Simpulan Jurnal Kultura | Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah

6454 Induced-Diabetic Rats, South Valley University, Faculty of Science, Zoology Department Egypt. Acad. J. biolog. Sci., 2 1: 153-162 2009, E.mail.egyptianacademicyahoo.com ISSN: 1687 –8809 , www.eajbs.eg. Anonim. 2014a. 49 Persen Penduduk Rutin Minum Suplemen, www.ikatanapotekerindonesia.netpharmacy- news34-pharmacy-news1499-49-persen-penduduk-rutin-minum-suplemen.html Anonim. 2014b. Diabetes Dan Suplemen Makanan, http:meetdoctor.comarticlediabetes-dan-suplemen- makanan, Anonim. 2014c. http:www.deliserdangkab.go.idstatis-41-kesehatan.html. Anonim. 2014d. Suplemen Penderita Diabetes, http:obat-diabetesmelitus.comsuplemen-penderita-diabetes- mellitussuplemen, Ansel C. Howart. 2013. Bentuk Sediaan Farmasetis Dan System Penghantaran Obat, Edisi 9. Jakarta: EGC. BPOM. 2012. http:www.pom.go.idppidrarlaptah_2011.pdf Greenberg. 2012. Teks-atlas Kedokteran Kedaruratan, Jilid 3. Jakarta: Erlangga. Hasdianah, H. R. 2012. Mengenal Diabetes Melitus, pada orang dewasa dan Anak-anak dengan solusi herbal, Cetakan I, Jakarta: Nuha Medika. Hidayah, T. dan Sugiarto. 2013. Studi Kasus Konsumsi Suplemen pada Member Fitness Center di Kota Yogyakarta, Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Vol. 31. Jim Mann, A. Stewart Trustwell. 2014. Buku Ajar Ilmu Gizi, Edisi 4, Jakarta: EGC. Katarina H.; Atwine, F. 2011. Health-care seeking behaviour among persons with diabetes in Uganda: an interview study, http:www.biomedcentral.com1472-698X1111cxs Lapau, B. 2012. Metode Penelitian Kesehatan, Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Rizqi Adnamazida. 2013. 9 penyakit penyebab kematian terbesar di dunia, http:www.merdeka.comsehat9- penyakit-penyebab-kematian-terbesar-di-duniadiabetes.html Tjay, H.T. dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting, Edisi ke-V. Cetakan pertama. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Widodo, R. 2010. Pemberian Makanan, Suplemen, Obat pada anak, Jakarta: EGC. 6455 PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL TERHADAP SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Nurdalilah 29 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 perbedaan kemampuan penalaran matematika siswa pada pendekatan PBM dan pembelajaran secara konvensional 2 interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan penalaran matematika. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan subjek populasi penilitian yaitu seluruh siswa SMA Negeri 1 Kualuh Selatan, untuk sampel eksperimen berjumlah 37 orang dan sampel kontrol berjumlah 37 orang siswa. Data dianalisis dengan uji ANAVA dua jalur. Sebelum digunakan uji ANAVA dua jalur terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dalam penelitian dan normalitas dalam penelitian ini dengan taraf signifikan 5. Dari hasil analisis data menunjukkan Diperoleh rata- rata tes kemampuan penalaran matematika kelas eksperimen 11,87 dan rata-rata tes kemampuan penalaran matematika kelas kontrol 10,15, dan berdasarkan hasil uji ANAVA maka perbedaan kemampuan penalaran matematika siswa dengan F hitung adalah 4,044 dengan signifikansi α = 0,048. Karena taraf nilai signifikan kemampuan penalaran matematika lebih kecil dari α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematika siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah PBM dan Pembelajaran secara konvensional. Hasil penelitian menunjukkan: 1 terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematika siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah PBM dan pembelajaran konvensional. 2 Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematika siswa. Kata kunci : Pendekatan pembelajaran Matematika PBM, Pembelajaran Konvensional, Penalaran Matematika Pendahuluan Menyadari pentingnya matematika, maka belajar matematika seharusnya menjadi kebutuhan dan kegiatan yang menyenangkan. Namun dunia pendidikan matematika dihadapkan pada masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa pada setiap jenjang pendidikan. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan karakteristik matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika merupakan momok yang menakutkan. Russefendi 1991 juga menambahkan bahwa matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar dan ruwet, serta Abdurrahman 2003: 42 juga mengatakan bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar. Diakui sangat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran khususnya matematika seperti sikap, kemampuan, dan pengetahuan guru dan konteks belajar. Salah satu dari yang terpenting ialah proses belajar mengajar di kelas yang banyak diwarnai oleh kompetensi guru itu sendiri. Napitupulu 2008: 26 lebih lanjut menyatakan dalam penyampaian pengertian, defenisi, rumus, atau teorema. Para guru matematika seringkali bahkan hampir tidak pernah mengajak anak untuk menganalisis secara mendalam tentang objek tersebut sehingga anak kurang mantap untuk menguasainya. Berdasarkan dari data yang diperoleh pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kualuh Selatan bahwa rata-rata nilai hasil belajar matematika yaitu 65. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil belajar 29 Dosen Yayasan UMN Al Washliyah Medan 6456 matematika siswa belum mencapai yang diharapkan kurikulum, yaitu rata-rata nilai untuk kelas KKM adalah 75, sumber nilai raport siswa tahun pelajaran 20102011. Penalaran adalah suatu cara berpikir yang menghubungkan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat dan aturan tertentu yang telah diakui kebenarannya dengan menggunakan langkah-langkah pembuktian hingga mencapai suatu kesimpulan. Kemampuan penalaran tersebut merupakan dasar dari matematika itu sendi ri. “Berdasarkan etimologi, Matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bernalar” Depdiknas, 2003: 8. Menurut Wahyudin dan Sudrajat 2003: 180 “Penalaran atau kemampuan untuk berpikir melalui ide-ide yang logis merupakan dasar dari matemati ka”. Matematika menurut Sujono 1988:5 “merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan”. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan kemampuan penalaran matematik siswa dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan guru. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka, dan bahkan para siswa masih enggan untuk bertanya pada guru jika mereka belum paham terhadap materi yang disajikan guru. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. pendekatan pembelajaran berbasis masalah selain menyajikan kepada siswa masalah yang autentik, bermakna, memberikan kemudahan untuk melakukan penyelidikan, belajar tentang cara berpikir kritis juga dapat menggunakan masalah tersebut ke dalam bentuk pengganti dari suatu situasi masalah model matematika atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi.. Model pembelajaran ini sesuai dengan perspektif kontruktivisme yang memiliki prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial. Ibrahim dan Nur dalam Trianto, 2011: 96 menjelaskan bahwa manfaat model pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata d an simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.” Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian tentang penerapan model PBM yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa, sebab dalam pembelajaran ini dimulai dengan melakukan pemecahan masalah yang mendorong siswa untuk aktif dalam melakukan penyelidikan dan penemuan. Disamping itu, siswa dapat saling berdiskusi untuk menyelesaikan masalah maka diharapkan dapat meningkatkan aktifitas dan keterampilan sosial siswa dengan adanya saling membantu dalam menyelesaikan permasalahan. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematika siswa pada pendekatan PBM dan pembelajaran secara konvensional, serta untuk melihat apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan penalaran matematika. 6457 Landasan Teori 1. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Setiap manusia dalam kehidupannya selalu akan dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan suatu keterampilan dan kemampuan untuk memecahkannya. Pembelajaran berbasis masalah PBM disebut juga Problem Based Instrction. Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebagai pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak starting point pembelajaran. Masalah –masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata real world, yang akrab dengan kehidupan sehari –hari para siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide yang esensial dari materi pelajaran dan membangunnya ke dalam sturuktur kognitif, senada dengan yang dikatakan oleh Nurhadi 2004 pengajaran berbasis masalah adalah suatu pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan penalatan terhadap suatu masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek kognitif siswa dan pembelajarannya berpusat kepada siswa.. Kemudian diperkuat oleh Arends Trianto, 2008:78 pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalah yang atutentik dengan maksud untuk menyususn pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Dalam pendekatan pembelajaran berbasis masalah ditekankan bahwa pembelajaran dikendalikan dengan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan memecahkan masalah, dan masalah yang diajukan kepada siswa harus mampu memberikan informasi pengetahuan baru sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru sebelum mereka dapat memecahkan masalah itu. Berarti apabila kita menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah pada proses belajar mengajar salah satu karakteristiknya adalah masalah diketemukan terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan proses belajar mengajar yang biasa dilakukan pada umumnya yaitu masalah disajikan setelah pemahaman konsep, prinsip dan keterampilan. Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis masalah, pembelajarannya lebih menekankan pada aspek kognitif siswa. Pembelajaran diawali dengan memberikan masalah. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah haruslah bersifat top-down artinya diawali dengan masalah yang kompleks, dilanjutkan dengan masalah-masalah yang spesifik dengan maksud mencari solusi masalah kompleks tersebut. Dalam pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, guru harus mengupayakan siswa agar dapat dengan sendirinya mengkonstruk konsep maupun prinsip- prinsip matematika. Pembelajaran yang akan dilakukan harus terlebih dahulu dirancang oleh guru, dan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan pembimbing.

2. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran secara konvensional adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh disertai tanya jawab. Pada 6458 pembelajaran konvensional dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus berbicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Proses pembelajaran matematika yang berlangsung saat ini yaitu pembelajaran dimulai dari teori kemudian diberikan contoh dan diikuti dengan soal latihan, dengan menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran. Soedjadi 2001 menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini telah menjadi kebiasaan para guru menyajikan pelajaran dengan urutan sebagai berikut: 1 dengarkan teoridefinisiteorema, 2 diberikan contoh- contoh, 3 diberikan latihan soal-soal. Dalam latihan soal ini baru diberikan bentuk soal cerita yang mungkin terkait dengan terapan matematika atau kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran dengan secara konvensional memiliki cirri-ciri, yaitu: 1 pembelajaran berpusat pada guru, 2 terjadi passive learning, 3 interaksi di antara siswa kurang, 4 tidak ada kelompok-kelompok kooperatif dan 5 penilaian bersifat sporadis. Hadi 2005 menyatakan beberapa hal yang menjadi ciri pembelajaran berpusat pada guru, guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang didalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan menggunakan pembelajaran konvensional, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa lebih pasif dalam belajar dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan. 3. Kemampuan Penalaran Matematika Kemampuan penalaran merupakan salah satu kompetensi dasar matematika disamping pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah. Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam rangka menarik kesimpulan dari fakta- fakta yang telah diketahui siswa sebelumnya. Berfikir dilakukan dengan cara menghubungkan antara bagian-bagian informasi yang ada pada diri seseorang dengan masalah yang sedang dihadapi Berfikir dilakukan dengan cara menghubungkan antara bagian-bagian informasi yang ada pada diri seseorang dengan masalah yang sedang dihadapi. Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal yang disebut belajar bernalar. Kemudian Suriasumantri 2005:42 juga menyatakan penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Diperkuat oleh Artzt dan Yalo Femia 1999 merumuskan bahwa penalaran matematis adalah bagian dari berfikir matematis yang meliputi membuat perumuman dan menarik kesimpulan sahih tentang gagasan-gagasan dan bagaimana gagasan tersebut saling terkait. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus kasus yang bersifat individual disebut penalaran induktif. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual, penalaran seperti itu disebut penalaran deduktif. Kemampuan penalaran yang dimiliki oleh siswa adalah kemampuan memberi alasan yang masuk akal, belajar untuk bernalar dan pembuktian adalah siswa mampu menggunakan pearan pada proses dan sifat,