Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

12 yang sama di luar Pulau Jawa, masyarakat lokal melakukan peladangan berpindah sebagai sistem kehutanan tradisional yang turun-temurun Effendi 2000. Saat ini, Perhutanan Sosial seringkali dipandang sama dengan pengelolaan berbasis masyarakat yang berkelanjutan Community Based Forest ManagementCBFM yaitu sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu atau kelompok masyarakat pada tanah negara, lahan komunal, tanah adat atau Hutan Rakyat untuk memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri secara komersial. Pembahasan mengenai definisi pengelolaan hutan berbasis masyarakat menitikberatkan pada dua hal penting, yaitu sumber daya hutan dan keterlibatan masyarakat. Hutan sebagai daerah yang didominasi oleh pohon, termasuk beragam jenis dan bentuk pengelolaannya dari bentuk sederhana sampai bentuk agroforetry yang kompleks. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam setiap pelaksanaan pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berperan penting dalam pengambilan keputusan pada pengelolaan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Hutan Rakyat merupakan salah satu bentuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan di lahan miliknya sendiri. Departemen Kehutanan 1990 mengemukakan bahwa tujuan pengembangan Hutan Rakyat adalah untuk penghijauan, membantu masyarakat desa memenuhi kebutuhan kayu bangunan, kayu bakar, kebutuhan bahan baku industri, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Pengembangan Hutan Rakyat adalah sebagai sarana perbaikan lingkungan hidup environment, peningkatan kesejahteraan properity dan keamanan serta keutuhan hutan security. Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya dalam pengelolaan Hutan Rakyat bersifat langsung dan erat. Pengertian Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman 12 13 perkayuan lebih dari 50 persen, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang Departemen Kehutanan, 1999. Hutan Rakyat merupakan model penggunaan lahan di pedesaan oleh masyarakat melalui pengembangan sistem tanaman campuran antara tanaman pertanian, perkebunan, peternakan, dan kehutanan. Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Semakin terbatasnya kepemilikan tanah menyebabkan peran Hutan Rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan Hutan Rakyat. Pengetahuan lokal menempati posisi penting dan melandasi kebijaksanaan dan sistem pengelolaan hutan, disamping pengetahuan modern untuk memperkaya. Karakteristik Hutan Rakyat antara lain adalah tidak merupakan suatu kawasan yang kompak tetapi terpencar-pencar di antara lahan-lahan pedesaan lainnya dan bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan. Hutan Rakyat mengkombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman panganpalawija yang biasa dikenal dengan istilah agroforestry 7 . Hasil utama Hutan Rakyat berupa kayu-kayuan baik kayu pertukangan, kayu industri, kayu serat, maupun kayu energi. Hasil sampingan Hutan Rakyat yaitu getah, nira, bunga, buah. Tanaman campurantanaman sela sebagai tumpangsari yang terdiri dari tanaman pertanian semusim padi dan jagung dan tanaman obat-obatan disamping sebagai sumber penghasilan musiman limbahnya berupa daun dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak Mindawati et al. 2006; Budiman et al. 2008. 7 A land-use system in which woody perennials trees, shrubs, palms, bamboos are deliberately used on the same land management unit as agricultural crops woody or not, animals or both, either in some form of spatial arrangement or temporal sequence. In agroforestry systems there are both ecological and economic interactions between the different components World Agroforestry Centre, 1997 14 Hutan Rakyat sudah berkembang di masyarakat sejak lama dan dilakukan di lahan-lahan milik. Hal tersebut terlihat dari adanya Hutan Rakyat tradisional yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah swadaya murni, baik terdiri dari tanaman satu jenis, maupun dengan pola tanaman campuran. Teknologi yang dipergunakan diutamakan teknologi lokal, merupakan teknologi yang telah melalui proses adaptasi dan berada dalam batas yang dikuasai oleh rakyat. Tingginya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Hutan Rakyat dikarenakan bentuk pengelolaan tersebut banyak memberi manfaat bagi petani dan bukan merupakan hal yang sama sekali baru bagi masyarakat.

2.1.2 Dukungan Kebijakan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan Hutan Rakyat ditandai dengan terbitnya Inpres Penghijauan Tahun 1976 mengenai upaya penghijauan pada lahan-lahan milik yang kritis dan terlantar. Pengurusan Hutan Rakyat dilakukan sendiri oleh pemiliknya dengan bimbingan dan pengawasan dari pemerintah.Dengan adanya PP No. 62 Tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang Kehutanan kepada daerah, maka pengurusan pengelolaan Hutan Rakyat telah diserahkan kepada Dati II yang mencakup pembinaan kegiatan penanaman pohon-pohonan, pemeliharaan, pemanenan, pemanfaatan, pemasaran dan pengembangan. Pengembangan Hutan Rakyat mengenal tiga pola pengelolaan, yaitu :1 Hutan Rakyat Swadaya, yaitu Hutan Rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Melalui pola ini masyarakat didorong agar mau dan mampu untuk melaksanakan pembuatan Hutan Rakyat secara swadaya dengan bimbingan teknis kehutanan, 2 Hutan Rakyat subsidi, yaitu Hutan Rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah melalui Inpres Penghijauan, Padat Karya dan dana bantuan lainnya atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan Hutan Rakyat, dan 3 Hutan Rakyat kemitraan Kredit Usaha Hutan Rakyat, yaitu 14 15 Hutan Rakyat yang dibangun berdasarkan kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan kerjasama tersebut adalah kebutuhan pihak perusahaan terhadap bahan baku dan kebutuhan masyarakat terhadap bantuan modal kerja.

2.2 Kelembagaan Pengelolaan Hutan Rakyat

Menurut Singh 1993 dalam pengelolaan hutan hal penting yang diperlukan dalam memelihara dan mendorong partisipasi masyarakat yang berkelanjutan adalah membangun kelembagaan yang kuat pada masyarakat pengelola hutan. Kelembagaan merupakan hambatan terbesar dalam mewujudkan pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. Aspek kelembagaan memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan yang adil dan berkelanjutan. Kegagalan beberapa program pembangunan kehutanan seringkali terletak pada masih lemahnya aspek kelembagaan baik di tingkat masyarakat maupun unsur-unsur pendukungnya. Koentjaraningrat 2006 menyatakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan dalam kehidupan masyarakat yang menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Cohen 1992 mengartikan social institutions sebagai pranata-pranata masyarakat yang memiliki pengertian sistem pola-pola sosial yang tersusun rapi dan relatif bersifat permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang kokoh dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Gunawan 2000 mengemukakan bahwa pranata sosial merupakan struktur sosial beserta perlengkapannya, yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengatur, mengarahkan, dan melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan pengertian di atas, maka lembaga sosial umumnya didirikan berdasarkan nilai dan norma dalam masyarakat, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang disebut norma sosial yang