Karakteristik Responden PROFIL PETANI HUTAN RAKYAT

75 tahun atau tidak menamatkan pendidikan dasar. Sebanyak 36,36 persen responden lainnya memiliki ragam yaitu 1 responden yang mengikuti pendidikan dasar dan sudah duduk di kelas-kelas akhir tetapi tidak menyelesaikan pendidikannya, 2 responden yang berhasil menamatkan pendidikan SD, dan 3 responden yang berhasil menamatkan pendidikan SD dan melanjutkan bersekolah sampai ke sekolah menengah lanjutan pertama, namun hanya pada tahun-tahun awal saja. Sebagian responden yang sudah duduk di jenjang SLTP dan SLTA karena keterbatasan biaya, akhirnya memilih tidak melanjutkan sekolah. Hal tersebut menjelaskan rentang waktu penyelesaian pendidikan formal responden yang tertinggi hanya 11 tahun Tabel 15. Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal No. Jumlah tahun bersekolah Jumlah n jiwa Persentase 1. Rendah 0 – 3 tahun 30 54,54 2. Sedang 4 – 7 tahun 20 36,36 3. Tinggi 8 – 11 tahun 5 9,09 J u m l a h 55 100,00 a Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Dalam pengelolaan Hutan Rakyat, responden juga memperoleh tambahan pengetahuan dari kursuspelatihan di bidang pertanian dan kehutanan yang diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten, Perguruan Tinggi, BPDAS Citarum-Ciliwung, ataupun dari pemerintah desa setempat. Pelatihan di bidang Hutan Rakyat, khususnya diselenggarakan pada awal pembangunan areal permodelan Hutan Rakyat, meliputi kegiatan pelatihan pembibitan dan penanaman tanaman sengon. Pelatihan tersebut dilaksanakan dengan disertai praktek langsung di lahan petani. Kegiatan serupa di bidang penanaman palawija juga pernah dilakukan oleh Instansi BP3K Cibungbulang. Jenis pelatihan yang lebih berorientasi pada bidang perkebunan banyak diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang terdekat dengan lokasi penelitian, yaitu Institut Pertanian Bogor Tabel 16. 76 Berdasarkan wawancara mendalam, responden merasa jumlah penyelenggarakan pelatihan baik di bidang pertanian maupun kehutanan, masih sangat terbatas. Padahal pelatihan-pelatihan tersebut memberikan manfaat berupa tambahan informasi dan pengetahuan agar mereka dapat mengolah lahan Hutan Rakyat dengan lebih baik. Tabel 16. Pelatihan yang diikuti oleh petani Hutan Rakyat No. Nama pelatihan yang diikuti Penyelenggara 1 Pembibitan dan penanaman pohon Sengon Instansi Kehutanan 2 Penanaman Palawija BP3K 3 Pembuatan Pupuk Cair organik IPB 4 Pembuatan Jamur Tiram IPB a Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Dalam kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, pelatihan Hutan Rakyat yang diselenggarakan hanya pada saat pemberian bantuan bibit areal permodelan Hutan Rakyat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 72,72 persen responden menyatakan tidak pernah danatau hanya 1 satu kali memperoleh pelatihan terkait Hutan Rakyat Tabel 17. Hal tersebut menunjukkan masih rendahnya intensitas penyelenggaraan pelatihan terkait Hutan Rakyat di lokasi penelitian. Tabel 17. Jumlah pelatihan yang diikuti responden terkait Hutan Rakyat No. Kursuspelatihan di bidang kehutanan yang diikuti petani Jumlah n jiwa Persentase 1 Jarang 1 kali 40 72,72 2 Sedang 2-3 kali 14 25,45 3 Sering 4 kali 1 1,81 Total 55 100,00 a Sumber : Olahan data primer, 2012 Mata pencaharian utama responden di lokasi penelitian adalah sebagai petani, baik petani lahan basah maupun sayur-sayuranpalawija. Selain mata 76 77 pencaharian utama tersebut, responden juga memiliki pekerjaan sampingan lainnya yaitu sebagai buruh angkut mikul, buruh tani, beternak, berdagang, pengrajin tas, dan usaha ikan hias Tabel 18. Ragam mata pencaharian responden menunjukkan bahwa Hutan Rakyat bukan merupakan pilihan satu- satunya sumber pendapatan responden. Tabel 18. Pekerjaan sampingan yang dilakukan responden No. Jenis pekerjaan sampingan Jumlah n jiwa Persentase 1. Tidak punya pekerjaan sampingan 19 34,50 2. Buruh angkut 6 10,90 3. Buruh sawah 6 10,90 4. Berdagang 1 1,80 5. Beternak 6 10,90 6. Budidaya Ikan Hias 5 9,10 7. Pengrajin tas 5 9,10 8. Buruh tani dan Berdagang 4 7,30 9. Budidaya Ikan Hias dan Berternak 3 5,50 J u m l a h 55 100,00 a Sumber : Olahan data primer, 2012 Berdasarkan ragam mata pencaharian responden, kategori responden dapat dipilah kembali berdasarkan jumlah pekerjaan sampingan yang dimilikinya, yaitu : 1 responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan, 2 responden yang memiliki 1 satu pekerjaan sampingan, dan 3 responden yang memiliki 2 dua atau lebih pekerjaan sampingan Tabel 19. Tabel 19. Jumlah pekerjaan sampingan responden No. Jumlah pekerjaan sampingan Jumlah n jiwa Persentase 1. Tidak memiliki pekerjaan sampingan 19 34,5 2. Memiliki satu pekerjaan sampingan 36 10,9 3. Memiliki dua atau lebih pekerjaan sampingan 7 10,9 J u m l a h 55 100 a Sumber : Olahan data primer, 2012 78 Sebagian besar responden berpandangan bahwa Hutan Rakyat merupakan tabungan jangka panjang. Pemeliharaan tanaman keras secara intensif dilakukan sampai pada tahun ketiga. Pada tahun keempat dan seterusnya Hutan Rakyat relatif dapat dibiarkan, dalam artian pemeliharaannya hanya sebatas membersihkan rumput atau tanaman liar dan melakukan penjarangan. Kemudahan pengelolaan Hutan Rakyat dengan hasil yang cukup menjanjikan mendorong responden tertarik mengelola Hutan Rakyat di lahannya sendiri. Berdasarkan gambaran mengenai mata pencaharian petani, maka sumber pendapatan petani dapat diperoleh dari lahan sawah, lahan Hutan Rakyat, dan sumber pendapatan sampingan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani di lokasi penelitian tergolong rendah Tabel 20. Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan No. Pendapatan petani Jumlah n jiwa Persentase 1. Rendah Rp 410.000 – Rp 1.390.000 46 83,63 2. Sedang Rp 1.390.100 – Rp 2.370.100 8 14,55 3. Tinggi Rp 2.370.100 – Rp 3.350.100 1 1,82 T o t a l 55 100,00 a Sumber : Olahan data primer, 2012 Lama petani mengusahakan Hutan Rakyat adalah jumlah tahun sejak responden terlibat dalam kegiatan Hutan Rakyat dan keikutsertaan pada pelaksanaan program areal permodelan Hutan Rakyat yang dimulai sejak tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 52,7 persen responden sudah mengusahakan Hutan Rakyat selama lebih dari 5 lima tahun dan masuk pada kategori lama. Responden pada kategori ini merupakan responden yang tergabung dalam areal model pembangunan Hutan Rakyat sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007 Tabel 21. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa sebanyak 41,8 persen responden baru mengusahakan Hutan Rakyat selama 3 tiga sampai 4 empat tahun. Responden dengan lama mengusahakan Hutan Rakyat dalam kategori 78 79 sedang ini adalah petani Hutan Rakyat yang tergerak untuk ikut secara sukarela dan swadaya mengusahakan Hutan Rakyat di lahannya, setelah melihat perkembangan Hutan Rakyat di lahan-lahan petani yang sudah lebih dulu mengusahakan Hutan Rakyat. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun masyarakat sudah mengenal tanaman kayu sebelum program areal model Hutan Rakyat dilaksanakan, tetapi program tersebut tidak serta dapat langsung diterima oleh masyarakat. Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan lama mengusahakan Hutan Rakyat No. Lama mengusahakan Hutan Rakyat Jumlah n jiwa Persentase 1. Baru 2 tahun 3 5,4 2. Sedang 3-4 tahun 23 41,8 3. Lama 5 tahun 29 52,7 Total 55 100,00 a Sumber : Olahan data primer, 2012 Luas lahan di lokasi penelitian dapat dibagi menjadi 3 tiga kategori yaitu luas, sedang, dan sempit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 40 persen responden memiliki lahan dengan luasan pada dalam kategori sempit Tabel 22. Berdasarkan wawancara mendalam, keterbatasan luas lahan merupakan salah satu kendala yang dihadapi responden petani Hutan Rakyat. Mereka menyatakan apabila mereka memiliki tanah yang lebih luas, maka mereka akan menanaminya dengan tanaman kayu lebih banyak lagi. Tabel 22. Sebaran responden berdasarkan kepemilikan luas lahan No. Luas Lahan Jumlah n jiwa Persentase 1. Srata I Luas 0,50 Ha 18 32,72 2. Strata II Sedang 0,26 – 0,50 Ha 15 27,27 3. Strata III Sempit 0,01 – 0,25 22 40,00 T o t a l 55 100,00 a Sumber : Olahan data primer, 2012 80 Penggunaan lahan dengan luasan tersebut terbagi menjadi jenis kebun dan kebun-sawah. Pada lahan dengan jenis kebun ditanami tanaman keras kayu- kayuan dan tanaman palawija serta buah-buahan, sedangkan pada lahan petani dengan jenis kebun-sawah, artinya dalam waktu yang sama, petani mengusahakan sawah dan juga tanaman keras kayu-kayuan, tanaman palawija, dan buah-buahan di bagian tanahnya yang lain. Dalam istilah setempat, lahan yang digunakan sebagai kebun disebut tanah kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan antara petani yang hanya mempunyai lahan kebun dan petani yang mempunyai lahan kebun dan sawah hampir sama, yaitu sebesar 49,10 persen dan 50,90 persen Tabel 24. Tabel 23. Sebaran responden berdasarkan jenis lahan yang dimiliki No. Luas lahan Jumlah n jiwa Persentase 1. Kebun 27 49,10 2. Sawah dan Kebun 28 50,90 T o t a l 55 100,00 a Sumber : Olahan data primer, 2012 Berdasarkan status lahan, sebanyak 45 responden 80,4 persen memiliki Hutan Rakyat pada lahan milik. Sisanya dalam jumlah kecil terbagi menjadi responden yang memiliki Hutan Rakyat pada lahan sewa dan pada lahan garapan maro atau gabungan dari keduanya Tabel 24. Tabel 24. Sebaran responden berdasarkan status kepemilikan lahan No. Status kepemilikan lahan Jumlah n jiwa Persentase 1. Lahan milik 45 80,40 2. Lahan sewa 3 5,40 3. Lahan garapan maro 1 1,80 4. Lahan milik dan sewa 3 5,40 5. Lahan milik dan garapan 2 3,60 6. Lahan sewa dan lahan garapan 1 1,80 J u m l a h 55 100,00 a Sumber : Olahan Data Primer, 2012 80 81 Pemilik lahan yang menyewakan tanahnya untuk dikelola sebagai Hutan Rakyat merupakan petani yang memiliki aset lahan cukup luas dan memutuskan menyewakan tanahnya untuk memperoleh keuntungan dari harga sewa. Biasanya mereka memiliki pekerjaan lain di luar lahan pertanian atau kehutanan. Hal ini juga terjadi pada pemilik lahan yang mengolah lahannya dengan sistem maro. Sistem bagi hasil maro ini dilakukan untuk menekan biaya produksi. Pada lahan sewa, petani menyewa lahan pada orang lain dengan imbalan sejumlah uang. Biaya produksi di lahan sepenuhnya menjadi tanggung jawab petani penyewa. Pada lahan garapan maro, responden mengolah lahan milik petani lainnya. Biaya produksi dan hasil penjualan panen dibagi dua maro antara pemilik tanah dan petani penggarap. Bentuk kepemilikan tanah berupa sewa dan maro disebabkan oleh keterbatasan lahan di lokasi penelitian. Data pada Tabel 24 menunjukkan bahwa pemilik tanah di lokasi penelitian, selain mengolah sendiri lahannya dapat menyewakan sebagian tanahnya pada orang lain atau memilih sistem garapan maro. Terdapat pula pemilik tanah yang selain menyewakan tanah, juga mengolah lahannya dengan sistem garapan maro. Pemilihan jenis oleh responden banyak ditentukan oleh kondisi lahan, tradisi masyarakat setempat, dan kemudahan penanaman dan pemeliharaannya. Seluruh petani menanam kayu Sengon, namun ada juga yang mengusahakan kayu Jati, Afrika, Suren, Mahoni, Jabon, Karet dan Bambu. Responden juga memanfaatkan lahan Hutan Rakyat dengan pola tanam tumpangsari. Pola tanam tersebut memungkinkan petani menanam tanaman keras bersama-sama danatau bergiliran dengan tanaman palawija antara lain ketela pohon, ubi jalar, kacang tanah, empon-empon, cabe, jagung, dan lain sebagainya. Petani menanam palawija tanaman buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebelum tanaman kayu-kayuan dapat dipanen. Responden petani Hutan Rakyat juga menanam tanaman buah. Tanaman buah biasanya ditanam di lahan kebun atau di pekarangan. Petani memperoleh bibitnya secara tidak sengaja di lahan atau memperoleh bibit tersebut dari petani lain. Bantuan berupa bibit tanaman buah 82 belum pernah diberikan oleh dinas instansi terkait. Hasil buah dari lahan kebun responden apabila jumlahnya sedikit cukup dikonsumsi sendiri, sedangkan apabila jumlahnya banyak akan dijual ke pasar Tabel 25. Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan jenis tanaman yang ditanam di lahan Hutan Rakyatnya No Jenis tanaman Hutan Rakyat Nama pohontanaman Jumlah n jiwa Persentase jiwa I. Tanaman Keras Sengon 55 100,00 Mahoni 14 25,50 Afrika 12 21,80 Jati 10 18,20 Suren 7 12,70 Jabon 6 10,90 Karet 3 5,450 Bambu 5 9,09 II. Tanaman Semusim Palawija Ketela Pohon 39 70,90 Jagung 26 47,30 Ubi Jalar 25 45,50 Kc. Tanah 14 25,50 Empon2 14 25,50 Cabe 12 21,80 Kc. panjang 7 12,70 Kol 5 9,09 Katuk 4 7,27 Timun 4 7,27 Buncis 3 5,45 Kedelai 2 3,64 III. Buah-buahan Pisang 20 36,40 Kelapa 16 29,10 Rambutan 12 21,80 Nangka 11 20,00 Pepaya 11 20,00 Jambu 6 10,90 Pala 5 9,09 Manggis 3 5,45 Durian 1 1,82 Cempedak 1 1,82 a Sumber : Olahan Data Primer, 2012 82 83 Penanaman tanaman keras, palawija, dan buah-buahan oleh responden terbagi menjadi petani yang hanya menanam satu jenis tanaman keraspalawijabuah-buahan di lahannya dan petani yang menggabungkan lebih dari satu tanaman keraspalawijabuah-buahan di lahannya Tabel 26. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden petani Hutan Rakyat berupaya memaksimalkan penggunaan dan pemanfaatan lahan Hutan Rakyat. Penanaman tanaman keras kayu-kayuan dimaksudkan untuk kebutuhan jangka panjang, sedangkan tanaman palawija dan buah-buahan untuk kebutuhan jangka pendek. Tanaman palawija dan buah-buahan selain dapat dijual juga dapat dimakan untuk lauk-pauk sehari-hari. Tabel 26. Sebaran responden berdasarkan jumlah gabungan jenis tanaman yang ditanam pada lahan Hutan Rakyat. No. Kategori Jenis Tanaman Jumlah tanaman yang ditanam di lahan Hutan Rakyat Jumlah n jiwa Persentase I. Tanaman Keras 0 – 1 28 50,90 2 – 3 20 36,40 3 7 12,70 J u m l a h 55 100,00 II. Tanaman Palawija 0 – 1 14 25,50 2 – 3 23 14,80 3 18 32,70 J u m l a h 55 100,00 III. Tanaman Buah-buahan 0 – 1 32 58,20 2 – 3 16 29,10 3 7 12,70 J u m l a h 55 100,00 IV. Gabungan Tanaman Keras PalawijaBuah- buahan 0 – 3 11 20,00 4 – 7 28 50,90 7 16 29,10 J u m l a h 55 100,00 a Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Motivasi responden mengusahakan Hutan Rakyat adalah alasan yang melatar belakangi keputusan responden untuk menanam kayu di lahannya. 84 Motivasi responden dapat dibagi menjadi motivasi responden menanam tanaman keras kayu-kayuan, tanaman palawija, dan menanam tanaman buah-buahan Tabel 27. Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan motivasi menanam Hutan Rakyat No. Jenis Tanaman Motivasi MenanamHutan Rakyat Jumlah n jiwa I. Tanaman Kayu-kayuan 1 Dijual untuk kebutuhan jangka panjang 40 72,72 2 Dijual untuk menambah penghasilan 38 69,09 3 digunakan sendiri untuk membangun memperbaiki rumah 30 54,54 4 Mengikuti tradisi setempat menanam kayu sengon 24 43,63 5 Memanfaatkan lahan kosong 18 32,72 6 Dijual untuk keperluan anak sekolah 16 29,09 7 Simpanan untuk kebutuhan mendadak 14 24,45 8 Tertarik pada program penghijauan pemerintah 7 12,72 II. Tanaman Semusim Palawija 1 Dijual untuk membeli kebutuhan sehari-hari sebelum panen sengon 48 87,27 2 Dikonsumsi sendiri 28 50,90 3 Dijual untuk menambah penghasilan 14 25,45 III. Tanaman Buah- buahan 1 Dikonsumsi sendiri 43 78,18 2 Dijual untuk menambah penghasilan 27 49,09 3 Dijual untuk membeli kebutuhan sehari-hari sebelum panen sengon 15 27,27 a Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 72,72 responden menyatakan bahwa hasil kayu Hutan Rakyat merupakan tabungan masa depan Penanaman kayu di lahan Hutan Rakyat memerlukan rentang waktu yang cukup 84 85 panjang sebelum siap panen. Kayu Sengon rata-rata dapat ditebang dengan diameter kayu yang memadai setelah umur 7 tujuh tahun. Oleh karena itu kayu sengon dipandang merupakan investasi jangka panjang yang menguntungkan. Tanaman kayu Sengon merupakan salah satu jaminan sumber pendapatan petani yang dapat dijual sewaktu-waktu apabila petani memerlukannya. Petani Hutan Rakyat dengan motivasi menanam kayu sebagai tabungan masa depan biasanya akan menjual tanaman kayunya pada saat kayu sudah cukup umur untuk ditebang. Namun demikian sebanyak responden 69,09 persen berpendapat bahwa hasil kayu dari Hutan Rakyat merupakan simpanan apabila ada kebutuhan mendadak. Berdasarkan wawancara mendalam, responden dengan motivasi demikian lebih mudah menebang kayu dari lahannya apabila membutuhan tambahan pendapatan walaupun kayu belum mencapai diameter yang cukup. Penanaman di lahan Hutan Rakyat untuk tanaman palawija menunjukkan sebaran terbesar sebanyak 87,29 persen pada pengelompokan jawaban yang sama, yaitu dijual untuk membeli kebutuhan sehari-hari sebelum panen sengon. Penanaman tanaman palawija seperti misalnya ketela pohon, ubi, empon- empon dan tanaman lainnya di lahan Hutan Rakyat merupakan penopang kebutuhan hidup petani Hutan Rakyat sebelum pohon Sengon dapat ditebang dan dijual. Selanjutnya sebanyak 78,18 responden petani Hutan Rakyat menyatakan menanam tanaman buah-buahan di lahan Hutan Rakyatnya untuk dikonsumsi sendiri. Hal tersebut terkait dengan luas kepemilikan lahan yang relatif kecil sehingga tidak terdapat lahan yang cukup untuk menanam tanaman buah-buahan pada skala yang lebih besar. Motivasi responden petani Hutan Rakyat terbagi menjadi responden petani Hutan Rakyat dengan motivasi tinggi, motivasi sedang, dan motivasi rendah Tabel 28. Responden petani Hutan Rakyat yang memiliki motivasi tinggi adalah petani yang secara bersungguh-sungguh mengelola Hutan Rakyat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden petani Hutan Rakyat memiliki motivasi mengelola Hutan Rakyat termasuk dalam kategori sedang. 86 Tabel 28. Sebaran responden berdasarkan tingkat motivasi petani mengelola Hutan Rakyat No. Tingkat motivasi petani mengelola Hutan Rakyat Jumlah n jiwa Persentase 1. Rendah skor : 10 1 1,83 2. Sedang skor : 10-15 29 52,72 3. Tinggi skor : 15 25 45,45 Jumlah 55 100,00 a Sumber : Diolah dari Data Lapangan, 2012 Gambaran motivasi responden petani mengelola Hutan Rakyat menunjukkan bahwa motivasi petani Hutan Rakyat menanam tanaman keras, tanaman palawija dan tanaman buah-buahan di lahan Hutan Rakyat dilatarbelakangi motivasi ekonomi, yaitu sebagai sebagai tabungan saving untuk jangka panjang dan sebagai sumber pendapatan sehari-hari untuk jangka pendek.

6.2 Kompetensi Personal Sumber Belajar

Menurut Spencer dan Spencer 1993 kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang ada hubungan sebab-akibat dengan prestasi kerja yang luar biasa atau dengan efektivitas kerja. Karakteristik dasar tersebut meliputi motif, sifat, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Menurut Parulian dan Thoha 2008 mengacu pada Miller, Rankin dan Neathey 2001, kompetensi didefinisikan sebagai gambaran tentang apa yang harus diketahui atau dilakukan seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Kompetensi sumber belajar yang dimaksud pada bagian ini adalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sumber belajar dalam mengelola Hutan Rakyat dilihat berdasarkan tiga aspek yaitu penguasaan informasipengetahuan terkait Hutan Rakyat, kemampuan melakukan komunikasi dengan petani Hutan Rakyat, dan kemampuan menjadi teladanpanutan. 86 87

6.2.1 Personal Sumber Belajar

Hutan Rakyat merupakan inovasi baru bagi petani Hutan Rakyat di lokasi penelitian yang memuat teknologi baru mengelola tanaman keras dengan menggabungkan tanaman semusim palawija dan tanaman buah-buahan. Responden yang semula hanya bercocok tanam padi basah dan sayur-mayur kemudian harus belajar mengusahakan tanaman keras dan kayu-kayuan. Petani memperoleh pengetahuan dan mengenai pengelolaan Hutan Rakyat dari berbagai sumber belajar. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi petani mengenai individu yang menjadi personal sumber belajar dalam pengelolaan Hutan Rakyat cukup beragam Tabel 29. Tabel 29. Sebaran persepsi responden mengenai personal sumber belajar No. Sumber Belajar Jumlah n jiwa Persentase 1. Ketua Kelompok Tani 27 49,09 2. Penyuluh kehutanan dan Ketua Kelompok tani 12 21,81 3. Ketua Kelompok Tani dan rekan sesama anggota kelompok tani yang lebih berpengalaman 5 9,09 4. Penyuluh Kehutanan 4 7,27 5. Penyuluh kehutanan, Ketua Kelompok tani, dan rekan sesama anggota kelompok tani yang lebih berpengalaman 3 5,45 6. Rekan sesama anggota kelompok tani yang lebih berpengalaman 2 3,64 7. Penyuluh kehutanan dan rekan sesama anggota kelompok tani yang lebih berpengalaman 2 3,64 J u m l a h 55 100,00 a Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Personal sumber belajar dalam persepsi responden antara lain adalah penyuluh kehutanan, ketua kelompok tani, dan rekan sesama anggota kelompok tani. Persepsi masyarakat mengenai sumber belajar dapat berbeda-beda terikat pengaruh sumber belajar tersebut terhadap tambahan pengetahuan dan keterampilan pengelolaan Hutan Rakyat. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 49,09 persen responden petani Hutan Rakyat