Analisis Data Dalam Kondisi

111 baseline I dengan garis mendatar, yang berarti perolehan persentase keberhasilan subjek stabil. Sedangkan pada intervensi dan baseline II dapat terlihat bahwa estimasi kecenderungan arah naik yang berarti presentase keberhasilan yang diperoleh subjek semakin meningkat. Data kecenderungan stabilitas diatas menunjukkan bahwa kecenderungan stabilitas data pada baseline I yaitu stabil dengan persentase stabilitas sebesar 100, hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh subjek stabil. Fase intervensi juga memiliki kecenderungan stabilitas yang variabel yaitu pada 33,33 yang berarti bahwa peningkatan hasil yang terjadi selama intervensi ke-1 sampai ke-6 memiliki kecenderungan stabilitas yang variabel. Sedangkan pada baseline II kecenderunagn stabilitasnya data yang diperoleh yaitu stabil pada persentase stabilitas sebesar 100. Berdasarkan pada kecenderungan arah data dapat diketahui bahwa baseline I menunjukkan jejak data mendatar, yang berarti tidak ada perubahan hasil yang diperoleh subjek selama fase baseline I, sedangkan fase intervensi dan baseline II memiliki jejak data naik yang berarti bahwa intervensi memiliki pengaruh dengan adanya peningkatan hasil yang diperoleh subjek. Level stabilitas data mengacu pada kecenderungan stabilitas data, diketahui bahwa baseline I memiliki data stabil dengan rentang data 46-46. Sedangkan fase intervensi memiliki level stabilitas variabel pada rentang data 46-64. Baseline II menunjukkan level stabilitas yang stabil dengan rentang data 64-66. 112 Berdasarkan data di atas maka level perubahan pada fase baseline I yaitu 46-46= 0 tidak terjadi perubahan, yang berarti tidak ada perubahan hasil pada tes pertama sampai tes ketiga. Fase intervensi memiliki level perubahan sebesar 46-64 = +18, data ini menunjukkan bahwa penggunaan media gambar Upin Ipin memiliki pengaruh positif dengan adanya peningkatan skor subjek sebesar 18. Adapun baseline II memiliki level perubahan 64-66 = +2, yang berarti terdapat peningkatan sebanyak 2 angka dari tes awal yang dilakukan sampai tes ketiga pada baseline II. Berikut disajikan durasi waktu yang diperlukan subjek untuk menyelesaikan tes penjumlahan pada fase baseline I, intervensi, dan baseline II yang disajikan dalam bentuk tabel : Tabel 19. Data Akumulasi Durasi Waktu Subjek pada Pengerjaan Penjumlahan Perilaku Sasaran Target Behavior Durasi Waktu Menit Baseline-1 A Intervensi B Baseline-2 A’ Kemampuan Penjumlahan 25 30 30 25 28 25 20 26 25 26 25 25 Tabel di atas merupakan akumulasi durasi waktu subjek MEY saat mengerjakan tes penjumlahan sebanyak 20 item soal yang telah dilakukan oleh subjek pada fase baseline-1 A, intervensi B dan baseline-II A’. 113 Durasi terpendek yang diperoleh subjek pada saat mengerjakan tes penjumlahan pada setiap fase berbeda-beda. Pada fase baseline-1, durasi terpendek yaitu 20 menit, fase intervensi dengan durasi terpendek 25 menit dan pada fase baseline-II dengan durasi terpendek 25 menit. Untuk memperjelas data dalam tabel tersebut, maka disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Gambar 9. Display Durasi Waktu KeberhasilanTes Penjumlahan Subjek Penelitian Pada Fase Baseline-I, Intervensi dan Baseline-II Berdasarkan gambar grafik di atas dapat diketahui bahwa pada fase baseline-I durasi waktu yang diperlukan subjek sama untuk sesi pertama dan kedua namun terjadi penurunan pada sesi ketiga. Pada fase intervensi, durasi waktu berkurang yang ditandai dengan menurunnya grafik pada fase perlakuan dengan durasi yang semakin pendek. Pada fase baseline-II, durasi waktu cenderung stabil tetapi masih mengalami penurunan. Berdasarkan data penelitian di atas, maka hasil analisis dalam kondisi mengenai durasi waktu 5 10 15 20 25 30 35 B a se li n e -1 … B a se li n e -1 k e d u a B a se li n e -1 k e ti g a In te rv e n si k e -1 In te rv e n si k e -2 In te rv e n si k e -3 In te rv e n si k e -4 In te rv e n si k e -5 In te rv e n si k e -6 B a se li n e -2 … B a se li n e -2 k e d u a B a se li n e -2 k e ti g a Durasi Waktu Menit Durasi Waktu Menit 114 yang diperlukan subjek dalam mengerjakan tes penjumlahan dapat di rangkum dalam tabel sebagai berikut: Tabel 20. Rangkuman Hasil Analisis Dalam Kondisi Durasi Waktu Keberhasilan Subjek Kondisi Baseline-1 A Intervensi B Baseline-2 A’ 1. Panjang Kondisi 3 6 3 2. Estimasi Kecenderungan Arah + + + 3. Kecenderungan Stabilitas Data Stabil 100 Stabil 100 Stabil 100 4. Jejak Data + + + 5. Level dan Stabilitas Rentang Stabil 20-25 Stabil 25-30 Stabil 25-30 6. Perubahan Level 20-25 -5 25-30 -5 25-30 -5 Menurut Juang Sunanto, dkk. 2005: 108 “Panjang interval menunjukkan ada berapa sesi dalam kondisi tersebut”. Berdasarkan kutipan tersebut maka dalam penelitian yang dilakukan pada fase baseline I memiliki panjang kondisi 3, fase intervensi memiliki panjang kondisi 6, sedangkan pada fase baseline II memiliki panjang kondisi sebanyak 3 kali. 115 Berdasarkan analisis data dari tabel di atas dapat diketahui bahwa estimasi kecenderungan arah pada data grafik menunjukkan bahwa pada baseline I, intervensi dan baseline II dengan garis menurun +, yang berarti durasi waktu yang diperlukan subjek dalam mengerjakan tes semakin cepat. Data kecenderungan stabilitas diatas menunjukkan bahwa kecenderungan stabilitas data pada baseline I, intervensi dan baseline II yaitu stabil dengan persentase stabilitas sebesar 100, hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh subjek stabil. Berdasarkan pada kecenderungan arah data dapat diketahui bahwa baseline I, intervensi dan baseline II menunjukkan jejak data menurun + yang berarti adanya perubahan durasi pengerjaan subjek yang semakin cepat. Level stabilitas data mengacu pada kecenderungan stabilitas data, diketahui bahwa baseline I memiliki data stabil dengan rentang data 20-25. Sedangkan fase intervensi memiliki data stabil 25- 30 pada rentang data. Baseline II menunjukkan level stabilitas yang stabil dengan rentang data 25-30. Berdasarkan data di atas maka level perubahan pada fase baseline I yaitu 20-25= -5meningkat yang berarti adanya perubahan durasi waktu pengerjaan tes menjadi semakin cepat. Fase intervensi memiliki level perubahan sebesar 25-30 = -5 meningkat, data ini menunjukkan bahwa penggunaan media gambar Upin Ipin memiliki pengaruh positif dengan adanya perubahan durasi waktu pengerjaan tes. Adapun baseline II memiliki level perubahan 25-30= -5 meningkat, yang berarti terdapat penurunan durasi waktu dari tes awal yang dilakukan sampai tes ketiga pada baseline II. 116

2. Analisis Data Antarkondisi

Adapun analisis antarkondisi pada persentase keberhasilan dianalisis dengan membandingkan kondisi pada fase baseline I dengan intervensi, intervensi dengan baseline II. Analisis antar kondisi dilakukan dengan membandingkan pada faktor banyaknya variabel, perubahan kecenderungan arah, perubahan stabilitas, perubahan level dan analisis data overlap.Komponen yang akan dianalisis antarkondisi adalah variabel yang diubah, perubahan kecenderungan arah dan efeknya, perubahan stabilitas, perubahan level data, dan data yang tumpang tindih overlap. Tabel 21. Rangkuman Hasil Analisis Antarkondisi Perbandingan Antarkondisi BAI BA2 1. Jumlah Variabel yang diubah 1 1 2. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya = = = = 3. Perubahan kecenderungan stabilitas Stabil-Stabil Variabel- stabil 4. Perubahan level 46-46 66-46 +18 5. Presentase Overlap 06 x 100 = 0 26 x 100 = 33,3 Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah variabel yang diubah adalah dua yaitu kondisi baseline 1 A1 ke intervensi B dan intervensi B ke baseline 2 A2. Perubahan kecenderungan arah antara 117 kondisi baseline 1A1 dengan intervensi B yakni stabil dan ditunjukkan dengan garis mendatar, yang artinya kondisi pada fase baseline tidak ada perubahan berartikemampuan penjumlahan meningkat meskipun kurang signifikan dan kondisi semakin meningkat dalam tahap intervensi menggunakan media gambar Upin Ipin. Selanjutnya, perubahan kecenderungan arah antara kondisi intervensi B dengan baseline II A2 yakni meningkat ke meningkat, yang artinya kondisi pada fase intervensi meningkat berarti kemampuan penjumlahan meningkat dengan signifikan dan kondisi pada tahap baseline-II juga meningkat walaupun ada kestabilan skor pada pertemuan kedua dan ketiga tahap ini. Perubahan kecenderungan stabilitas antara baseline I A1 dengan intervensi B yaitu stabil ke variabel dan antara intervensi B dengan baseline II A2 yaitu variabel ke stabil. Perubahan level kemampuan penjumlahan belum meningkat yaitu skor 46 pada pertemuan terakhir tahap baseline 1 A1 menjadi skor 46 pada pertemuan pertama tahap intervensi B, hal ini berarti kondisinya stabil = setelah intervensi dilakukan. Perubahan level pada pertemuan terakhir tahap baseline II A2 dengan pertemuan pertama tahap intervensi B terdapat perubahan yang berarti meningkat dari skor 46 menjadi 66 +18. Hal ini berarti kondisinya meningkat atau membaik + setelah intervensi dilakukan. Data yang tumpang tindih overlap pada baseline A1 ke intervensi B sebesar 0 dan pada intervensi B baseline 2 sebesar 33,3, hal ini menunjukkan 118 bahwa penggunaan media gambar Upin Ipin berpengaruh baik atau positif terhadap kemampuan penjumlahan subjek. Berdasarkan catatan yang diberikan menurut Juang Sunanto, dkk. 2005: 116 “Semakin kecil persentase overlap maka semakin baik pengaruh atau keefektifan intervensi terhadap perilaku sasaran”, maka dengan persentase tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh intervensi yang baik terhadap perilaku sasaran. Perbandingan persentase overlap pada intervensi dengan baseline II sebesar 33,3 , data ini menunjukkan pengaruh positif pada fase intervensi cukup baik ketika perlakuan dihentikan pada baseline II. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh postif penggunaan media gambar Upin Ipin setelah diajarkan kepada subjek MEY.

E. Pembahasan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh penggunaan media gambar Upin Ipin terhadap kemampuan penjumlahan anak Cerebral Pasly tipe spastik kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri I Bantul. Menurut mumpuniarti 2001: 93 Cerebral Palsy merupakan suatu kelainan yang dapat berakibat ketunaan yang begitu kompleks, sebab yang mengalami ketunaan adalah syaraf, sehingga fungsi- fungsi lain pada bagian tubuh kemungkinan dapat terganggu. Cerebral Palsy disebabkan oleh kerusakan bagian otak yang relatif kecil yang mengakibatkan masalah pada tonus otot dan gerakan otot Taylor; Ronald; at all, 2009: 327. Cerebral Palsy adalah suatu kondisi kerusakan otak sehingga tonus otot bermasalah dan mengakibatkan kelumpuhan, kelemahan, kekakuan, kurang koordinasi 119 bahkan disfungsi motorik. Jadi anak Cerebral Palsy akan mengalami disfungsi motorik yang disebabkan oleh kerusakan pada otaknya. Musjafak Assjari 1995: 69 bahwa anak CP yang mengalami kelainan motorik juga akan mengalami kelainan persepsi. Karena persepsi yang diterima seseorang harus melewati berbagai macam tahap. Tahapannya adalah melalui stimulus merangsang alat indera, diteruskan ke otak oleh syaraf sensori dan pada akhirnya diterima oleh otak. Tugas otak untuk menerima, menafsirkan dan menganalisis rangsang yang kemudian terjadi persepsi. Namun, bagi anak CP syaraf penghubung dan jaringan otak mengalami gangguan atau kerusakan sehingga proses tersebut tidak berjalan dengan lancar. Akibatnya kemampuan persepsi anak CP mengalami hambatan.Kondisi fisik anak yang mengalami hambatan akan berpengaruh terhadap pembelajaran. Misalnya saja bagi anak Cerebral Palsy yang mengalami spastik pada tangan dan organ bicara. Anak akan mengalami hambatan ketika menyampaikan pesan informasi atau menerima pesan dari guru. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Meskipun tingkat kecerdasan anak Cerebral Palsy terdiri dari dibawah rata- rata, normal dan di atas rata- rata. Namun, bagi anak CP yang disertai dengan hambatan intelektual tentu prestasi belajar mereka akan rendah. Rendahnya prestasi belajar ini dikarenakan kemampuan persepsi dan mengingat anak yang terlalu singkat. Selain itu, kemampuan simbolisasi anak juga rendah. Hal ini mengakibatkan anak CP kurang memiliki kemampuan abstrak, 120 sehingga anak CP mengalami kesulitan dalam mempelajari materi pelajaran yang abstrak. Sama halnya dengan ungkapan di atas subjek dalam penelitian ini yang merupakan anak Cerebral Palsy yang mengalami berbagai permasalahan sehingga dalam pembelajarannya memerlukan metode khusus baik dalam akademik maupun non-akademik. Dalam penelitian ini subjek penelitian adalah siswa tunadaksa kelas III dasar kategori Cerebral Palsy. Apabila ditinjau dari segi usia yang berkisar 7-11 tahun maka subjek termasuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Namun, pada kenyataannya kemampuan subjek belum sesuai dengan tahap perkembangan anak. Subjek tersebut belum mampu diajak berpikir logis, sehingga masih membutuhkan pembelajaran secara konkret. Subjek belum mampu melakukan operasi membandingkan, mencocokkan, menghubungkan fakta yang satu dengan yang lainnya. Permasalahan yang dialami subjek penelitian dalam bidang akademik yaitu salah satunya pada Pembelajaran Matematika khususnya dalam aspek penjumlahan.Soedjadi 2000: 13-19 menjelaskan bahwa salah satu karakteristik matematika adalah memiliki objek abstrak yaitu 1 fakta, berupa konvensi- konvensi yang diungkap dengan sebuah simbol 2 Konsep yaitu berupa ungkapan yang digolongkan untuk menggolongkan sekumpulan objek 3 Operasi yaitu aturan yang digunakan untuk memperoleh elemen dengan mengetahui elemen lain4 Prinsip yaitu berbagai hubungan antara objek dasar matematika.

Dokumen yang terkait

PENGARUH TERAPI MUROTTAL TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI (SLBN) 1 BANTUL YOGYAKARTA

14 75 122

PENGARUH NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT TERHADAP KEMAMPUAN GROSS MOTOR BERDIRI ANAK CEREBRAL PALSY Pengaruh Neuro Developmental Treatment Terhadap Kemampuan Gross Motor Berdiri Anak Cerebral Palsy Spastik Diplegi.

0 4 12

PENGARUH AKTIVITAS KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA SISWA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK.

15 88 40

PENGARUH PERMAINAN ALAT MUSIK DRUM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK ANAK CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK DI SLB AZ-ZAKIYAH.

0 1 39

KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI ANAK CEREBRAL PALSY DI SDN TUNAS HARAPAN :Studi Kasus Pada DV Anak Cerebral Palsy Spastik di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif.

0 0 52

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRET TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA CEREBRAL PALSY KELAS III DI SLB NEGERI 1 BANTUL.

0 0 138

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPAKAIAN MELALUI METODE DRILL PADA ANAK CEREBRAL PALSY DI SEKOLAH LUAR BIASA DAYA ANANDA.

1 6 222

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MELALUI TEKNIK LATIHAN GRAPHOMOTOR PADA ANAK CEREBRAL PALSY DI SEKOLAH LUAR BIASA DAYA ANANDA.

12 56 187

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA BUKU KOMUNIKASI BERBASIS AUGMENTATIVE AND ALTERNATIVE COMMUNICATION (AAC) DALAM KEMAMPUAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK AUTIS KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL.

0 14 161

KEEFEKTIFAN MEDIA FLASH CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI I BANTUL.

52 396 253