Penyuluhan Kehutanan Penyuluhan Kehutanan
22 kehutanan tersebut. Penyuluhan kehutanan dipandang sebagai kunci untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan. Rebugio 1978 mendefinisikan penyuluhan kehutanan sebagai sistem
pendidikan nonformal yang dirancang untuk mengembangkan perilaku diantara pengguna hutan dan kapabilitas yang diinginkan dalam rangka upaya konservasi
sumberdaya hutan. Penyuluhan kehutanan menurut Anderson dan Farrington 1996 didefinisikan sebagai proses yang sistematis dari pertukaran ide,
pengetahuan dan teknik yang mengarah pada perubahan yang menguntungkan dalam sikap mental, praktik, pengetahuan, nilai-nilai, dan perilaku yang bertujuan
meningkatkan pengelolaan hutan dan kayu. Glendingin 2001 mengacu pada Sim dan Hilmi 1987 mengemukakan
bahwa penyuluhan merupakan proses menyatukan pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan untuk menentukan kebutuhan yang diperlukan, penyelesaian
masalah yang
dihadapi, pendampingan
terhadap masyarakat
lokal dan
sumberdaya penting, dan pendampingan lainnya yang mungkin diperlukan untuk mengatasi
kendala tertentu. Departemen
Kehutanan 1996
mengartikan penyuluhan
kehutanan sebagai
upaya alih-teknologi
kehutanan melalui
pendidikan luar-sekolah yang ditujukan kepada petani dan kelompok masyarakat lainnya, untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, keterampilan, dan
kemampuannya dalam memanfaatkan lahan miliknya, pengamanan, serta pelestarian sumber daya alam.
Beragam definisi mengenai penyuluhan kehutanan menyebabkan sulit untuk diperoleh satu definisi yang disepakati oleh berbagai pihak. Namun
demikian menurut Anderson dan Farrington 1996 dari beragam definisi tersebut dapat ditarik dua pandangan mendasar. Pandangan pertama beranggapan bahwa
penyuluhan terikat dengan fungsi alih teknologi dan tidak digabungkan dengan tugas-tugas lainnya. Pandangan kedua beranggapan bahwa penyuluhan harus
melihat masyarakat sebagai rekan dan memahami kebutuhan mereka. Fungsi pengembangan
manusia menjadi
kunci penting
dalam pelaksanaannya.
Pandangan ini seringkali disebut pendekatan ’utamakan petani’ farmer first atau 22
23 ’pendekatan pemecahan masalah’. Kerangka pembangunan yang berkelanjutan
menitikberatkan keduanya pada kandungan isi teknologi dan penyebarannya dan
proses pengembangan
kapasitas pemecahan
masalah. Penyuluhan
kehutanan harus berakar dari kebutuhan untuk memelihara efisiensi maupun keadilan dalam pembangunan kehutanan.
Penyuluhan di bidang agroforestry merupakan salah satu penyuluhan yang
dilakukan dalam
lingkup penyuluhan
kehutanan. Chavangi
and Zimmermann 1987 mengemukakan bahwa penyuluhan di bidang agroforestry,
tidak seluruhnya merupakan tugas teknis untuk melakukan penanaman pohon, melainkan
lebih kepada
gabungan tugas
teknis, psikologis,
sosiologis, kelembagaan, dan politik. Menurut Bukenya et al. 2007 dalam teknologi
agroforestry menjadi terkait dengan petani ketika dikomunikasikan pada petani. Petani belajar mengenai teknologi agroforestry melalui cara yang berbeda,
misalnya dengan mendengarkan, mengamati, berdiskusi dan menggunakan metode yang diterapkan oleh petugas penyuluhan ketika melaksanakan
penyuluhan. Hasil penyuluhan dapat berbeda pada situasi dan tingkat adopsi yang berbeda.
Beberapa metode pendekatan dalam penyuluhan menurut Tengnas 1994 antara lain adalah : 1 pendekatan individu, 2 pendekatan kelompok
pertemuan, pekerjaan lapangan, demontrasi, dukungan untuk kelompok, 3 pendekatan kelas, dan 4 pendekatan penyuluhan masal. Penyuluhan di bidang
agroforestry ini salah satunya adalah penyuluhan yang dilaksanakan dalam rangka mendukung pelaksanaan Hutan Rakyat.