20 dan teknologi tersebut untuk mengembangkan produktivitas, mendorong petani
mampu mengenali kebutuhannya dan memberikan umpan balik dalam bentuk penyuluhan yang sesuai dengan kondisi mereka. Penyuluhan cenderung menjadi
lebih efektif ketika hubungan diantara multipihak yang terlibat dalam penyuluhan tersebut mampu mendorong terciptanya komunikasi yang terbuka dan umpan
balik yang dinamis Saito and Weidemann, 1991. Pengertian
penyuluhan menurut
Slamet 2003
adalah program
pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri, bersifat berkelanjutan, menghasilkan
perubahan perilaku dan tindakan sasaran yang menguntungkan sasaran dan masyarakatnya. Penyuluhan dapat pula dipandang sebagai proses perubahan
sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama bersifat partisipatif, agar terjadi
perubahan perilaku
pada diri
semua stakeholder
individu, kelompok,
kelembagaan yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin
sejahtera secara berkelanjutan. Mahaliyanaarachchi 2008 memberikan mendefinisikan penyuluhan
sebagai proses pembelajaran nonformal yang berjalan terus-menerus pada suatu periode waktu tertentu dan mengarah pada peningkatan kondisi kehidupan petani
dan anggota keluarganya dengan meningkatkan keuntungan dari kegiatan pertanian. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui upaya peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan perubahan sikap petani dalam penerapan teknologi pertanian, pelaksanaan kegiatan pertanian dan pemasaran hasil-hasil pertanian.Beberapa
studi mengenai dampak ekonomi penyuluhan pertanian menunjukkan adanya dampak positif penyuluhan terhadap adopsi teknologi, produktivitas pertanian
dan keuntungan yang diperoleh petani dari lahan pertanian Foti et al. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyatakan bahwa penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan proses pembelajaran
20
21 bagi
pelaku utama
agar mereka
mau dan
mampu menolong
dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha,
pendapatan, dan
kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Penyuluhan pada hakikatnya adalah proses pembelajaran yang bertujuan menciptakan
perubahan perilaku yang diinginkan terdiri dari pengetahuan knowledge, keterampilan skill, dan sikap attitude terhadap individu atau kelompok
tertentu dan bertujuan meningkatkan taraf kehidupan pihak-pihak terlibat di dalamnya.
2.3.2 Penyuluhan Kehutanan
Penyuluhan terpusat pada masalah pertanian di dunia, namun pada saat yang sama pentingnya penyuluhan dalam meningkatkan pengelolaan hutan terus
meningkat. Terlepas dari fokus terhadap pertanian tradisional, penyuluhan di bidang kehutanan berkembang menjadi hal yang diperlukan untuk meningkatkan
kehidupan masyarakat pengelola hutan. Menurut Glendingin et al. 2001 mengacu pada Sim dan Hilmi 1987 menyatakan bahwa sistem penyuluhan
kehutanan berkembang sebagai respon terhadap kebutuhan penyebaran teknologi kehutanan diantara masyarakat pedesaan yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Proses pembelajaran dan berbagi pengalaman untuk pengembangan kapasitas sangat penting dalam tercapainya keberhasilan penyuluhan kehutanan. Pada
waktu-waktu terakhir
terdapat pergeseran
paradigma dalam
penyuluhan kehutanan dari pendekatan tranfer teknologi menjadi lebih bersifat pendekatan
fasilitasi dan partisipatif. Partisipasi dan dukungan masyarakat menurut Glendingin 2001
mengacu pada Chambers 1983 dan Kramer 1987 menjadi perhatian utama dalam kegiatan kehutanan. Kegiatan pembangunan kehutanan yang dilakukan
tidak akan berhasil tanpa adanya keterlibatan masyarakat terhadap pembangunan
22 kehutanan tersebut. Penyuluhan kehutanan dipandang sebagai kunci untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan. Rebugio 1978 mendefinisikan penyuluhan kehutanan sebagai sistem
pendidikan nonformal yang dirancang untuk mengembangkan perilaku diantara pengguna hutan dan kapabilitas yang diinginkan dalam rangka upaya konservasi
sumberdaya hutan. Penyuluhan kehutanan menurut Anderson dan Farrington 1996 didefinisikan sebagai proses yang sistematis dari pertukaran ide,
pengetahuan dan teknik yang mengarah pada perubahan yang menguntungkan dalam sikap mental, praktik, pengetahuan, nilai-nilai, dan perilaku yang bertujuan
meningkatkan pengelolaan hutan dan kayu. Glendingin 2001 mengacu pada Sim dan Hilmi 1987 mengemukakan
bahwa penyuluhan merupakan proses menyatukan pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan untuk menentukan kebutuhan yang diperlukan, penyelesaian
masalah yang
dihadapi, pendampingan
terhadap masyarakat
lokal dan
sumberdaya penting, dan pendampingan lainnya yang mungkin diperlukan untuk mengatasi
kendala tertentu. Departemen
Kehutanan 1996
mengartikan penyuluhan
kehutanan sebagai
upaya alih-teknologi
kehutanan melalui
pendidikan luar-sekolah yang ditujukan kepada petani dan kelompok masyarakat lainnya, untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, keterampilan, dan
kemampuannya dalam memanfaatkan lahan miliknya, pengamanan, serta pelestarian sumber daya alam.
Beragam definisi mengenai penyuluhan kehutanan menyebabkan sulit untuk diperoleh satu definisi yang disepakati oleh berbagai pihak. Namun
demikian menurut Anderson dan Farrington 1996 dari beragam definisi tersebut dapat ditarik dua pandangan mendasar. Pandangan pertama beranggapan bahwa
penyuluhan terikat dengan fungsi alih teknologi dan tidak digabungkan dengan tugas-tugas lainnya. Pandangan kedua beranggapan bahwa penyuluhan harus
melihat masyarakat sebagai rekan dan memahami kebutuhan mereka. Fungsi pengembangan
manusia menjadi
kunci penting
dalam pelaksanaannya.
Pandangan ini seringkali disebut pendekatan ’utamakan petani’ farmer first atau 22