47
F. Kerangka Pikir
Cerebral Palsy merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
kelumpuhan, kelemahan, kurangnya koordinasi, dan atau disfungsi motorik lainnya yang disebabkan oleh kerusakan otak Hallahan, Daniel P; Kauffman,
James M; Pullen, Paige C, 2009: 498. Cerebral palsy disebabkan oleh kerusakan bagian otak yang relatif kecil yang mengakibatkan masalah pada
tonus otot dan gerakan otot Taylor; Ronald; at all, 2009: 327. Jadi Cerebral Palsy
adalah suatu kondisi kerusakan otak sehingga tonus otot bermasalah dan mengakibatkan kelumpuhan, kelemahan, kekakuan, kurang koordinasi
bahkan disfungsi motorik. Cerebral Palsy
tipe spastik merupakan tipe anak CP yang mengalami kerusakan pada Pyramidal Tract atau Extrapyramidal. Anak tersebut akan
mengalami hambatan dalam sistem motorik karena kedua syaraf tersebut berfungsi untuk mengatur sistem motorik. Gangguan motorik dapat berupa
kekakuan dan kelumpuhan. Anak CP yang mengalami kelainan motorik juga akan mengalami kelainan persepsi. Karena persepsi yang diterima seseorang
harus melewati berbagai macam tahap. Tahapannya adalah melalui stimulus merangsang alat indera, diteruskan ke otak oleh syaraf sensori dan pada
akhirnya diterima oleh otak. Tugas otak untuk menerima, menafsirkan dan menganalisis rangsang yang kemudian terjadi persepsi. Namun, bagi anak CP
yang syaraf penghubung dan jaringan otak mengalami gangguan atau kerusakan maka proses tersebut tidak berjalan dengan lancar. Akibatnya
kemampuan persepsi anak CP mengalami hambatan. Selain itu, anak juga
48
mengalami gangguan dalam berbicara. Gangguan berbicara disebabkan karena kelainan motorik otot- otot bicara, karena kurang atau tidak terjadinya
proses interaksi dengan lingkungan sehingga anak kurang mampu dalam berbicara. Gangguan bicara yang lain dapat pula disebabkan oleh
ketidakmampuan anak dalam menirukan orang lain ketika berbicara. Kerusakan pada area tertentu dibagian otak juga dapat menyebabkan anak
mengalami hambatan ketika berbicara. Subjek tunadaksa kategori Cerebral Palsy kelas III SLB N 1 Bantul
memasuki usia berkisar 7- 11 tahun. Berdasarkan teori Piaget dalam Sugihartono dkk 2007: 109 mengenai tahap perkembangan kognitif anak,
maka subjek Cerebral Palsy ini berada pada tahap perkembangan operasional konkret. Subjek dapat diajak berpikir logis dengan cara membandingkan,
mencocokkan, menghubungkan fakta, akan tetapi membutuhkan media yang bersifat konkretdalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul, dapat diketahui bahwa salah satu siswa kelas III belum menguasai
kemampuan penjumlahan. Siswa tersebut adalah kategori anak Cerebral Palsy
tipe spastik yang disertai dengan hambatan intelektual. Hal tersebut dibuktikan dari tes IQ serta kemampuan subjek yang berada di bawah usia
subjek. Usia subjek 12 tahun seharusnya sudah duduk di kelas IV atau V SD. Namun, kemampuan subjek masih setara dengan anak kelas I sehingga materi
yang diberikan ketika pembelajaran adalah materi kelas I. Subjek sudah mampu mengenal konsep angka 1-20. Akan tetapi, subjek mengalami
49
hambatan dalam konsep penjumlahan dikarenakan subjek belum memahami konsep nilai tempat bilangan. Selain itu teknik penjumlahan yang digunakan
subjek tidak efektif untuk penjumlahan lebih dari angka 20. Untuk menjawab soal penjumlahan subjek harus membuat turus sebanyak angka yang akan
dijumlah. Teknik ini menghabiskan waktu lama dan hasil penjumlahan sering keliru sebab terlalu banyak turus yang harus dihitung oleh subjek.
Pembelajaran Matematika materi penjumlahan merupakan materi yang bersifat abstrak karena pada pelaksanaannya menggunakan konversi simbol-
simbol yang bersifat abstrak seperti angka, dan simbol operasi + dan =. Penjumlahan adalah aturan yang mengkaitkan bilangan cacah dengan suatu
bilangan cacah yang lain. Sebagai contoh:jika a dan b bilangan cacah. Kedua bilangan tersebut dikaitkan, maka dapat dilambangkan „a + b‟ yang dibaca „a
ditambah b‟. Hasil dari penjumlahan kedua bilangan cacah tersebut merupakan penjumlahan himpunan anggota a dan himpunan anggota b.
Kemampuan penjumlahan merupakan suatu proses penggabungan atau penyatuan dua buah bilangan atau lebih menjadi sebuah bilangan yang
disebut dijumlah. Kemampuan penjumlahan bilangan yang dimaksud disini adalah kemampuan anak Cerebral Palsy yang disertai hambatan intelektual
untuk menghitung atau menggabungkan dua buah bilangan atau lebih menjadi sebuah bilangan, sehingga diharapkan anak benar- benar dapat menghitung
hasil penggabungan dua bilangan tersebut dan mendapatkan hasil yang benar. Penjumlahan dua bilangan cacah dilakukan dengan menggunakan simbol
bilangan 0,1,2,3,4… dan simbol operasi penjumlahan +.
50
Banyaknya kekeliruan dalam belajar operasi penjumlahan disebabkan karena pembelajaran belum menggunakan media yang bersifat konkret
sehingga sulit diterima oleh siswa kelas III dasar. Untuk mengetahui kemampuan penjumlahan anak Cerebral Pasly yang disertai hambatan
intelektual lebih kepada prinsip Need For Multiple Presentation Mumpuniarti: 2007: 250 yaitu penyampaian pembelajaran dalam operasi
penjumlahan bentuk pendek tanpa teknik penyimpanan dibantu dengan menggunakan media atau alat peraga.
Berdasarkan pernyataan di atas maka dalam proses pembelajaran dibutuhkan media yang bersifat konkret. Dalam penelitian ini alternatif media
yang digunakan adalah media gambar Upin Ipin yang merupakan media semi konkret dari simbol bilangan. Media gambar Upin Ipin ini dapat digunakan
untuk membantu menjelaskan materi konsep bilangan dan penjumlahan. Media gambar Upin Ipin dapat digunakan untuk memperbaiki kemampuan
penjumlahan subjek Cerebral Palsy.
G. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah, “Adanya pengaruh penggunaan media gambar Upin Ipin terhadap kemampuan penjumlahan
dalam Pembelajaran Matematika pada anakCerebral Palsy kelas III di SLB N 1 Bantul.”