Kemampuan Anggota Kelompok dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

143 dapat pula dimaknai bahwa ketika pendapatan petani rendah, maka petani melakukan kegiatan perencanaan dalam pengelolaan Hutan Rakyat dengan lebih baik. Hutan Rakyat merupakan alternatif pendapatan petani yang dipandang berpotensi dapat memberikan tambahan pendapatan yang layak bagi petani. Ragam tingkat pendapatan responden disusun berdasarkan pendapatan dari lahan sawah, lahan Hutan Rakyat dan pendapatan sampingan. Petani subsisten dengan pendapatan rendah akan memperhitungkan manfaat atau keuntungan ekonomi yang dapat diperolehnya dari setiap sumber pendapatan. Petani akan merencanakan dengan cermat setiap tindakan ekonominya dengan memperhitungkan keterbatasan lahan dan sumber pendapatan yang dimilikinya. Temuan penelitian tersebut diperkuat dengan studi Scott 1983 mengenai moral ekonomi petani, bahwa terdapat nilai utamakan selamat dalam diri petani. Petani akan mengukur setiap tindakannya dengan tidak membahayakan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Hal tersebut menjelaskan hasil uji regresi bahwa semakin rendah tingkat pendapatan petani maka kemampuan perencanaan petani mengelola lahan Hutan Rakyatnya semakin meningkat. Petani Hutan Rakyat dengan tingkat pendapatan rendah cenderung merencanakan pengelolaan lahannya dengan lebih cermat. Tindakan-tindakan ekonomi yang dilakukan petani merupakan tindakan alamiah petani untuk beradaptasi dengan kondisi keterbatasan yang melingkupinya, baik kondisi keterbatasan tenaga kerja, sumber pendapatan ataupun aset kepemilikan lahan. Oleh karena itu, tidak mudah mendorong petani dengan tingkat pendapatan yang berbeda-beda dapat berperilaku sama dalam kegiatan mengelola lahan Hutan Rakyatnya. Kemampuan perencanaan petani dapat dioptimalkan dengan membangun kesamaan pemahaman mengenai nilai penting investasi modal masing-masing petani, yang mendorong terbukanya wawasan ekonomi lebih luas dalam diri petani sehingga kemampuan perencanaan petani dalam mengelola Hutan Rakyat tidak hanya ditentukan oleh respon alamiah petani terhadap kondisi keterbatasan yang dihadapinya, melainkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional yang sudah berorientasi keberlangsungan kegiatan produksi. Kemampuan petani 144 merencanakan pengelolaan Hutan Rakyat juga dapat ditingkatkan dengan membuka peluang wirausaha yang berfokus pada hasil-hasil Hutan Rakyat selain kayu agar petani dapat meningkatkan pendapatannya. Lama petani mengelola Hutan Rakyat memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan perencanaan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Artinya semakin lama petani mengelola Hutan Rakyat, maka semakin tinggi kemampuan perencanaan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Sebaliknya semakin singkat petani mengelola Hutan Rakyat. Semakin rendah tingkat kemampuan perencanaan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Waktu yang dicurahkan petani mengelola Hutan Rakyat berpengaruh terhadap kemampuan merencanakan kebutuhan yang diperlukan dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Temuan ini diperkuat oleh penelitian Oladele 2011 yang menyatakan bahwa pengalaman berusahatani yang berasal dari pengalaman petani dalam kurun waktu tertentu merupakan hal yang penting dalam mengelola lahan. Pengembangan kapasitas petani dalam mengelola Hutan Rakyat ditentukan oleh pengalaman mengelola lahannya sehari-hari. Kemampuan perencanaan petani terbangun melalui proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu yang cukup memberikan pembelajaran petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Semakin lama pengalaman yang diperoleh petani, maka semakin baik kemampuan perencanaan yang dimilikinya. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa variabel norma sosial yang mengikat petani memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan perencanaan dan kemampuan pengorganisasian diri petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin kuat ikatan norma sosial dalam kelompok tani maka semakin tinggi kemampuan perencanaan dan kemampuan pengorganisasian diri petani dalam mengelola Hutan Rakyat. Semakin longgar ikatan norma sosial dalam kelompok tani semakin rendah kemampuan perencanaan dan pengorganisasia diri petani dalam mengelola Hutan Rakyat. Norma merupakan elemen dasar dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial selain memiliki konsekuensi berupa komitmen, juga didasarkan pada 144 145 kerjasama, saling memperhatikan dan membutuhkan. Kelompok tani Hutan Rakyat merupakan bagian dari kehidupan sosial masyarakat secara luas. Bentuk kehidupan sosial dalam kelompok tani Hutan Rakyat adalah adanya interaksi antara anggota kelompok tani Hutan Rakyat. Menurut Setiadi dan Kolip 2010 norma tidak dapat dipisahkan dari nilai. Nilai merupakan sesuatu yang dianggap sebagai hal yang baik, patut, layak, benar, maka norma merupakan perwujudan dari nilai yang didalamnya terdapat kaidah, aturan, patokan, atau kaidah pada suatu tindakan aksi. Norma merupakan cara kelakuan sosial yang disetujui oleh nilai, sehingga setiap pola perilaku yang telah dijadikan norma mengandung unsur pembenaran. Pemberlakuan norma sosial ditujukan untuk menekan anggota masyarakat agar segala perbuatan perilaku yang dilakukan anggota kelompok tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang telah disepakati bersama. Interaksi sosial antar anggota kelompok tani Hutan Rakyat diatur oleh norma sosial yang disepakati dan dipatuhi bersama oleh seluruh anggota kelompok. Berlangsungnya hubungan sosial yang mapan diindikasikan dengan kuatnya ikatan norma sosial kelompok akan mendorong anggota kelompok mewujudkan tujuan bersama yang ingin dicapai melalui kelompok tani Hutan Rakyat. Petani Hutan Rakyat akan secara cermat merencanakan kegiatan produksi Hutan Rakyat di lahannya sekaligus berusaha mengorganisasikan dirinya dalam kelompok tani Hutan Rakyat. Temuan penelitian ini diperkuat oleh penelitian Ranjan 2010 yang menyatakan bahwa keberadaan norma sosial di masyarakat agraris mendorong petani tetap berkelompok dan mengelola keterbatasan sumber daya yang mereka miliki secara berkelanjutan. Griskevicius et al. 2008 lebih lanjut menggambarkan kemampuan norma sosial dalam mempengaruhi perilaku individu atau kelompok pro lingkungan terkait perubahan iklim. Norma berperan sebagai alat perekat solidaritas sosial di dalam kehidupan kelompok. Kelompok tani Hutan Rakyat harus mampu memberikan suasana kondusif terhadap terjadinya interaksi antar anggota kelompok tani yang dilandasi ikatan kuat terhadap norma-norma sosial kelompok. 146 Norma sosial yang mengikat anggota kelompok dan mendasari hubungan- hubungan sosial dalam kegiatan produksi Hutan Rakyat, kehidupan berkelompok, dan bermasyarakat. Semakin kuat ikatan norma sosial diantara anggota kelompok akan membangun kebersamaan dan solidaritas kelompok yang kuat sehingga kelembagaan petani semakin mapan. Hal itu dapat meningkatkan upaya pembelajaran pengelolaan Hutan Rakyat di antara anggota kelompok agar memperoleh taraf kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, kemampuan perencanaan anggota kelompok tani dalam pengelolaan Hutan Rakyat ditentukan oleh : 1 Tingkat pendapatan petani, 2 keterlibatan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat, dan 3 Kemapanan norma sosial yang mengikat anggota kelompok tani Hutan Rakyat. Kemampuan pengorganisasian diri petani selain dipengaruhi oleh norma sosial yang mengikat anggota kelompok, juga dipengaruhi oleh jumlah pelatihan yang diikuti petani dan kualitas materi penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pelatihan yang diikuti petani memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan pengorganisasian diri petani dalam pengelolaan Hutan. Artinya semakin banyak jumlah pelatihan yang diikuti petani, maka semakin tinggi kemampuan pengorganisasian diri petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Sebaliknya semakin sedikit pelatihan yang diikuti petani, maka semakin rendah kemampuan pengorganisasian diri petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Jumlah pelatihan yang diikuti petani juga memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan penerapan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Artinya semakin banyak jumlah pelatihan yang diikuti petani, maka semakin tinggi kemampuan penerapan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Sebaliknya semakin sedikit pelatihan yang diikuti petani, maka semakin rendah kemampuan penerapan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Pelatihan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan terkait Hutan Rakyat yang diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola Hutan Rakyatnya. Jumlah pelatihan yang diikuti petani setara dengan tambahan pengetahuan atau keterampilan petani 146 147 terhadap pengelolaan Hutan Rakyat. Dixit et al. 1990 dalam Jha 2012 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dalam bidang perhutanan sosial social forestry dengan adopsi pelaksanaan wanatani agroforestry. Pelatihan di bidang Hutan Rakyat merupakan adopsi terhadap bentuk pengelolaan lahan yang relatif baru bagi anggota kelompok tani Hutan Rakyat. Proses adopsi tersebut berlangsung melalui proses pembelajaran petani. Kimaru-Muchai et al 2012 menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap penyebaran informasi mengenai kesuburan tanah di Kenya. Tingkat pendidikan petani dapat diartikan sebagai ragam pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani. Hal tersebut menunjukkan pentingnya pengembangan kapasitas anggota kelompok melalui tambahan pengetahuan dan keterampilan terkait pengelolaan Hutan Rakyat. Pelatihan terkait Hutan Rakyat akan memberi wawasan kepada petani mengenai pentingnya pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan Hutan Rakyat dalam hal ini kelompok tani agar dapat membantu mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya. Variabel bebas lainnya yang berpengaruh terhadap pengorganisasian diri petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat adalah materi penyuluhan. Materi penyuluhan memiliki pengaruh negatif terhadap kemampuan pengorganisasian diri. Artinya peningkatan kualitas materi penyuluhan akan menurunkan kemampuan pengorganisasian diri petani. Sebaliknya penurunan kualitas materi penyuluhan akan meningkatkan kemampuan pengorganisasian petani. Materi penyuluhan yang saat ini digunakan atau diberikan dalam kegiatan pembelajaran Hutan Rakyat belum mengarahkan petani bertindak dalam konteks kelembagaan, pengetahuaninformasi yang diberikan justru lebih kepada mendorong kemandirian petani untuk secara individu mampu memenuhi kebutuhannya sendiri terkait pengelolaan Hutan Rakyat. Materi penyuluhan memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Materi penyuluhan dapat mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam individu. Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pengorganisasian diri anggota kelompok tani ditentukan oleh : 1 kemapanan norma sosial yang mengikat anggota kelompok tani Hutan Rakyat, 148 2 materi penyuluhan harus membangun dasar-dasar kelembagaan pengelolaan Hutan Rakyat, dan 3 terbukanya kesempatan dan akses yang dimiliki petani untuk mengikuti pelatihan Hutan Rakyat. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kemampuan berkomunikasi sumber belajar dalam pembelajaran petani Hutan Rakyat memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan penerapan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Artinya semakin baik kemampuan komunikasi sumber belajar, maka akan semakin baik kemampuan penerapan petani Hutan Rakyat. Komunikasi antara petani dan sumber belajar dalam pembelajaran pengelolaan Hutan Rakyat menjadi penting karena petani harus mampu memahami dengan baik aspek-aspek apa saja yang perlu dilakukan dalam mewujudkan kegiatan perencanaan. Komunikasi yang baik antara petani dan sumber belajar mendorong terjadinya kesesuaian antara informasi yang ingin disampaikan dan tercapainya pelaksanaan sasaran kegiatan yang diinginkan. Kemampuan penerapan anggota kelompok dalam pengelolaan Hutan Rakyat ditentukan oleh : 1 terbukanya kesempatan dan akses yang dimiliki petani untuk mengikuti pelatihan Hutan Rakyat sesuai dengan kebutuhan anggota kelompok tani, 2 sumber belajar mampu berkomunikasi dengan baik dalam kegiatan pembelajaran kelompok tani dan memberikan panduan konkrit pelaksanaan kegiatan Hutan Rakyat, baik dalam panduan teknis Hutan Rakyat maupun mengenai kelembagaan pengelolaan Hutan Rakyat. Kemampuan pengawasan petani dipengaruhi oleh pendapatan petani,. Pendapatan petani memiliki pengaruh negatif kemampuan pengawasan petani terhadap dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Artinya semakin rendah tingkat pendapatan petani, maka semakin tinggi kemampuan pengawasan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Sebaliknya semakin tinggi pendapatan petani, maka semakin rendah kemampuan pengawasan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, pendapatan responden petani Hutan Rakyat disusun berdasarkan pendapatan dari lahan sawah, lahan Hutan Rakyat dan pendapatan sampingan. Petani subsisten dengan pendapatan 148 149 rendah selain memperhitungkan dengan cermat manfaat atau keuntungan ekonomi yang dapat diperolehnya dari setiap sumber pendapatan juga akan mengawasi dengan baik pengelolaan Hutan Rakyatnya. Pengelolaan Hutan Rakyat tidak dapat dipisahkan dari keberadaan lahan milik petani. Tanah atau lahan memiliki nilai penting bagi petani pengelolanya. Polanyi 1957 dalam Wolf 1985 menyatakan bahwa tanah bagi petani adalah komoditi dan harga belinya dianggap sebagai investasi modal. Dalam hal ini maka petani akan memperlakukan tanahnya sebaik mungkin. Petani dengan lahan sempit dan tingkat pendapatan rendah akan cenderung mengganggap lahannya sebagai aset kepemilikan berharga yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Petani dalam hal ini akan turun langsung mengolah lahannya dan mengerahkan anggota keluarganya untuk ikut membantu di lahan. Petani berlahan luas dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung akan lebih longgar mengolah lahannya, dikarenakan surplus ekonomi yang diterimanya dari lahan. Petani sudah mulai mempekerjakan sejumlah orang untuk mengerjakan lahannya dan tidak turun tangan sendiri di lahan. Sebagaimana dinyatakan oleh Scott 1983 dalam studinya mengenai moral ekonomi petani yaitu bahwa terdapat nilai utamakan selamat dalam diri petani. Petani akan mengukur setiap tindakannya dan sedapat mungkin tidak membahayakan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Uraian tersebut menjelaskan bagaimana semakin rendah pendapatan petani maka kemampuan pengawasan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyatnya semakin meningkat. Tindakan- tindakan ekonomi yang dilakukan petani merupakan tindakan alamiah petani untuk beradaptasi dengan kondisi keterbatasan yang melingkupinya, baik kondisi keterbatasan tenaga kerja, sumber pendapatan ataupun aset kepemilikan lahan. Oleh karena itu, sebagaimana kemampuan perencanaan petani, kemampuan pengawasan petani dapat dioptimalkan dengan membangun pemahaman mengenai nilai penting investasi modal masing-masing petani. Keterbukaan wawasan ekonomi yang lebih luas dalam diri petani mendorong kemampuan pengawasan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat tidak hanya ditentukan oleh 150 respon alamiah petani terhadap kondisi keterbatasan yang dihadapinya. Sebagian besar petani Hutan Rakyat memiliki pendapatan sampingan di luar lahan off- farm. Hal tersebut menunjukkan pula bahwa petani dengan pendapatan tinggi dan merasa aman financial safety maka ia tidak merasa perlu mengawasi lahan Hutan Rakyatnya secara intensif. Petani dengan pendapatan rendah, menganggap bahwa lahan Hutan Rakyat merupakan aset yang harus dikelola dan diawasi dengan baik. Kemampuan pengawasan petani dipengaruhi pula oleh pengorganisasian kegiatan produksi dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Pengorganisasian kegiatan produksi memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan pengawasan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Artinya semakin baik pengorganisasian kegiatan produksi dalam pengelolaan Hutan Rakyat maka akan semakin baik kemampuan pengawasan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Kemampuan pengawasan petani ditentukan oleh : 1 keterbatasan lahan yang dimilikinya dan 2 pembagian kerja yang terorganisir dengan alur koordinasi yang jelas.

7.9 Strategi Penguatan Kelompok dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

Strategi penguatan kelompok dalam pengelolaan Hutan Rakyat dilakukan dengan memetakan permasalahan yang dihadapi petani dan mengintegrasikannya dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan anggota kelompok dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Keberlangsungan pengelolaan Hutan Rakyat salah satunya ditentukan oleh kelembagaan pengelolaan Hutan Rakyat. Kelompok tani Hutan Rakyat merupakan bagian dari kelembagaan pengelolaan Hutan Rakyat dan berperan penting sebagai wadah interaksi antar anggota kelompok tani Hutan Rakyat. Proses pembelajaran petani terjadi dalam kelompok tani Hutan Rakyat. Kelompok tani memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan produksi Hutan Rakyat. Peningkatan kualitas pengelolaan Hutan Rakyat di masa mendatang dapat dilakukan dengan merumuskan strategi yang menekankan pada penguatan kelompok dalam pengelolaan Hutan Rakyat. 150 151 Pretty 1995 mengemukakan bahwa kelompok dan kelembagaan lokal sudah sejak lama berperan penting dalam pembangunan pertanian pedesaan. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan tidak hanya tergantung pada motivasi masing-masing petani, tetapi juga tergantung pada tindakan kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Kelompok tani berperan penting dalam pengelolaan Hutan Rakyat sebagaimana halnya dalam pertanian pedesaan. Pengelolaan Hutan Rakyat adalah proses pembelajaran petani Hutan Rakyat mengenai cara mengelola Hutan Rakyat berdasarkan kaidah yang ditentukan. Penelitian Millar dan Curtis 1997 menemukan bahwa interaksi antar petani, baik diantara mereka sendiri, maupun bersama dengan para ahli dan penyuluh, berdampak pada terjadinya pertukaran pengetahuan yang memfasilitasi proses pembelajaran petani secara lebih mendalam. Fasilitasi yang efektif sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran kelompok petani. Strategi penguatan kelompok dalam pengelolaan Hutan Rakyat secara garis besar terbagi menjadi strategi penguatan kelompok melalui pengembangan kapasitas anggota kelompok didukung dan reorientasi penyelenggaraan kegiatan penyuluhan kehutanan. Pengembangan kapasitas anggota kelompok mengandung pengertian peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam kelompok tani. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam kelompok tani dilakukan melalui: 1 peningkatan pendapatan petani pengelola Hutan Rakyat, 2 peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok tani Hutan Rakyat, 3 Keterbukaan akses terhadap pelatihan Hutan Rakyat sesuai kebutuhannya, 4 Peningkatan kapasitas sumber belajar, dan 5 Peningkatan kemampuan petani dalam aspek pemasaran Hutan Rakyat. Strategi penguataan kelompok tersebut harus didukung oleh reorientasi penyelenggaraan penyuluhan kehutanan terkait Hutan Rakyat. Reorientasi penyelenggaraan penyuluhan kehutanan pada dasarnya adalah memaknai kembali kegiatan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan yang sudah berjalan saat ini. Kesesuaian sistem yang ada dengan kebutuhan petani, kemudahan akses