Metode Penyuluhan Kegiatan Penyuluhan .1 Pemahaman mengenai Tujuan Kegiatan Penyuluhan

98 Kegiatan penyuluhan kehutanan terkait Hutan Rakyat di lokasi penelitian biasanya dilakukan di saung yang terletak di areal Hutan Rakyat. Jadwal pertemuan terbagi menjadi jadwal rutin dan jadwal yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok tani, yaitu misalnya apabila ada perkembangan terbaru yang perlu dikomunikasikan oleh ketua kelompok tani atau penyuluh kehutanan kepada para petani Hutan Rakyat. Bangunan saung tersebut sebenarnya sudah kurang layak dijadikan tempat pertemuan, namun demikian bagi para responden petani Hutan Rakyat kondisi bangunan tempat pertemuan tersebut sudah cukup memadai, dikarenakan posisinya yang strategis di areal tempat mereka bekerja. Ketua Kelompok tani atau penyuluh kehutanan, selain mengadakan pertemuan secara berkala dengan responden petani Hutan Rakyat di saung, juga secara teratur berkunjung ke masing-masing lahan Hutan Rakyat secara bergiliran. Penyebaran informasi baru dalam kelompok tani paling efektif dilakukan melalui cara dari mulut ke mulut getok tular, baik dilakukan oleh ketua kelompok tani dengan petani maupun antara petani dan petani. Hal itu juga berlaku untuk pelaksanaan kegiatan produksi Hutan Rakyat, undangan untuk pertemuan kelompok tani dilakukan dari mulut ke mulut tanpa undangan tertulis. Pada awal pembangunan Hutan Rakyat, tidak semua anggota kelompok tani Saluyu II tertarik mengikuti program Hutan Rakyat di areal permodelan Hutan Rakyat, dikarenakan Hutan Rakyat bagi sebagian anggota kelompok tani memuat cara-cara baru dalam bercocok-tanam yang memiliki bentuk berbeda dengan pertanian lahan basah yang lebih dulu mereka lakukan. Ketertarikan petani terhadap Hutan Rakyat dibangun ketika ketua kelompok tani memelopori pembangunan Hutan Rakyat di petak lahan miliknya yang terletak di areal permodelan Hutan Rakyat. Pertumbuhan kayu sengon yang cepat dan penanganan yang mudah dengan peluang penjualan yang menjanjikan, mendorong anggota kelompok tani tertarik ikut mengusahakan Hutan Rakyat, dengan menggabungkan penanaman tanaman keras, tanaman semusim, termasuk buah-buahan di lahan miliknya. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lionberger and Gwin 1982 bahwa sebelum individu mengadopsi 98 99 pengetahuan atau teknologi baru, terdapat tahapan berupa kesadaran awareness, merasa tertarik Interest, mengevaluasi Evaluation, mencoba trial dan terakhir mengadopsi Adoption. Berdasarkan wawancara mendalam, sebelum responden memutuskan mengusahakan Hutan Rakyat di lahan miliknya, mereka terlebih dahulu merasa tertarik dengan perkembangan Hutan Rakyat di petak penanaman yang dirintis oleh Ketua kelompok tani sekaligus dengan potensi keuntungan yang dapat diperoleh. Setelah melalui berbagai pertimbangan mengenai kemampuan sumberdaya yang dimiliki, petani mulai mencoba menanam kayu sengon di lahannya, sebelum akhirnya responden petani Hutan Rakyat memutuskan mengadopsi pengelolaan lahan dengan pola Hutan Rakyat pada skala yang lebih besar. Pada tahapan mengadopsi tersebut terjadi proses pembelajaran dalam diri petani mengenai pengelolaan Hutan Rakyat. Pelatihan terkait Hutan Rakyat hanya diberikan pada awal pembangunan areal permodelan Hutan Rakyat, yaitu pelatihan mengenai cara pembibitan dan penanaman kayu Sengon. Pelatihan tersebut diikuti hampir seluruh responden petani Hutan Rakyat karena sifatnya untuk mempersiapkan petani terlibat dalam pembangunan areal permodelan Hutan Rakyat. Pelatihan tersebut tidak diikuti dengan pelatihan di bidang Kehutanan lainnya secara berkelanjutan. Apabila terdapat pelatihan di bidang kehutanan lainnya biasanya hanya diikuti oleh ketua kelompok tani yang akan menyebarkan hasil pelatihan atau pameran kehutanan kepada anggota kelompok tani lainnya. Ketua kelompok tani terkadang juga mengajak wakilnya atau beberapa anggota kelompok tani lainnya yang tergolong senior mengikuti kegiatan pelatihan atau pameran kehutanan.Hal itu menunjukkan bahwa kesempatan tiap-tiap petani Hutan Rakyat mengikuti pelatihan atau pameran kehutanan masih sangat terbatas. Penggunaan media pembelajaran berdasarkan wawancara dan pengamatan lapangan dapat dikategorikan masih sangat minim. Bantuan berupa buku-buku, brosurleaflet, dan majalahsurat kabar sangat jarang diperoleh. Bantuan diberikan kepada kelompok dan bukan kepada masing-masing anggota 100 kelompok tani. Sebagian besar bantuan diberikan hanya pada awal pengembangan Hutan Rakyat. Pembelajaran petani Hutan Rakyat juga tidak menggunakan media elektronik seperti media radio atau televisi. Kualitas metode penyuluhan terbagi menjadi kategori tinggi, sedang, dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas metode penyuluhan tergolong sedang Tabel 41. Tabel 41. Sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap kualitas metode penyuluhan No. Kualitas metode penyuluhan Jumlah n jiwa Persentase 1 Rendah skor : 22 2 3,64 2 Sedang skor : 22-33 49 89,09 3 Tinggi skor : 33 4 7,27 Jumlah 55 100,00 a Sumber : Diolah dari, 2012

6.3.4 Sarana dan Prasarana Penunjang Kegiatan Penyuluhan

Persepsi mengenai kualitas sarana dan prasarana kegiatan penyuluhan mengandung pengertian mengenai efektivitas sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan yang membantu responden memperoleh tambahan informasipengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan Hutan Rakyat. Pengelolaan Hutan Rakyat merupakan suatu proses pembelajaran bagi responden petani Hutan Rakyat. Sarana dan prasarana kegiatan penyuluhan meliputi ketersediaan media pembelajaran dan efektifitasnya memberikan tambahan informasi dan pengetahuan bagi responden petani Hutan Rakyat. Media pembelajaran menurut Gerlach Ely 1971 dalam Arsyad 2011 dapat dipahami bahwa secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat pembelajar mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Arsyad 1997 secara implisit mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran, yaitu buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide bingkai, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. 100 101 Arsyad 1997 mengemukakan pula bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari adanya tambahan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan Hutan Rakyat yang diperolehresponden melalui penggunaan media pembelajaran yang tersedia di lokasi penelitian Tabel 42. Tabel 42. Persentase persepsi responden terhadap ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan Penyuluhan Kehutanan Sarana dan Prasarana Penunjang Kegiatan Penyuluhan Ya