Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

60 7.932,763 bidang tanah atau 37,64 yang telah bersertifikat sampai dengan tahun 2007, sehingga konflik pemanfaatan antara lain pemanfaatan fungsi lindung dengan fungsi budidaya industri, perumahan, infrastruktur sawah menjadi non sawah dan lain sebagainya, dan sengketa tanah baik antar masyarakat maupun antar daerah masih cukup banyak terjadi terutama pada daerah perkotaan dan perbatasan. Upaya land reform pada masyarakat rumah tangga miskin secara bertahap terus dilakukan. Di samping itu, upaya untuk pengaturan kepemilikan tanah baik Hak Guna Bangunan HGB, Hak Guna Usaha HGU, Hak Pengelolaan HP maupun tanah terlantar dan tanah timbul terus diselesaikan inventarisasinya secara bertahap sejalan dengan penertibannya demikian juga dengan batas daerah, baik antar kabupaten atau kota maupun antarprovinsi.

9. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat saat ini masih merupakan andalan dalam proses pembangunan, namun pemanfaatannya telah melampaui kemampuan daya dukung kelestarian lingkungan. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan timbulnya beberapa bencana lokal berupa tanah longsor, penggundulan hutan, meningkatnya lahan kritis, banjir, kekeringan, dan pencemaran lingkungan. Disamping itu, dampak yang telah dirasakan berupa krisis pangan, energi serta gangguan keseimbangan siklus air. Sehubungan dengan hal tersebut komitmen pembangunan berkelanjutan dan kelestarian lingkungan yang merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goals MDGs sektor kehutanan telah mengambil peran yang sangat penting dalam upaya pemulihan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Guna menjaga kualitas lingkungan suatu wilayah, salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah pembangunan kawasan hutan dan pengembangan kawasan konservasi seperti Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan kawasan lindung lainnya. Sampai dengan tahun 2006, luas kawasan hutan seluas 757.250 ha yang terdiri atas kawasan hutan daratan seluas 647.133 ha dan kawasan hutan konservasi perairan seluas 110.117 ha, sedangkan kawasan lindung diluar kawasan hutan yang mempunyai fisiografi seperti hutan lindung seluas 222.759 ha dan hutan mangrove seluas 1.950 ha. 61 Sumber daya hutan di Jawa Tengah, terdiri dari hutan negara mencapai 19,88 dari luas wilayah SK Menhut No. 359 Menhut-I I 2004 dan hutan rakyat mencapai 10,63 dari luas wilayah Jawa Tengah. Adapun luas kawasan hutan negara di Jawa Tengah seluas 638.660,71 ha. tersebut seluas 647.133 ha, terdiri dari kawasan Hutan Produksi 546.290 ha yang terbagi kawasan Hutan Produksi Tetap HP seluas 362.360 ha, kawasan Hutan Produksi Terbatas HPT seluas 183.930 ha, dan Hutan Lindung 84.430 ha. Luas hutan rakyat bersifat dinamis dan pada tahun 2006 seluas 345.822 ha. Luas kawasan yang berfungsi hutan telah melebihi 30 , hal ini sesuai dengan amanat UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, namun demikian kualitas belum optimal, sebarannya belum proporsional sehingga fungsi hutan sebagai fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi belum optimal. Disamping hal tersebut, permohonan untuk penggunaan kawasan hutan di luar sektor kehutanan alih fungsi lahan semakin tinggi. Penurunan kualitas lingkungan ditandai adanya lahan kritis diluar kawasan hutan dan tanah kosong di dalam kawasan hutan. Pada tahun 2006 luas lahan kritis kritis dan sangat kritis di luar kawasan hutan seluas 654.896,77 ha dan tanah kosong didalam kawasan hutan negara seluas 81.767,8 ha dan kawasan konservasi alam seluas 3.073,90 ha. Mulai tahun 2003 sampai tahun 2007 telah dilakukan penanaman kembali lahan kritis seluas 239.073,5 ha, sehingga pada tahun 2007 diperkirakan masih terdapat lahan kritis seluas 415.823,27 ha. Kerusakan wilayah pesisir dan laut yang terjadi hampir di seluruh wilayah pantai kabupaten kota di Jawa Tengah. Keberadaan terumbu karang dan padang lamun juga sudah mulai terancam akibat peningkatan aktivitas budidaya yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan hutan mangrove pada tahun 2007 di wilayah pesisir mencapai 3.813,47 ha, kerusakan akibat abrasi seluas 4.114,78 ha, dan kerusakan pada terumbu karang mencapai 361,80 ha Bappedal Prov Jateng, 2007. Disisi lain, terdapat 2.411 usaha yang diperkirakan menghasilkan limbah cair rata- rata sebesar 5 m 3 hari atau mencapai 1.159.592.400 m 3 per tahun yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Volume timbunan sampah tahun 2007 yang dihasilkan masyarakat Provinsi Jawa Tengah diperkirakan mencapai 48.570,18 m 3 hr, pada tahun 2008 mencapai 48.874,81 m 3 hr dan diperkirakan meningkat menjadi 49.082,82 m 3 hr pada tahun 2009 dengan asumsi setiap penduduk 62 mengeluarkan sampah ± 1,5 ltr hr; semuanya mempunyai andil terhadap pencemaran udara, tanah perairan, menurunnya estetika lingkungan, serta menjadi habitat perkembangan vektor penyakit. Kegiatan industri disamping menghasilkan limbah cair dan padat juga menghasilkan emisi gas ke udara pencemar CO, CO2, S02, NO2, debu dan partikel. Beban pencemaran udara berasal dari sumber bergerak pada tahun 2006 berasal dari kendaraan dengan plat nomor Jawa Tengah sebanyak 5.055.628 buah dan kendaraan luar daerah yang melintasi wilayah Jawa Tangah kurang lebih mencapai 340.230 ton tahun partikel debu, SO2 mencapai 374.093 ton tahun, NO2 mencapai 340.230 ton tahun, HC mencapai 2.395.670 ton tahun, dan CO mencapai 103.546.075 ton tahun. Selama tahun 2006 s d 2007, beban pencemaran udara dari parameter debu, S02, N02, HC dan CO mengalami peningkatan sebesar 1 dari sumber tidak bergerak, sedang pencemaran dari sumber bergerak mencapai 3 . Selama tahun 2007, Provinsi Jawa Tengah dilanda berbagai macam bencana alam baik banjir, tanah longsor, angin puting beliung dan gelombang pasang air laut. Berdasarkan data terakhir, tercatat korban meninggal dunia sebanyak 147 orang, luka berat 189 orang, dan luka ringan 85 orang: Upaya untuk mencegah dan menanggulangi bencana alam yang telah dilakukan, antara lain dengan meningkatkan prasarana dan sarana penanggulangan bencana alam. Sampai dengan pertengahan tahun 2008, prasarana dan sarana penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Tengah terdapat 65 jenis, diantaranya perahu karet 127 unit, pelampung 380 unit, felt bed 829 unit, tenda peleton 367 unit, mobil pemadam kebakaran 63 unit, excavator 26 unit, dumptruck 35 unit, whell loader 9 unit, ambulance 150 unit, mobil recue 4 unit, mobil tangki air 59 unit, dozer 6 unit, gergaji mesin 65 unit, perahu fiber 20 unit, alat selam 14 unit, mesin tempel 52 unit, life jacket 300 unit, tenda terpal plastik 2.097 unit, matras 3.024 unit, mobil dapur umum 7 unit, perahu dolphin 3 unit, dayung aluminium 18 unit, kawat beronjong 2.950 buah, truck crane 9 unit. 63

E. Analisis Lingkungan Strategis

1. Kondisi Lingkungan I nternasional

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pelaksanaan pembangunan daerah sejak dari perumusan kebijakan hingga implementasinya dapat terpengaruh oleh isu-isu atau permasalahan penting yang berkembang di dunia internasional. I su-isu internasional yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap pembangunan Propinsi Jawa Tengah 2008-2013 adalah sebagai berikut:

a. Globalisasi Perdagangan Dan Jasa

Globalisasi yang sedang kita hadapi mengakibatkan persaingan dagang maupun jasa semakin ketat. Bagi Jawa Tengah hal ini berarti tantangan berat terhadap sektor usaha baik barang maupun jasa untuk dapat memproduksi barang dan jasa yang berkualitas dan efisien, sehingga kompetitif menghadapi persaingan global tersebut. Disisi lain perlu upaya-upaya akselerasi peningkatan kualitas SDM tenaga kerja agar mampu bersaing di pasar kerja internasional. Terkait dengan isu perdagangan bebas, saat ini I ndonesia tidak lagi menjadi tujuan utama para investor untuk menanamkan modalnya dibanding negara Asia lainya seperti China, Vietnam, Korea dan Taiwan. Sementara I ndonesia sangat membutuhkan kehadiran investor untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Bagi Propinsi Jawa Tengah kondisi semacam ini dapat berakibat berkurangnya nilai realisasi investasi yang akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja atau pengurangan pengangguran.

b. Fluktuasi harga minyak mentah di pasar dunia

Negara I ndonesia meskipun merupakan negara produsen minyak, namun besarnya produksi tidak sebanding dengan tingginya konsumsi sehingga I ndonesia merupakan negara “net importir” minyak, dimana volume ekspor lebih kecil dibandingkan volume impor. Sementara itu sebagian besar minyak