Dukungan Kebijakan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

15 Hutan Rakyat yang dibangun berdasarkan kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan kerjasama tersebut adalah kebutuhan pihak perusahaan terhadap bahan baku dan kebutuhan masyarakat terhadap bantuan modal kerja.

2.2 Kelembagaan Pengelolaan Hutan Rakyat

Menurut Singh 1993 dalam pengelolaan hutan hal penting yang diperlukan dalam memelihara dan mendorong partisipasi masyarakat yang berkelanjutan adalah membangun kelembagaan yang kuat pada masyarakat pengelola hutan. Kelembagaan merupakan hambatan terbesar dalam mewujudkan pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. Aspek kelembagaan memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan yang adil dan berkelanjutan. Kegagalan beberapa program pembangunan kehutanan seringkali terletak pada masih lemahnya aspek kelembagaan baik di tingkat masyarakat maupun unsur-unsur pendukungnya. Koentjaraningrat 2006 menyatakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan dalam kehidupan masyarakat yang menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Cohen 1992 mengartikan social institutions sebagai pranata-pranata masyarakat yang memiliki pengertian sistem pola-pola sosial yang tersusun rapi dan relatif bersifat permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang kokoh dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Gunawan 2000 mengemukakan bahwa pranata sosial merupakan struktur sosial beserta perlengkapannya, yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengatur, mengarahkan, dan melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan pengertian di atas, maka lembaga sosial umumnya didirikan berdasarkan nilai dan norma dalam masyarakat, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang disebut norma sosial yang 16 membatasi perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistemnorma yang kemudian menjadi awal terbentuknya lembaga sosial. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami proses penerapan ke dalam institusi atau pelembagaan menghasilkan lembaga sosial Lembaga sosial merupakan suatu konsep yang abstrak, namun demikian terdapat sejumlah ciri dan karakter yang dapat dikenali. Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul Ciri-ciri Umum Lembaga Sosial General Features of Social Institution sebagaimana dikutip oleh Soekanto 1994 mengemukakan bahwa lembaga sosial memiliki ciri-ciri antara lain : 1. Merupakan organisasi pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. 2. Memiliki suatu tingkat kekekalan tertentu. Lembaga sosial merupakan himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok, maka harus dipelihara dan dibakukan. 3. Memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. 4. Memiliki alat-alat perlengkapan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 5. Memiliki lambang-lambang atau simbol-simbol tertentu yang secara simbolis menggambar tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. 6. Memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain-lain. Baga et al.2009 mengemukakan bahwa suatu kelembagaan institution baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama, yaitu : 1 batas kewenangan jurisdictional boundary, 2 hak kepemilikan property right, dan 3 aturan representasi rule of representation. Kelembagaan, selain dimaknai sebagai perangkat keras lembaga atau organisasi, juga melingkupi perangkat lunak, aturan main, keteladanan, rasa percaya dan konsistensi kebijakan yang diterapkan pemerintah terhadap lembaga-lembaga masyarakat. Kegagalan kegiatan pembangunan kehutanan seringkali disebabkan oleh masih lemahnya kelembagaan di tingkat masyarakat lokal maupun unsur-unsur pendukungnya. Achmad 2008 16