Keadilan dan Kesetaraan Gender Tingginya Jumlah Penduduk Miskin .

68

j. Keadilan dan Kesetaraan Gender

Pencapaian keadilan dan kesetaraan gender bukan hal yang mudah. Cukup banyak kasus yang menjadi bukti bahwa dampak pembangunan telah mengakibatkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Dua indikator yaitu angka I ndeks Pembangunan Manusia Human Development I ndex HDI yang merupakan indeks komposit dari komponen pendidikan, kesehatan dan ekonomi; dan Gender-related Development I ndex GDI . Menurut HDR 2005, I ndonesia berada pada peringkat HDI ke-110 dari 170 negara di dunia, dengan indeks sebesar 0,697; sedangkan untuk GDI menduduki peringkat ke-87 dari 140 negara di dunia, dengan indeks sebesar 0,691. Perbedaan angka HDI dan GDI merupakan indikasi adanya kesenjangan gender. Ukuran lain yang dapat menunjukkan tingkat keberhasilan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah Gender Empowerment Measurement GEM. Angka indeks ini dihitung dari partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik dan pengambilan keputusan, sehingga berguna untuk mengukur ketimpangan gender di 3 tiga hal tersebut. Angka GEM I ndonesia pada tahun 2005 kurang lebih 0,458; yang berarti peran perempuan dalam bidang ekonomi, politik dan pengambilan keputusan kurang dari separuh dari peran laki-laki. Di bidang politik, meskipun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, namun hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Menurut Komisi Pemilihan Umum 2005 keterwakilan perempuan di DPR adalah 11,6 persen dan di DPD sebesar 19,8 persen. Sementara itu, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari persentase perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I , I I , dan I I I , yaitu masing-masing 9,6 persen; 6,7 persen; dan 13,5 persen.

k. Kesejahteraan dan Perlindungan Anak

Kesejahteraan dan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi UU No. 23 tahun 2002. Dalam pengertian ini tersirat bahwa anak terlindungi 69 dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, dan eksploitasi. Namun, fakta menunjukan anak menghadapi berbagai permasalahan. Meningkatnya persentase anak dengan gizi buruk dari 8,3 persen menjadi 10,1 persen atau dari 1,8 juta di tahun 2004 menjadi 2,3 juta di tahun 2006. Angka Partisipasi Murni APM SD 95 persen dan APM 67 persen atau 28 persen putus sekolah dan rata-rata anak I ndonesia bersekolah 6,7 tahun. Fakta lain, kasus- kasus kekerasan pada anak meningkat, seperti 23 anak diperkosa oleh ayahnya; kasus anak diperdagangkan meningkat; pekerja anak masih tinggi; anak jalanan sulit dikendalikan; anak dengan narkoba meningkat tajam; dan masalah-masalah perlindungan khusus lainnya. Sementara itu, Departemen Kesehatan mencatat 154 bayi terinfeksi HI V AIDS dan ratusan anak remaja terinfeksi HI V AI DS. Konvensi Hak Anak KHA merupakan instrumen internasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak. I ndonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990. Konsekuensinya, sejak itu I ndonesia tunduk pada ketentuan internasional. KHA merinci kewajiban Negara untuk memenuhi 31 hak anak. Ketiga puluh satu hak anak ini dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yaitu: pertama, hak dan kebebasan sipil; kedua, lingkungan keluarga dan pemeliharaan anak; ketiga, kesehatan dasar dan kesejahteraan; keempat, pendidikan, kegiatan liburan dan budaya; dan kelima, perlindungan khusus. Untuk mempercepat terimplementasinya KHA di tingkat kota pada masing-masing negara, pihak UNI CEF memperkenalkan Child Friendly City pada Konferensi Kota I stambul, 1996. I nti dari inisiatif ini adalah mengarahkan pada transformasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB tentang Hak- hak Anak dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program.

3. I su Strategis Dalam Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan uraian gambaran umum seperti telah dirumuskan diatas dapat dirumuskan isu strategis dalam pembangunan yang harus menjadi pusat perhatian dalam lima tahun mendatang, antara lain sebagai berikut :

a. Tingginya Jumlah Penduduk Miskin .

Persoalan mendesak yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Tengah adalah tingginya jumlah penduduk miskin, yaitu sebesar 6.667.200 orang 20,49 70 pada tahun 2007. Pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin, yaitu 6.980.000 orang 21,78 . Dengan demikian, selama lima tahun jumlah penduduk miskin hanya berkurang 112.800 orang atau hanya berkurang 1,29 .

b. Tingginya Jumlah Penganggur.