6365 kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara
politis, kehidupan kenegaraanpun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah
yang berasal dari agama. 2. Pancasila
Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupannya sebagai warga Negara. 3. Budaya
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan belief manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari
interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan,
sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. 4. Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai
nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
C. Kehidupan Berkarakter Cerdas
Amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana tertera pada pembukaannya menegaskan bahwa salah satu tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut menyandang dua kata pokok, yaitu kehidupan dan kecerdasan. Kedua kata itu perlu mendapat penegasan dan penguatan untuk terwujudnya amanat Undang-
Undang Dasar yang dimaksudkan. Pembangunan karakter cerdas itu dilakukan melalui pendidikan dengan proses pembelajaran yang
menanamkan dan menempakan kaidah-kaidah atau nilai-nilai karakter dan kecerdasan secara terintegrasikan dalam kadar yang tinggi dan konsisten sehingga terbangun karakter cerdas pada diri peserta didik dalam berbagai
bidang dan wilayah kehidupan. Model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan sangat penting untuk
diperhatikan agar nilai-nilai yang akan dikembangkan tepat sasaran dan diminati untuk dipelajari, dilandasi oleh kaidah-kaidah keilmuan pendidikan, kondisi praksis dan tindakan praktik yang efektif.
6366 Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter harus diupayakan dengan melakukan usaha sungguh-
sungguh, sistematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang, bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyatnya.
Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa
tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme.
D. Pemahaman Karakter Bangsa
Pendidikan karakter bangsa berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik dan berprilaku baik sesuai dengan falsafah hidup
Pancasila, dan pemahaman karakter bangsa terlihat apabila peserta didik mampu bersikapberpikir sesuai dengan nilai-nilai karaktermuatan pendidikan karakter itu. Dalam penelitian ini kriteria penilaian pemahaman dilihat dari
angka-angka yang diperoleh siswa yaitu : Nilai 71
–100 = A Sangat Paham Nilai 61
– 70 = B Paham Nilai 51
– 60 = C Kurang Paham Nilai 41
– 50 = D Tidak Paham
E. Pembelajaran konvensional.
Pada pembelajaran konvensional, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan cenderung berpusat pada guru dalam merancang dan mengimplementasikan program pembelajara sehingga peran guru sangat dominan
dalam kegiatan pembelajaran. Guru akan lebih banyak memberikan informasi-informasi sedangkan siswa sebagai pendengar yang secara seksama akan merekam dan menyimak penjelasan yang diberikan guru.
Kelebihan metode ini yaitu penggunaan waktu yang cukup efisien dan pesan yang dapat disampaikan sebanyak-banyaknya. Kelemahannya guru sering mengalami kesulitan dalam mengukur sejauhmana pemahaman
siswa tentang materi yang diceramahkan karena siswa cenderung bersifat pasif.
F. Metode Pembelajaran Kontekstual atau CTL Contextual Teaching and Learning.
Pembelajaran CTL merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan
dipelajarinya, dan menghubungkannya dengan dunia nyata. Menurut Rusman 2012 :190 pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning merupakan
konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk mempelajari materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
6367 langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan yang nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajari, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai prilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan Kontekstual CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme construktivism, menemukan inquiry, bertanya questioning, masyarakat belajar
learning community, pemodelan modeling, refleksi reflection, dan penilaian yang sebenarnya Authentic.
G. Tujuan Pembelajaran CTL
1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari,
sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari setiap permasalahan.
1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain. Seperti yang peneliti kutip dari jurnal yang ditulis oleh Eli Nurwani, Aunurrahman, Adi Usman,
denga n judul ”Implementasi Strategi Pembelajaran Kontekstual Pada Pelajaran IPS Terpadu Untuk Perolehan
Belajar Siswa” di SMP Negeri 2 Ketapang, TA. 20132014 terbukti berhasil meningkatkan Kemampuan perolehan belajar siswa. http:download.portal. garuda.orgarticle.php.
Selanjutnya peneliti mengutip jurnal yang ditulis oleh Jamrut, Aman, dengan judul ”Peningkatan Hasil
Belajar IPS melalui implementasi CTL metode GI Group Investigation Berbantuan Media SMP Negeri 6 Raha Yogyakarta” T.A 20142015, terbukti berhasil meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPS kelas
VIII-1, SMP Negeri 6 Raha Yogyakarta.
H. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Kontekstual atau CTL contextual teaching and
learning yang akan diterapkan adalah : - Siswa diberi wacana tentang pendidikan karakter bangsa.
- Peneliti menerangkan seperlunya tentang pendidikan karakter bangsa. - Mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok kecil, sekitar 3-4 orang untuk belajar,
menjawab soal-soal, memecahkan masalah bersama, dan menyimpulkan. - Waktu diperhitungkan sebaik mungkin, sesuai dengan jam pelajaran.
- Jawaban yang diberikan harus sesuai dengan contoh-contoh yang dialami sendiri, keluarga, teman, atau lingkungan.
6368
3. Hasil dan Pembahasan A. Hasil
Pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan proses pengujian penelitian yaitu hasil tes pada siklus I sebelum menggunakan metode pembelajaran kontekstual atau CTL dan hasil tes pada siklus II sesudah
menggunakan metode pembelajaran kontekstual atau CTL. Selanjutnya dapat diketahui apakah ketuntasan belajar pada siklus I telah tercapai atau belum, dapat
dilihat dari hasil perhitungan secara klasikal sebagai berikut : PKK
Ketuntasan hasil belajar siswa siklus I adalah 47,3 dengan siswa yang memperoleh nilai minimal 70
sebanyak 18 orang. Dari 38 siswa yang mengikuti tes terdapat 18 orang 47,3 yang mencapai syarat ketuntasan belajar
yaitu mencapai nilai lebih besar atau sama dengan 70, sedangkan 20 siswa 52,7 tidak mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan perhitungan penelitian hasil belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa tingkat pemahaman nilai-nilai karakter bangsa belum mencapai ketuntasan belajar yaitu 47,3 yang artinya pemahaman
siswa berada pada tahap yang belum baik.
Ketuntasan belajar pada siklus II, dapat dilihat dari hasil perhitungan secara klasikal sebagai berikut : PKK
Berdasarkan perhitungan, ketuntasan hasil belajar siswa siklus II adalah 78,9 dengan siswa yang memperoleh nilai minimal 70 sebanyak 30 orang.
Dari 38 siswa yang mengikuti tes terdapat 30 orang 78,9 telah mencapai syarat ketuntasan belajar yaitu mencapai nilai lebih besar atau sama dengan 70, sedangkan 8 siswa 21,1 tidak mencapai ketuntasan
belajar. Berdasarkan perhitungan penelitian hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan bahwa tingkat pemahaman nilai-nilai karakter bangsa telah mencapai ketuntasan belajar yaitu 79,9 yang artinya pemahaman
nilai-nilai karakter bangsa siswa berada pada tahap cukup baik.
B. Pembahasan
Hasil tes siklus I belum mencapai kategori baik, hal ini terlihat dari tingkat ketuntasan belajar siswa yang hanya mencapai 47,3. Berdasarkan indikator keberhasilan yang ditetapkan pada penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penelitian belum berhasil, karena ada kekurangan dalam pembelajaran selama siklus I dilaksanakan. Repleksi terus diupayakan untuk melihat hal-hal apa saja yang menyebabkan siswa belum mampu
untuk menjawab tes yang diberikan, meskipun pembelajaran telah dilaksanakan sebaik mungkin dengan menggunakan metode pembelajaran ceramah, yaitu memberikan wacana tentang pendidikan karakter bangsa,
6369 menerangkan, tanya jawab dan diskusi. Tetapi tampak dari pengamatan peneliti bahwa siswa masih banyak yang
belum serius menanggapi pembelajaran, masih banyak yang bermain-main, tidak semangat dan tidak begitu paham tentang materi tersebut. Selanjutnya sesuai dengan rencana yang telah disusun, peneliti kembali
mengajarkan tentang materi pendidikan karakter bangsa dengan menggunakan metode kontekstual atau CTL contextual teaching and learning. Peneliti menerangkan seperlunya tentang metode pembelajaran ini,
menerangkan hal-hal yang harus dilakukan, membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang dalam satu kelompok, dan memberikan wacana tentang Pendidikan Karakter Bangsa.
Siswa terlihat antusias dan menyukai cara yang penulis lakukan, terlihat dari seluruh siswa tidak ada yang tidak mengikuti petunjuk yang peneliti berikan. Peneliti masih tetap menerangkan tentang hal-hal yang sulit
dipahami, serta memberikan siswa kesempatan untuk bertanya. Semua berjalan lancar dalam situasi yang hangat dan menyenangkan.
4. Kesimpulan
Metode pembelajaran kontekstual atau CTL contextual teaching and learning dapat meningkatkan pemahaman nilai-nilai karakter bangsa dilihat dari hasil skor penilaian siklus II yaitu 78,9 yang lebih baik
dari skor penilaian siklus I yaitu 47,3.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, 2012, Penelitian Tindakan Kelas
,
PT. Bumi Aksara, Jakarta Asrori, Mohammad, 2011, Penelitian Tindakan Kelas, CV Wacana Prima, Bandung.
Daryanto, H., 2012, Evaluasi Pendidikan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri, 2005, Guru dan Anak Didik, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Khairtati, 2010, Pendidikan Berkarakter, Makalah Pendidikan dan pelatihan PGSI Kota Medan. Muslich, Masnur, 2011, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
Bumi Aksara, Jakarta. Mulyasa, H.E, 2013, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Ngalimun,2011. Strategi dan Model Pembelajaran, Aswaja Presindo, Yogyakarta. Prayitno Manullang, Belferik, 2010, Pendidikan Karakter Dalam Pembangunan Bangsa, Penerbit
Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Probowati, Yusti, dkk, 2011, Pendidikan Karakter Perspektif Guru dan Psikolog, Penerbit Selaras, Malang.
Pidarta, Made, 2011, Manajemen Pendidikan Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Reality, Tim, 2008, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Reality Publisher, Surabaya.
Rusman, 2013, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Syaodih Sukmadinata, Nana, 2012, Metode Penelitian Pendidikan, PT.Remaja Rosda Karya, Bandung.
Suryosubroto,B, 2005, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Sukadi, 2007, Guru Powerful Guru Masa Depan, Diterbitkan oleh Kolbu, Bandung.
Trianto, 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif
, Kencana Prenada Media,
Jakarta. Yamin, Martinis, 2013, Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran, Press Group, Jakarta.