pengrajin memiliki alokasi dana untuk membayar pengelolaan limbah. Dampak negatif yang dirasakan pengrajin juga memiliki hubungan yang lurus dengan
peluang pengrajin untuk membayar. Apabila dampak yang ditimbulkan oleh limbah semakin mengganggu pengrajin maka pengrajin akan berpeluang lebih
besar untuk membayar. Hal yang terbalik terjadi dengan variabel biaya tenaga kerja. Apabila biaya tenaga kerja semakin besar maka keuntungan pengrajin
semakin kecil asumsi decreasing return to scale sehingga alokasi dana untuk membayar pengelolaan limbah semakin kecil atau bahkan tidak ada. Dengan
demikian peluang pengrajin untuk membayar semakin kecil. Untuk menguji kebaikan model, dapat diuji dengan menggunakan Uji G,
dan Uji Wald. Model probit mangasumsikan bahwa makin besar nilai probit gx maka semakin besar pula kemungkinan seseorang menjawab yasetuju. Model
probit tidak dapat langsung menginterpretasikan secara langsung, yaitu bahwa setiap perubahan satu satuan independent variable akan berpengaruh terhadap
dependent variable , namun terhadap probabilitas menjawab ya Sarwoko, 2005.
4.6.3 Analisis Nilai WTP dari Pengrajin untuk Pengelolaan Limbah
Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP dengan menggunakan CVM dalam penelitian ini meliputi Hanley dan Spash, 1993 :
1. Membangun Pasar Hipotetis Setting up The Hypothetical Market
Pasar hipotetis dalam penelitian ini dibentuk dengan memberikan informasipernyataan tentang air di sungai, got, maupun air tanah di sekitar
industri aci sudah tercemar, karena adanya pencemaran air akibat buangan limbah cair dari pembuatan aci. Hal itu dapat diatasi dengan perbaikan
lingkungan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota, industri, dan masyarakat sekitar. Pasar hipotetis yang ditawarkan adalah :
Pasar Hipotetis : Pertumbuhan industri aci di Kelurahan Ciluar dari tahun ke tahun terus
meningkat. Peningkatan jumlah industri tersebut tidak disertai dengan usaha penanganan lingkungan terutama air sungat atau saluran air got yang tercemar
oleh limbah cair industri. Dengan makin banyaknya industri maka jumlah limbah yang dibuang makin besar volumenya. Pabrik aci yang membuang
limbah tersebut mayoritas tidak mengolahnya terlebih dahulu, sehingga pencemaran air semakin tinggi, hal itu dapat dilihat dengan kadar BOD, COD
dan keasaman yang tinggi dari badan air yang menjadi tempat pembuangan limbah.
Penanganan limbah dan menjaga kelestarian lingkungan bukan menjadi tanggung jawab pemerintah sendiri, namun masyarakat dan terutama dari pihak
industri. Pemerintah sendiri tidak mampu menangani permasalahan ini jika tidak dibantu. Oleh sebab itu industri dapat membantunya dengan melakukan
pengelolaan limbah secara individu atau kelompok dengan dana swadaya atau membayarkan retribusi atau iuran kepada pemerintah untuk pengelolaan
limbah. Pilihan kedua merupakan pilihan yang lebih baik karena pengelolaan limbah dilakukan secara bersama dan diorganisir oleh pemerintah akan efektif
dan efisien, dimana dana yang dikeluarkan lebih kecil apabila pengelolaan limbah dilakukan secara individu oleh pengrajin. Namun pemerintah dalam hal
ini harus dibantu di bidang danakeuangan, karena dana yang dimiliki pemerintah, terutama Pemerintah Kota atau Pemerintah Propinsi terbatas.
Sehingga diharapkan bantuan dari pengrajin untuk membayar retribusiiuran pengelolaan limbah yang akan digunakan untuk pembangunan IPAL dan
kegiatan operasional IPAL pemerintah masih memberikan bantuan berupa dana dan tenaga ahli.
Berdasarkan pasar hipotetis tersebut, dapat dibuat empat skenario, yaitu sebagai berikut :
1. Skenario 1