3. Luas Tempat Usaha
Nilai P variabel luas tempat usaha sebesar 0,016 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP kegiatan operasional IPAL skenario keempat pada
tingkat kepercayaan 95 . Nilai koefisiennya sebesar -1,9 bertanda negatif yang berarti semakin luas tempat usaha maka semakin kecil nilai WTPnya.
Hal tersebut diakibatkan karena dengan makin luas tempat usaha maka pengrajin akan semakin berhemat melakukan pengeluaran, karena semakin
luas tempat usaha maka uang yang duikeluarkan untuk pemeliharaan semakin besar, sehingga nilai WTPnya makin kecil.
7.5 Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri Aci
Kebijakan pengelolaan limbah industri aci adalah langkah atau tindakan lanjutan yang harus dilaksanakan, terutama oleh pemerintah Pemkot Bogor
terhadap pengelolaan limbah industri aci. Kebijakan ini harus cepat dilaksanakan agar pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah tersebut dapat cepat
teratasi sehingga nilai ekonomi lingkungan di sekitar kawasan industri tidak rendah.
Kebijakan yang dapat diambil dalam pengelolaan lingkungan dapat didasari dari hasil penilaian ekonomi terhadap berbagai jenis pengelolaan limbah
yang memungkinkan dilakukan. Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan rekomendasi mengenai pengelolaan limbah
yang sebaiknya dipilih. Pemilihan tersebut didasarkan analisis atau estimasi nilai ekonomi pengelolaan limbah yang paling menguntungkan dan memungkinkan
dilakukan.
Berdasarkan analisis CVM yang telah dilakukan terhadap empat jenis pengelolaan limbah skenario pertama sampai dengan keempat maka dapat
pilihan pengelolaan limbah yang dapat dilakukan terhadap limbah industri aci di Kelurahan Ciluar. Jenis pengelolaan limbah yang sebaiknya dipilih adalah
skenario keempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas membayar dari seorang
pengrajin terhadap skenario keempat dan ketiga memiliki nilai tertinggi yaitu 99,99 , sehingga kepastian membayar dari seorang pengrajin lebih tinggi
dibanding dengan skenario lainnya. Selain itu jika dilihat dari analisis nilai WTP pada kedua skenario tersebut, maka variabel bebas yang berpengaruh nyata dan
memiliki pengaruh positif yang paling besar dilihat nilai koefisien tertinggi adalah variabel pendidikan. Hal tersebut memberikan keuntungan, sebab makin
tinggi pendidikan maka makin besar nilai WTP yang dibayarkan sehingga nilai investasi dan kegiatan operasional dapat ditutup. Pendidikan juga dapat
ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan pendidikan paket B lanjutan SMP sehingga memungkinkan nilai WTP meningkat, dan hal tersebut memungkinkan
dilakukan oleh Pemkot maupun oleh pengrajin. Pada skenario keempat dan ketiga juga tidak membutuhkan biaya yang
tinggi disbanding skenario pertama dan ketiga, sehingga untuk saat ini dimana keadaan ekonomi sedang buruk dapat dilakukan. Kelebihan lain yang dimiliki
oleh kedua skenario tersebut adalah jumlah pengrajin yang memilih kedua skenario itu lebih banyak dibandingkan dengan skenario pertama dan kedua, yaitu
21 orang.
Namun skenario keempat lebih baik dipilih dari skenario ketiga karena nilai surplus konsumen yang dimiliki oleh skenario keempat lebih besar
dibandingkan dengan skenario ketiga, dan apabila kegiatan operasional IPAL diserahkan kepada pengrajin maka kemungkinan besar IPAL tersebut tidak akan
berjalan secara optimal. Hal itu didasarkan pada pengalaman yang selama ini terjadi dimana proyek percontohan IPAL yang ada tidak berjalan sejak
kegiatanmanajemen operasionalnya diserahkan kepada pengrajin. Dengan skenario keempat meungkinkan IPAL dapat berjalan dalam jangka panjang
sehingga memungkinkan dilakukan pengelolaan limbah yang lebih baik lagi, terutama dengan menerapkan teknologi tinggi.
Terdapat beberapa kelemahan yang dimiliki oleh skenario keempat, yaitu 1 tidak menghasilkan manfaat ekonomi secara kepada pengrajin, 2
membutuhkan perhatian dan penanganan lebih dari pemerintah. Skenario kempat hanya mengusahakan agar limbah yang dibuang tidak mencemari lingkungan
jernih, tidak memberikan manfaat ekonomi yang secara langsung dapat dinikmati pengrajin apabila dibandingkan dengan skenario pertama dan kedua
yang dapat menghasilkan bahan bakar bagi pengrajin. Selain itu skenario keempat juga membutuhkan perhatian lebih dibandingkan dengan skenario ketiga sebab
selain harus memberikan bantuan dan perhatian untuk pembangunan IPAL, pemerintah juga harus melakukan manajeman operasional dari IPAL tersebut.
Kelemahan tersebut bukan menjadi halangan karena, apabila skenario keempat dilaksanakan maka kemungkinan umur pelaksanaannya akan lebih
panjang dan dengan adanya pengelolaan limbah skenario keempat diharapkan kesadaran pengrajin akan lingkungan meningkat sehingga mereka lebih peduli dan
bersedia membayar lebih tinggi. Selain itu kelebihan-kelebihan yang dimiliki dari pengelolaan limbah skenario keempat lebih banyak dibandingkan dengan
kelemahannya. Dengan demikian dari berbagai alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa skenario keempat yang merupakan prioritas pertama. Apabila skenario
keempat tidak dapat dijalankan maka yang menjadi prioritas jenis pengelolaan limbah berikutnya adalah prioritas ketiga, kedua, dan pertama.
Hal yang tepenting lainnya adalah dalam sistem pengelolaan limbah diperlunya dana tambahan dari masyarakat sekitar maupun swasta yang ada di
Kelurahan Ciluar. Hal itu disebabkan karena total WTP pengrajin dan dana dari pemerintah dalam skenario akan sulit untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan
limbah. Bentuk bantuan dana itu dapat dilakukan dengan cara mewajibkan kepada masyarakat atau sukarela, sehingga kekurangan dana yang ada dapat ditutup.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan : 1. Pengrajin aci di Kelurahan Ciluar dominan laki- laki dan seluruhnya sudah
berkeluarga. Karakteristik umum dan usaha dari pengrajin bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosial dan skonomi pengrajin, yaitu tingkat umur,
pendidikan, jumlah tanggungan, lama usaha, biaya tenaga kerja, waktu produksi, kapasitas produksi, luas tempat usaha, dan pendapatan usaha.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada persepsi pengrajin terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha, dan jarak pabrik ke badan air.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin skenario pertama adalah umur, pendidikan, biaya tenaga kerja
pendapatan usaha, luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah.. Sedangkan pada
skenario kedua faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah pendidikan, tenaga kerja pendapatan usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah,
dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah. umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin untuk skenario ketiga dan skenario keempat.
4. Nilai dugaan rataan WTP untuk skenario pertama sebesar Rp 621.428,57. Pada Skenario kedua, nilai dugaan rataan WTP untuk pembangunan IPAL
sebesar Rp 610.000,00, dan untuk kegiatan operasional IPAL sebesar