Kelompok Tani Hutan Rakyat sebagai Kelembagaan Sosial

18 sampai pendistribusian kepada konsumen, 4 Jasa konstruksi, telekomunikasi, dan transportasi Departemen Kehutanan 1996; Rahman 2006. Kelembagaan pemerintahbirokrasi memegang peran yang cukup dominan dalam pengembangan Hutan Rakyat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan, pada pasal 70 dinyatakan bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota berkewajiban untuk mengembangkan hutan hak melalui pengembangan kelembagaan. Pengelolaan Hutan Rakyat di Jawa Barat ditangani oleh : 1 Departemen Kehutanan, 2 Pemerintah KabupatenKota, selaku regulator kegiatan pengelolaan hutan di KabupatenKota. Penyuluh kehutanan sebagai ujung tombak pengembangan Hutan Rakyat tergabung dalam Dinas-dinas Kehutanan KabupatenKota, 3 Keterlibatan Dinas-dinas terkait lainnya, yaitu Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM, serta Dinas Perhubungan Departemen Kehutanan 1996; Rahman 2006; Achmad 2008

2.2.2 Kelembagaan Pengelolaan Hutan Rakyat sebagai Bentuk Tindakan Bersama

Collective action Pengembangan Hutan Rakyat tidak dapat hanya dilakukan oleh petani. Keberhasilan pengelolaan Hutan Rakyat tidak terlepas dari lembaga-lembaga yang mendukungnya. Kelembagaan Hutan Rakyat bersifat multidimensi. Sinergi dari kelembagaan sosial, ekonomi, dan pemerintah dalam kelembagaan Hutan Rakyat memperlihatkan adanya kompleksitas jaringan network multipihak yang saling berkaitan satu sama lain. Keberlanjutan kelembagaan Hutan Rakyat sangat terikat dari manfaat, baik ekonomi, sosial dan politik yang dapat diberikannya bagi pelaku utama yaitu petani, maupun bagi parapihak yang mendukungnya. Kelembagaan Hutan Rakyat dapat lebih dipahami sebagai tindakan bersama collective action dari parapihak yang terlibat di dalamnya. Tindakan bersama collective action tersebut didorong oleh adanya kepentingan terhadap sumberdaya, gagasan, dan cita-cita berbagai pihak terkait 18 19 dengan keberadaan Hutan Rakyat. Kelembagaan Hutan Rakyat dalam hal ini menjadi saluran bagi tindakan bersama collective action yang didorong oleh kepentingan terhadap manfaat yang diperoleh, legitimasi, dan harapan bersama yang diinginkan. Kompleksitas jaringan multipihak dalam kelembagaan Hutan Rakyat memberikan gambaran bahwa akan selalu terjadi proses pembelajaran yang berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kapabilitas pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Keberlangsungan kelembagaan Hutan Rakyat terikat dari kemampuan kelembagaan tersebut dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi.Penerapan teknologi untuk mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang terjadi memerlukan sumberdaya yang berkualitas yang hanya dapat diperoleh dari dilaksanakannya proses pembelajaran.

2.3 Penyuluhan Kehutanan

2.3.1 Penyuluhan secara Umum

Falsafah, pendekatan, definisi, dan strategi penyuluhan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Penyuluhan mengandung pengertian mengenai upaya untuk memperluas penelitian berdasarkan pengetahuan pada sektor pedesaan untuk meningkatkan taraf kehidupan petani meliputi komponen alih teknologi, keterampilan manajerial, dan pendidikan non-formal. Saat ini pemahaman mengenai penyuluhan telah bergeser dari alih teknologi menjadi fasilitasi, dari pelatihan menjadi pembelajaran, termasuk mendampingi pembentukan kelompok tani, dan menjadi patner dengan jangkauan yang luas dengan berbagai pihak. Jaffe dan Srivatasva 1992 mengemukakan bahwa penyuluhan berlaku sebagai penghubung diantara para petani untuk alih pengetahuan atau keterampilan yang dianggap lebih baik dalam bidang pertanian ataupun sebagai sarana untuk menyebarluaskan kebijakan-kebijakan di bidang pertanian pertanian. Saito dan Weidemann 1991 mengemukakan bahwa penyuluhan adalah proses pembelajaran dengan dua tujuan, yaitu menyebarkan informasi dan teknologi pada petani dan mengajar mereka bagaimana menggunakan informasi