarkannya sampai di luar Pulau Jawa. Industri ini tidak menghasilkan limbah cair karena tidak banyak menggunakan air pada proses produksinya. Limbah yang dihasilkan adalah debu-debu tepung sisa dari tepung yang menempel di alat atau tercecer, tetapi jumlahnya sangat sedikit. 5.1.3.2 Industri Tepung Tapioka KasarAci 5.1.3.2.1 Jumlah Industri Tapioka KasarAci Jumlah pengrajin aci yang ada di Kelurahan Ciluar sampai dengan tahun 2004 berjumlah 41 orang. Tetapi sampai sekarang Oktober 2004, jumlahnya menurun 17,07 tujuh pengrajin bangkrut, sehingga menjadi 34 pengrajin saja Tabel 7. Hal itu disebabkan karena dalam kurun waktu empat bulan ini Juni - Oktober 2005 terjadi kesulitan pasokan bahan baku ubi kayusingkong, karena sulitnya bahan baku sehingga harga bahan baku juga meningkat tajam, dan memerlukan biaya tambahan untuk mencari bahan baku dari daerah yang jauh. Selain hal itu, peningkatan harga BBM juga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Dengan demikian biaya produksi sangat meningkat, sedangkan harga jual aci dan onggok sendiri tidak meningkat. Meskipun jumlah pengrajin aci di Kelurahan Ciluar lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengusaha tepung tapioka halus, namun mereka tidak bisa menentukan harga, dimana ditentukan oleh pengusaha-pengusaha tepung tapioka halus tersebut. Hal tersebut disebabkan karena bargaining position pengusaha-pengusaha tersebut lebih kuat. Bargaining position yang kuat tersebut disebabkan karena mereka memiliki modal yang besar, akses pasar yang besar, dan segala keputusan diantara mereka selalu sama. Tabel 7. Data PengrajinPenggilingan Singkong di Kelurahan Ciluar tahun 2004 No Nama Kampung Lokasi 1 Edy Bubulak RT 01 RW 03 2 Samsudin Bubulak RT 01 RW 03 3 Ugan Bubulak RT 01 RW 03 4 Suminta Bubulak RT 01 RW 03 5 Arsa Bubulak RT 02 RW 03 6 Sai Bubulak RT 02 RW 03 7 Lili Dimyati Bubulak RT 02 RW 03 8 Ahmad Satang Bubulak RT 02 RW 03 9 H. Dayat Bubulak RT 03 RW 03 10 Adang Bubulak RT 03 RW 03 11 Ace Enang Bubulak RT 03 RW 03 12 Uup Supendi Bubulak RT 03 RW 03 13 Iyang Bubulak RT 03 RW 03 14 Ma’mun Bubulak RT 03 RW 03 15 Sata Bubulak RT 03 RW 03 16 Nur Hadi Tarikolot RT 03 RW 04 17 Ajum Tarikolot RT 03 RW 04 18 Janur Tarikolot RT 03 RW 04 19 H. Nasmin Tarikolot RT 03 RW 04 20 Abdul Jais Tarikolot RT 03 RW 04 21 Imar Tarikolot RT 03 RW 04 22 Marni Tarikolot RT 03 RW 04 23 Uking Tarikolot RT 03 RW 04 24 Dadi Tarikolot RT 01 RW 04 25 Imar Tarikolot RT 01 RW 04 26 Ajun Rambai RT 01 RW 05 27 Dadih Rambai RT 02 RW 05 28 H. Murgandi Rambai RT 01 RW 05 29 H. Toha Rambai RT 01 RW 05 30 Abas Rambai RT 01 RW 05 31 Mardi Rambai RT 01 RW 05 32 Oib Rambai RT 01 RW 05 33 Hasim Ramb ai RT 01 RW 05 34 H. Encep Rambai RT 01 RW 05 35 Pamaat Rambai RT 01 RW 06 36 Opil Rambai RT 01 RW 06 37 Ajum Rambai RT 01 RW 06 38 Komarudin Rambai RT 02 RW 06 39 Nurdin Rambai RT 02 RW 06 40 Aing Rambai RT 04 RW 06 41 Nju Rambai RT 04 RW 06 Keterangan : sudah tidak berproduksi Sumber : Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Ciluar 2004

5.1.3.2.2 Proses Produksi

Industri pengolahan tepung tapioka kasaraci merupakan industri dengan skala usaha kecil dan industri dengan orientasi bahan baku. Industri ini harus terletak tidak jauh dari sentra produksi tanaman ubi kayu sebagai bahan bakunya. Apabila ubi kayu tidak tersedia, maka industri ini tidak berproduksi. Bahan baku ubi kayu yang digunakan pada industri ini dapat diperoleh dari pasar bebas atau dari perkebunan sendiri. Terdapat dua cara dalam pembelian bahan baku, yaitu pembeli datang langsung ke tempat penjual atau penjual yang mengantar barang langsung ke tempat pembeli. Sedangkan sistem pembelian yang paling banyak dilakukan oleh pengrajin aci di Kelurahan Ciluar adalah sistem yang kedua. Hal ini dilakukan karena para pengrajin aci tidak memiliki kendaraan pengangkut, dan akan lebih efisien bagi pemasok bahan baku, karena satu orang tidak hanya menerima order tersebut dari satu pengrajin saja, tetapi ada yang menerima order dari beberapa pengrajin. Hal terpenting lainnya adalah industri ini harus berada dekat dengan sumber air, karena dalam proses produksinya banyak memerlukan air. Industri aci yang berada di Kelurahan Ciluar keberadaannya di bagian dalam kelurahan. Hal ini dikarenakan sumber air di daerah tersebut masih tersedia dengan baik, dan membutuhkan lahan yang luas untuk proses produksi, terutama untuk tempat menjemur tepung. Industri aci yang berada di Kelurahan Ciluar memerlukan waktu kira-kira satu sampai dua hari pada musim kemarau, atau dua sampai tiga hari pada musim penghujan untuk menghasilkan aci. Proses pengolahan ubi kayu menjadi aci. Dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pengolahan pendahuluan yang meliputi pengupasan, pencucian, dan penggilingan. Ekstraksi pati, meliputi penyaringan, pengendapan, dan pemurnian. Tahap terakhir adalah tahap penyelesaian, meliputi pemarutan, pengeringan, dan pengepakan. Melalui tahapan-tahapan tersebut akan dihasilkan aci. Pengolahan ubi kayu menjadi aci, digunakan alat-alat yang sederhana, seperti tampih 12 , bak pengendapan, parutan yang terbuat dari bambu, saringan dari kain atau kawat kecil kawat nyamuk. Hanya ada satu alat yang digunakan dengan menggunakan teknologi listrik, yaitu mesin penggiling ubi kayu bentuknya seperti mesin pemarut kelapa. Pengolahan Awal Ubi kayu yang sudah dibeli oleh pengrajin dikumpulkan dalan satu tempat yang terbuka dan agak luas. Biasanya ubi kayu tersebut berasal dari daerah Ciluar, Ciampea, Ciheleut, Jampang Surade, dan tempat-tempat lainnya. Ubi kayu tersebut harus segera dikupas untuk diolah agar kualitasnya tidak menurun, karena jika terlalu lama disimpan maka akan menghasilkan tepung yang berwarna keruh. Ubi kayu dikupas dengan menggunakan cara manual, yaitu dengan menggunakan pisau yang tajam, dimana pekerja yang melakukannya adalah buruh pikul yang jumlahnya tiga sampai empat orang. Para buruh pikul tersebut, selain bekerja untuk memikul ubi kayu dari mobil pengangkut juga ke tempat produksi pabrik, tetapi juga harus mengupas ubi kayu sebelum tiba di tempat produksi pabrik. Dalam pekerjaan mengupas ubi kayu, para buruh pikul tersebut dibantu oleh anggota keluarganya, agar pengupasan lebih cepat sehingga tidak me nurunkan 12 Anyaman bambu yang berbentuk lingkaran, diameternya kira -kira 60 cm, digunakan untuk menaruh aci basah yang telah digerus dan siap untuk dijemur. Setiap penggilingan singkong di Kelurahan Ciluar mempunyai tampih 100-300 buah. kualitas ubi kayu. Selain itu mereka juga dapat memanfaatkan kulit ari ubi kayu yang sudah dibersihkan dari tanah untuk pakan ternak kambing. Setelah ubi kayu dikupas, ubi kayu yang telah bersih dibawa oleh buruh pikul ke tempat pencucian yang ada di pabrik. Satu pikul beratnya kira-kira 72 kg. Ubi kayu tersebut kemudian dibersihkan di dalam bak pencucian. Bak pencucian tersebut dilengkapi dengan pipa saluran yang mengalirkan air bersih dari bak penampungan mata airsumur. Ubi kayu yang telah bersih kemudian dimasukkan dalam mesin penggilingpemarut ubi kayu untuk dihancurkan. Mesin penggilingpemarut tersebut terdiri dari sebuah silinder kayu yang pada sisi luarnya terdapat kawat- kawat kecil dari baja yang berfungsi untuk menggiling ubi kayu. Silinder tersebut digerakkan oleh motor diesel. Ekstraksi Pati Hasil parutan ubi kayu berbentuk seperti buburpulp yang keluar dari mesin kemudian ditampung dalam bak yang terbuat dari semen atau kayu. Setelah itu bubur itu diambil sedikit demi sedikit untuk disaring. Penyaringan dan penggilingan ubi kayu dilakukan oleh para buruh giling, yang berjumlah tiga sampai empat orang. Satu orang melakukan penggilingan duduk di depan mesin giling, sedangkan tiga orang lainnya melakukan proses pemerasan di bak-bak penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan cara meremas-remas bubur ubi kayu tersebut yang pada saat bersamaan dialiri oleh air bersih. Air perasan tersebut kemudian dialirkan melalui pipa-pipa paralon ke dalam bak-bak pengendapan ukuran 0,5m x 2m, untuk diendapkan lima sampai tujuh jam. Hal itu dilakukan agar pati bersama air akan keluar menembus dinding saringan, sedangkan serat dan sebagian pati yang tersisa ampas ditempatkan dalam bak penampungan ampas, yang selanjutnya akan menghasilkan onggok. Ada beberapa pengrajin yang telah melapisi bak-bak pengendapan dengan keramik. Hal itu dilakukan agar bak-bak tersebut tahan dari kadar keasaman larutan air perasan, sehingga tahan lama. Rata-rata setiap pengrajin yang ada di Kelurahan Ciluar memilki enam dampai delapan bak pengendapan. Setelah dilakukan proses pengendapan, maka cairan jernih air dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya dikeluarkan dari dalam bak pengendapan sampai mencapai lapisan tipis di atas edapan pati. Setelah lapisan tersebut dibuang semuanya, maka pati yang tersisa tapioka kasaraci diangkat dan ditaruh pada bodak 13 . Kedua tahap tersebut dilakukan dari pagi hari sampai malam atau mulai dari sore hari sampai menjelang pagi. Hal ini dimaksudkan agar proses penjemuran dapat dilakukan keesokan harinya sehingga tidak terjadi penyimpanan tapioka basah yang terlalu lama. Apabila hal itu terjadi maka akan menimbulkan bau pada tepung dan warna tepung akan keruh. Penyelesaian Tapioka basah yang telah dikeluarkan dari bak-bak pengendapan ditempatkan pada bodak agar keesokan harinya buruh perempuan buruh jemur dapat melakukan proses pengeringan. Pengeringan dilakukan secara alami dan manual, yaitu dijemur di bawah terik matahari sampai kering. Buruh jemur yang dipekerjakan untuk proses ini berjumlah tiga sampai empat orang. 13 Keranjang yang terbuat dari rotan untuk menempatkan aci basah. Satu bodak berisi kurang lebih satu kuintal aci basah. Pada penjemuran ini, tapioka basah diambil dari bodak kemudian dihaluskan agar menjadi butiran-butiran kecil dengan menggunakan alat penghalus. Buruh jemur menyandarkan alat penghalus tersebut pada dinding, kemudian hasilnya keluar dari bawah alat penghalus tersebut. Buruh jemur lainnya mengambil hasil gerusan tersebut dan ditepatkan di atas tempat penjemuran tampih di halaman terbuka. Tampih-tampih tersebut diberi alat penopang sehingga letaknya mencapai ketinggian satu meter di atas permukaan tanah. Lamanya waktu pengeringan tergantuing adari cuaca, tetapi rata-rata berkisar antara tujuh sampai delapan jam dalam satu hari. Setelah tepung kering, para buruh jemur tidak langsung menempatkan tepung tersebut ke dalam bak penampungan tepung, tetapi tampih-tampih itu ditumpuk untuk dibiarkan selama semalam diinapkan. Tepung kering yang telah diinapkan ditempatkan di dalam bak penampungan, yang selanjutnya akan dimasukkan ke dalam karung-karung yang terbuat dari kain blacu atau plastik. Setelah semuanya selesai maka aci siap untuk dipasarkan. Selain bekerja untuk menjemur tapioka basah, buruh-buruh jemur tersebur juga melakukan pekerjaan, mengolah ampas perasan menjadi onggok. Ampas perasan tersebut dibentuk menjadi bantala n yang berbentuk bulatan agak lonjong sebesar kepalan dua telapak tangan. Setelah dibentuk, kemudian dijemur agar kering. Penjemuran ampasa ini memerlukan waktu satu sampai dengan dua hari, agar benar-benar kering sampai ke bagian dalam bantalan. Setelah kering seluruhnya, maka ampas perasan itu dinamakan onggok. Onggok dapat ditempatkan dalam kotak kayu untuk disimpan onggok dapat tahan dua minggu, dan dijual jika aci yang dihasilkan sedikit atau bahkan tidak berproduksi. Hal itu dilakukan agar pengrajin tetap dapat menghasilkan uang setiap harinya meskipun proses produksi berhenti beberapa hari. Berhentinya proses produksid apat disebabkan karena tidak tersedianya bahan baku atau pada saat libur hari raya. Pemasaran Karung-karung berisi tepung tapioka kasar tersebut kemudian dipasarkan ke pabrik-pabrik tapioka halus yang berada di bagian luar Kelurahan Ciluar. Harga aci yang ditawarkan oleh pabrik tapioka halus berbeda-beda. Untuk tapioka kasaraci yang kualitasnya rendah saat ini Oktober 2005 harganya berkisar Rp 2.500,00 – Rp 3.000,00 per kg. Sedangkan untuk kualitas paling bagus harganya saat ini Oktober 2005 berkisar antara Rp 3.500,00 - Rp 4.500,00 per kg. Komoditi yang dijual oleh pengrajin aci tidak hanya tepung tapioka kasar saja, melainkan juga onggok ampas perasan yang sudah mengering dan keras. Onggok tersebut dijual ke pabri-pabrk tepung tapioka halus atau kepada peternak, yang nantinya dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan bahan asar obat nyamuk onggok kualitas rendahwarnanya keruh, bahan dasar saos, dan bahan dasae roti gambang.

5.1.3.2.3 Pengelolaan Limbah

Limbah yang diahsailkan oleh industri aci adalah limbah cair, yang merupakan air buangan dari proses pembuatan aci. Limbah ini dibuang oleh pengrajin ke badan air yang terdekat. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa pengrajin aci memilih tempat usahanya di tempat yang berdekatan dengan badan air. Limbah cair ini tidak dikelola terlebih dahulu sebelum dibuang, sehingga semakin lama menimbulkan bau busuk dan bau asam. Para pengrajin aci di Kelurahan Ciluar tidak melakukan pengelolaan limbah disebabkan karena mereka tidak memiliki modal untuk membuat IPAL atau melakukan pengolahan limbah. Selain itu mereka juga tidak mengetahui cara-cara atau teknologi yang dapat digunakan untuk mengelola limbah yang dihasilkan. Pada tahun 2002 Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Irigasi dan pengairan melakukan proyek pengolahan limbah IPAL aci untuk 5 pabrik aci di Kampung Babakan, tepatnya berada di lahan Bapak Lili Dimyati. IPAL tersebut dibangun dari dana kesehatan Pemerintah Kota Bogor sebesar Rp 5 juta rupiah, dan setelah pembangunan selesai, eluruh kegiatan perawatan diserahkan kepada pabrik-pabrik yang berkaitan dengan IPAL tersebut. Namun saat ini Oktober 2005 IPAL tersebut masih berjalan, tetapi tidak terawat sehingga kinerja dari IPAL tidak optimal. Hal tersebut disebabkan karena pabrik-pabrik tersebut tidak memiliki kesadaran, dan menyerahkan tanggung jawab kepada pemilik lahan untuk merawatnya, selain itu dari lima pabrik yang menggunakan IPAL tersebut, saat ini Oktober 2005 hanya tinggal tiga pabrik yang masih berjalan, dimana dua pabrik tersebut dimiliki hanya oleh seorang pengrajin dan satu pabrik lainnya dimiliki oleh seorang pengrajin. 5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Karakteristik Umum Pengrajin Aci Ciluar