LAPORAN AKHIR
RAD-Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi DIY Tahun Anggaran 2012
130
Tabel 4.58 Analisis Perhitungan Estimasi Kadar Emisi Kendaraan Tahun 2020
Berdasarkan Jarak Perjalanan dalam Gigagram Gg
JENIS KENDARAAN CO2
Harian Gg
CO2 Bulanan
Gg CH4
Harian Gg
CH4 Bulanan
Gg NO2 Harian
Gg NO2
Bulanan Gg
Kendaraan Tidak Bermotor
no no
no no
no no
Sepeda Motor 0.72
15.89 0.000344
0.007569 0.000050862 0.000000001 Mobil Penumpang Bensin
0.10 2.29
0.000049 0.001088 0.000007314 0.000000000
Mobil Penumpang Diesel 0.01
0.28 0.000001
0.000015 0.000001079 0.000000000 Bus Sedang
0.00 0.01
0.000000 0.000001 0.000000054 0.000000000
Bus Besar 0.00
0.00 0.000000
0.000000 0.000000018 0.000000000 Truk
0.00 0.00
0.000000 0.000000 0.000000002 0.000000000
Truk Gandeng 0.00
0.00 0.000000
0.000000 0.000000000 0.000000000 Truk Tempel
0.00 0.00
0.000000 0.000000 0.000000000 0.000000000
Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012
Hasil konversi berdasarkan perhitungan menurut satuan gram untuk estimasi Gas Rumah Kaca sampai dengan Tahun 2020 dikalikan dengan jumlah faktor pengali 1000. Hasil
perhitungan yang dihasilkan untuk emisi gas rumah kaca dalam perhitungan gram secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.59 Analisis Perhitungan Estimasi Kadar Emisi Kendaraan Tahun 2020
Berdasarkan Jarak Perjalanan dalam Gram gr
JENIS KENDARAAN
CO2 Harian Gram
CO2 Bulanan Gram
CH4 Harian
Gram CH4
Bulanan Gram
NO2 Harian
Gram NO2
Bulanan Gram
Kendaraan Tidak Bermotor
no no
no no
no no
Sepeda Motor 722,477,021.07 15,894,494,463.43 344,036.68 7,568,806.89 50,862.38
1.10 Mobil
Penumpang Bensin
103,899,072.28 2,285,779,590.06
49,475.75 1,088,466.47 7,314.49
0.16 Mobil
Penumpang Diesel
12,570,195.45 276,544,299.95
661.59 14,554.96
1,078.52 0.00
Bus Sedang 624,560.39
13,740,328.51 32.87
723.18 53.59
0.00 Bus Besar
208,643.71 4,590,161.73
10.98 241.59
17.90 0.00
Truk 27,809.47
611,808.29 1.46
32.20 2.39
0.00 Truk Gandeng
93.46 2,056.12
0.00 0.11
0.01 0.00
Truk Tempel 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012
Perlu diketahui bahwa hasil perhitungan diatas belum memasukkan komponen delaytundaan lalu lintas terutama pada lokasi-lokasi simpang bersinyal maupun simpang
tidak bersinyal.
4.1.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Gas Rumah Kaca
Berdasarkan hasil perhitungan emisi gas rumah kaca di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didapat hasil total secara keseluruhan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
LAPORAN AKHIR
RAD-Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi DIY Tahun Anggaran 2012
131
Tabel 4.60 Hasil Rekapitulasi Perhitungan Gas Rumah Kaca
No. Sektor
CO2Tahun CH4Tahun
N2OTahun Satuan
1 Sektor Peternakan -
16.49746 0.00000 GgTh
2 Sektor Berbasis Lahan 21.10598
- 0.00000 GgThKm2
3 Sektor Industri 2.59476
0.00029 0.00009 GgTh
4 Sektor Transportasi 195.49300
0.07859 0.00059 GgTh
5 Sektor Limbah 42.37000
2.02000 0.00000 GgTh
6 Sektor Energi 1,311.54000
- - GgThMWh
Jumlah 1,573.10374
18.59634 0.00068 GgTh
Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012
Berdasarkan hasil rekapitulasi pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah gas rumah kaca dominan adalah pada sektor Energi dan transportasi untuk CO
2
sedangkan untuk gas methan dominan adalah pada sektor pertanian. Hal ini menjadikan perhatian penting bahwa
sektor transportasi memegang peranan penting sistem distribusi manusia dan barang, sedangkan pertanian dalam penyediaan komoditas pangan bagi masyarakat, namun hasil
perhitungan diatas hanya menggunakan data dari pertanian pada sub sektor peternakan yang dihitung berdasarkan jumlah kotoran ternak yang dikeluarkan tiap jenis ternak. Secara
lebih jelasnya hasil rekapitulasi pada tabel diatas dapat dilihat pada gambar berikut ini.
LAPORAN AKHIR
RAD-Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi DIY Tahun Anggaran 2012
132
Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012
Gambar 4.27 Grafik Rekapitulasi Hasil Perhitungan Gas Rumah Kaca di Provinsi
DIY
4.1.7 Analisis Ruang Wilayah Provinsi DIY
Mengkaji konsep perkembangan kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya akan melihat dan mengkaji beberapa skema bentuk kota dan struktur ruang kota di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat awalnya berkembang dari keberadaan Kota Yogyakarta dengan Keraton Yogyakarta sebagai pusat
pemerintahan yang secara linier berkembang dari filosofi sumbu imaginer dari keberadaan :
• Gunung Merapi;
• Tugu Golong Gilig;
• Keraton Yogyakarta;
• Pantai Selatan Samudera Hindia
Filosofi tersebut kemudian berkembang, diantaranya konsep linier dari garis imajiner tersebut membawa wilayah Perkotaan Yogyakarta secara umum berkembang pada konsep
linieritas dengan pola Ribbon pita mengikuti sumbu jalan Malioboro-AM Sangaji dan sampai dengan batas Kota Yogyakarta Tugu Krapyak.
0,00000 200,00000400,00000600,00000800,000001.000,00000 1.200,00000
1.400,00000 Sektor Peternakan
Sektor Berbasis Lahan Sektor Industri
Sektor Transportasi Sektor Limbah
Sektor Energi
Total Emisi Gg
Sektor Peternakan
Sektor Berbasis
Lahan Sektor
Industri Sektor
Transportasi Sektor Limbah Sektor Energi
N2OTahun 0,00000
0,00000 0,00009
0,00059 0,00000
0,00000 CH4Tahun
16,49746 0,00000
0,00029 0,07859
2,02000 0,00000
CO2Tahun 0,00000
21,10598 2,59476
195,49300 42,37000
1.311,54000
LAPORAN AKHIR
RAD-Penurunan Emisi Gas Rum Keseluruhan kawasan tersebu
padat dan kemudian mengem Koridor Jalan Kaliurang yang
Gajah Mada, kawasan Setur UPN, Universitas Atmajaya
perdagangan dan jasa, perho Kota Yogyakarta membentuk
Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusu
Gambar 4.28 Pola Perkem
Secara makro pola-pola per Perkotaan Yogyakarta yang
beberapa wilayah disekitarny Secara lebih jelasnya perkem
berikut ini.
Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusu
Gambar 4.29 Pola Konse
Kota Yogyakarta apabila dipo iron dan pola pemekaran sepe
apabila dilihat pada ruang sec Kota Yogyakarta membentuk
yang melingkupi Area Perkota dan grid yang menjadi pus
sedangkan untuk wilayah dis wilayah tergantung pada wilay
tergantung dengan wilayah pu adalah Kota Wonosari Gunu
Inti K
Laut Pusat
Rekreasi Pegunungan
Rumah Kaca di Provinsi DIY Tahun Anggaran 201 ebut berkembang menjadi kawasan perdagang
mbangkan kawasan-kawasn sekitarnya, seper g didukung oleh perkembangan aktivitas pend
turan yang didukung oleh perkembangan ak aya, Universitas Sanatadharma, serta be
hotelan, infrastruktur kesehatan, hiburan yang k pola Grid Iron.
usun, Tahun 2012
embangan Kota Berbentuk Grid Iron
erkembangan Kota yang tentunya lebih do g berkembang dari mulai Kota Yogyakarta
nya, meliputi Bantul, Sleman, dan sebagian k embangan tersebut dapat dilihat pada konsep
usun, Tahun 2012
sep Pemekaran Kota Yogyakarta
ipotret dalam kerangka mikro detail akan terl eperti dapat dilihat pada gambar dan uraian se
ecara makro untuk Provinsi Daerah Istimewa Y k pola Radial yang dapat dilihat dari pola jarin
otaan Yogyakarta yang didalamnya berkemba usat pertumbuhan di Provinsi Daerah Istim
isekitarnya akan memiliki kecenderungan da ilayah pusat, yaitu Kota Yogyakarta. Wilayah-
pusat tersebut dapat disebut dengan sub-sub nung Kidul, Kota Wates Kulon Progo, Kot
Selaput Inti Kota Inti Kota
PemekaranKota Kota
Perdagangan POLA KONSENTRIS
2012
133
ngan dan jasa yang erti Kawasan sekitar
ndidikan Universitas aktivitas pendidikan
beberapa aktivitas ng mengembangkan
dominan pada Area rta mengarah pada
n kecil Kulon Progo. sep pemekaran kota
erlihat pola-pola grid sebelumnya, namun
a Yogyakarta, bahwa ringan jalan lingkar
bang pola-pola linier timewa Yogyakarta,
dalam konsep ruang -wilayah yang akan
b pusat, diantaranya ota Bantul Bantul.
LAPORAN AKHIR
RAD-Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi DIY Tahun Anggaran 2012
134
Kota Sleman Sleman Wilayah-wilayah tersebut juga menjadi hinterland dari Area Perkotaan Yogyakarta.
Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012
Gambar 4.30 Pola Konsep Pola Ruang Provinsi DIY
Sub-sub pusat tersebut ke depan apabila dalam pendekatan perencanaan spasial tidak mengalami perubahan atau intervensi terkait dengan ketergantungan sub pusat terhadap
pusat, maka akan terjadi pola bangkitan dan tarikan yang semakin tinggi dan perkembangan pola jaringan jalan pada kawasan-kawasan sekitar jalur jalan arteri merah akan semakin
padat. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pemodelan bangkitan-tarikan perjalanan yang sudah dilakukan pada sub bab sebelumnya dan pola-pola ruang di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta akan semakin tidak menentu. Permasalahan-permasalahan yang muncul ke depan adalah :
1. Pola ruang yang tidak menentu; 2. Urban sprawl akan semakin banyak terjadi dan tidak tentu arah;
3. Konsep pengembangan infrastruktur hanya akan memenuhi kebutuhan penduduk, namun tidak mengarah pada perencanaan secara efisien;
4. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah inefisiensi pengembangan infrastriktur dan sarana pendukung wilayah lainnya;
5. Wilayah Provinsi DIY akan menjadi semakin padat dan tidak terkendali terutama dalam pengembangan area-area hunian baru;
6. Di sektor transportasi pola perkembangan tersebut apabila tidak diikuti dengan penanganan permasalahan pertumbuhan kendaraan bermotor dan pola manajemen
lalu lintas yang baik akan menimbulkan berbagai macam permasalahan lalu lintas
PUSAT
SUB SUB
SUB SUB
LAPORAN AKHIR
RAD-Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi DIY Tahun Anggaran 2012
135
terutama kemacetan dan tundaan lalu lintas yang akan semakin melebar ruang permasalahannya;
7. Area perkotaan Yogyakarta akan semakin padat dan akan mengalami titik jenuh pada beberapa tahun tertentu yang mendorong penduduk akan memilih wilayah-wilayah
pinggiran untuk bermukim. Hal ini sudah terjadi dimana penduduk mulai banyak menghuni area-area pinggiran yang saat ini menjadi hinterland wilayah Kota
Yogyakarta, seperti Sleman, Bantul, dan Piyungan yang menyebabkan terjadinya :
• Penyusutan lahan pertanian karena konversi lahan pertanian menjadi
permukiman; •
Berkurangnya catchment area; •
Berkurangnya tutupan lahan hutan karena beralih fungsi; •
Perjalanan penduduk akan semakin panjang terutama penduduk yang melakukan aktivitas pada kawasan pusat kota, namun tinggal didaerah pinggiran;
• Motivasi penggunaan kendaraan pribadi akan semakin tinggi untuk mencari
kenyamanan yang lebih karena angkutan umum secara eksisting tidak mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dari aspek biaya yang murah, waktu
tempuh perjalanan yang lebih cepat, serta tingkat kenyamanan maupun keamanan yang lebih baik;
• Konsumsi energi akan semakin meningkat;
• Lahan dikawasan perkotaan menjadi semakin mahal dan kawasan pinggiran akan
mengikuti peningkatan harga lahan tersebut; •
Degradasi lingkungan akan terjadi dimana akan terjadi peningkatan suhu global seiring dengan pengurangan tutupan lahan, peningkatan konsumsi energi,
peningkatan limbah, peningkatan kebutuhan akan pangan dari peternakan dan pertanian, dan masalah lingkunga lainnya yang secara keseluruhan akan
meningkatkan gas rumah kaca.
Permasalahan tersebut tentunya harus diatasi sedini mungkin dengan beberapa konsep pengembangan wilayah yang terintegrasi baik dengan penanganan aksi mitigasi dalam
mengantisipasi peningkatan gas rumah kaca yang menjadi inti permasalahan, dimana pemecahan masalah tersebut diikuti oleh pemecagan masalah sektoral lainnya.
4.1.8 Analisis Peran Sektoral Terhadap Kondisi Perekonomian di Provinsi DIY