Karakteristik Responden PROFIL PETANI HUTAN RAKYAT
75 tahun atau tidak menamatkan pendidikan dasar. Sebanyak 36,36 persen
responden lainnya memiliki ragam yaitu 1 responden yang mengikuti pendidikan dasar dan sudah duduk di kelas-kelas akhir tetapi tidak menyelesaikan
pendidikannya, 2 responden yang berhasil menamatkan pendidikan SD, dan 3 responden yang berhasil menamatkan pendidikan SD dan melanjutkan bersekolah
sampai ke sekolah menengah lanjutan pertama, namun hanya pada tahun-tahun awal saja. Sebagian responden yang sudah duduk di jenjang SLTP dan SLTA
karena keterbatasan biaya, akhirnya memilih tidak melanjutkan sekolah. Hal tersebut menjelaskan rentang waktu penyelesaian pendidikan formal responden
yang tertinggi hanya 11 tahun Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal
No. Jumlah tahun bersekolah
Jumlah n jiwa Persentase
1. Rendah 0 – 3 tahun
30 54,54
2. Sedang 4 – 7 tahun
20 36,36
3. Tinggi 8 – 11 tahun
5 9,09
J u m l a h 55
100,00
a
Sumber : Olahan Data Primer, 2012
Dalam pengelolaan Hutan Rakyat, responden juga memperoleh tambahan pengetahuan dari kursuspelatihan di bidang pertanian dan kehutanan yang
diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten, Perguruan Tinggi, BPDAS Citarum-Ciliwung, ataupun dari pemerintah desa setempat.
Pelatihan di bidang Hutan Rakyat, khususnya diselenggarakan pada awal pembangunan areal permodelan Hutan Rakyat, meliputi kegiatan pelatihan
pembibitan dan penanaman tanaman sengon. Pelatihan tersebut dilaksanakan dengan disertai praktek langsung di lahan petani. Kegiatan serupa di bidang
penanaman palawija juga pernah dilakukan oleh Instansi BP3K Cibungbulang. Jenis pelatihan yang lebih berorientasi pada bidang perkebunan banyak
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang terdekat dengan lokasi penelitian, yaitu Institut Pertanian Bogor Tabel 16.
76 Berdasarkan
wawancara mendalam,
responden merasa
jumlah penyelenggarakan pelatihan baik di bidang pertanian maupun kehutanan, masih
sangat terbatas. Padahal pelatihan-pelatihan tersebut memberikan manfaat berupa tambahan informasi dan pengetahuan agar mereka dapat mengolah lahan Hutan
Rakyat dengan lebih baik.
Tabel 16. Pelatihan yang diikuti oleh petani Hutan Rakyat No.
Nama pelatihan yang diikuti Penyelenggara
1 Pembibitan dan penanaman pohon Sengon
Instansi Kehutanan 2
Penanaman Palawija BP3K
3 Pembuatan Pupuk Cair organik
IPB 4
Pembuatan Jamur Tiram IPB
a
Sumber : Olahan Data Primer, 2012
Dalam kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, pelatihan Hutan Rakyat yang diselenggarakan hanya pada saat pemberian bantuan bibit
areal permodelan Hutan Rakyat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 72,72 persen responden menyatakan tidak pernah danatau hanya 1 satu kali
memperoleh pelatihan
terkait Hutan
Rakyat Tabel
17. Hal
tersebut menunjukkan masih rendahnya intensitas penyelenggaraan pelatihan terkait
Hutan Rakyat di lokasi penelitian.
Tabel 17. Jumlah pelatihan yang diikuti responden terkait Hutan Rakyat No.
Kursuspelatihan di bidang kehutanan yang diikuti petani
Jumlah n jiwa
Persentase 1
Jarang 1 kali 40
72,72 2
Sedang 2-3 kali 14
25,45 3
Sering 4 kali 1
1,81 Total
55 100,00
a
Sumber : Olahan data primer, 2012
Mata pencaharian utama responden di lokasi penelitian adalah sebagai petani, baik petani lahan basah maupun sayur-sayuranpalawija. Selain mata
76
77 pencaharian utama tersebut,
responden juga memiliki pekerjaan sampingan lainnya yaitu sebagai buruh angkut mikul, buruh tani, beternak, berdagang,
pengrajin tas, dan usaha ikan hias Tabel 18. Ragam mata pencaharian responden menunjukkan bahwa Hutan Rakyat bukan merupakan pilihan satu-
satunya sumber pendapatan responden.
Tabel 18. Pekerjaan sampingan yang dilakukan responden No.
Jenis pekerjaan sampingan Jumlah n
jiwa Persentase
1. Tidak punya pekerjaan sampingan
19 34,50
2. Buruh angkut
6 10,90
3. Buruh sawah
6 10,90
4. Berdagang
1 1,80
5. Beternak
6 10,90
6. Budidaya Ikan Hias
5 9,10
7. Pengrajin tas
5 9,10
8. Buruh tani dan Berdagang
4 7,30
9. Budidaya Ikan Hias dan Berternak
3 5,50
J u m l a h 55
100,00
a
Sumber : Olahan data primer, 2012
Berdasarkan ragam mata pencaharian responden, kategori responden dapat dipilah kembali berdasarkan jumlah pekerjaan sampingan yang dimilikinya,
yaitu : 1 responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan, 2 responden yang memiliki 1 satu pekerjaan sampingan, dan 3 responden yang memiliki 2
dua atau lebih pekerjaan sampingan Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah pekerjaan sampingan responden No.
Jumlah pekerjaan sampingan Jumlah n
jiwa Persentase
1. Tidak memiliki pekerjaan sampingan
19 34,5
2. Memiliki satu pekerjaan sampingan
36 10,9
3. Memiliki dua atau lebih pekerjaan
sampingan 7
10,9 J u m l a h
55 100
a
Sumber : Olahan data primer, 2012
78 Sebagian besar responden berpandangan bahwa Hutan Rakyat merupakan
tabungan jangka panjang. Pemeliharaan tanaman keras secara intensif dilakukan sampai pada tahun ketiga. Pada tahun keempat dan seterusnya Hutan Rakyat
relatif dapat
dibiarkan, dalam
artian pemeliharaannya
hanya sebatas
membersihkan rumput
atau tanaman
liar dan
melakukan penjarangan.
Kemudahan pengelolaan Hutan Rakyat dengan hasil yang cukup menjanjikan mendorong responden tertarik mengelola Hutan Rakyat di lahannya sendiri.
Berdasarkan gambaran mengenai mata pencaharian petani, maka sumber pendapatan petani dapat diperoleh dari lahan sawah, lahan Hutan Rakyat, dan
sumber pendapatan sampingan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani di lokasi penelitian tergolong rendah Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan No.
Pendapatan petani Jumlah n
jiwa Persentase
1. Rendah Rp 410.000 – Rp 1.390.000
46 83,63
2. Sedang Rp 1.390.100 – Rp 2.370.100
8 14,55
3. Tinggi Rp 2.370.100 – Rp 3.350.100
1 1,82
T o t a l 55
100,00
a
Sumber : Olahan data primer, 2012
Lama petani mengusahakan Hutan Rakyat adalah jumlah tahun sejak responden terlibat dalam kegiatan Hutan Rakyat dan keikutsertaan pada
pelaksanaan program areal permodelan Hutan Rakyat yang dimulai sejak tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 52,7 persen responden
sudah mengusahakan Hutan Rakyat selama lebih dari 5 lima tahun dan masuk pada kategori lama. Responden pada kategori ini merupakan responden yang
tergabung dalam areal model pembangunan Hutan Rakyat sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007 Tabel 21.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa sebanyak 41,8 persen responden baru mengusahakan Hutan Rakyat selama 3 tiga sampai 4 empat
tahun. Responden dengan lama mengusahakan Hutan Rakyat dalam kategori 78
79 sedang ini adalah petani Hutan Rakyat yang tergerak untuk ikut secara sukarela
dan swadaya mengusahakan Hutan Rakyat di lahannya, setelah melihat perkembangan Hutan Rakyat di lahan-lahan petani yang sudah lebih dulu
mengusahakan Hutan Rakyat. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun masyarakat sudah mengenal tanaman kayu sebelum program areal model Hutan
Rakyat dilaksanakan, tetapi program tersebut tidak serta dapat langsung diterima oleh masyarakat.
Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan lama mengusahakan Hutan Rakyat No.
Lama mengusahakan Hutan Rakyat Jumlah n jiwa
Persentase 1.
Baru 2 tahun 3
5,4 2.
Sedang 3-4 tahun 23
41,8 3.
Lama 5 tahun 29
52,7 Total
55 100,00
a
Sumber : Olahan data primer, 2012
Luas lahan di lokasi penelitian dapat dibagi menjadi 3 tiga kategori yaitu luas, sedang, dan sempit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 40
persen responden memiliki lahan dengan luasan pada dalam kategori sempit Tabel 22. Berdasarkan wawancara mendalam, keterbatasan luas lahan
merupakan salah satu kendala yang dihadapi responden petani Hutan Rakyat. Mereka menyatakan apabila mereka memiliki tanah yang lebih luas, maka
mereka akan menanaminya dengan tanaman kayu lebih banyak lagi.
Tabel 22. Sebaran responden berdasarkan kepemilikan luas lahan No.
Luas Lahan Jumlah n jiwa
Persentase 1.
Srata I Luas 0,50 Ha 18
32,72 2.
Strata II Sedang 0,26 – 0,50 Ha 15
27,27 3.
Strata III Sempit 0,01 – 0,25 22
40,00 T o t a l
55 100,00
a
Sumber : Olahan data primer, 2012
80 Penggunaan lahan dengan luasan tersebut terbagi menjadi jenis kebun dan
kebun-sawah. Pada lahan dengan jenis kebun ditanami tanaman keras kayu- kayuan dan tanaman palawija serta buah-buahan, sedangkan pada lahan petani
dengan jenis
kebun-sawah, artinya
dalam waktu
yang sama,
petani mengusahakan sawah dan juga tanaman keras kayu-kayuan, tanaman palawija,
dan buah-buahan di bagian tanahnya yang lain. Dalam istilah setempat, lahan yang digunakan
sebagai kebun disebut tanah kering. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perbandingan antara petani yang hanya mempunyai lahan kebun dan petani yang mempunyai lahan kebun dan sawah hampir sama, yaitu
sebesar 49,10 persen dan 50,90 persen Tabel 24.
Tabel 23. Sebaran responden berdasarkan jenis lahan yang dimiliki No.
Luas lahan Jumlah n jiwa
Persentase 1.
Kebun 27
49,10 2.
Sawah dan Kebun 28
50,90 T o t a l
55 100,00
a
Sumber : Olahan data primer, 2012
Berdasarkan status lahan, sebanyak 45 responden 80,4 persen memiliki Hutan Rakyat pada lahan milik. Sisanya dalam jumlah kecil terbagi menjadi
responden yang memiliki Hutan Rakyat pada lahan sewa dan pada lahan garapan maro atau gabungan dari keduanya Tabel 24.
Tabel 24. Sebaran responden berdasarkan status kepemilikan lahan No.
Status kepemilikan lahan Jumlah n jiwa
Persentase 1.
Lahan milik 45
80,40 2.
Lahan sewa 3
5,40 3.
Lahan garapan maro 1
1,80 4.
Lahan milik dan sewa 3
5,40 5.
Lahan milik dan garapan 2
3,60 6.
Lahan sewa dan lahan garapan 1
1,80 J u m l a h
55 100,00
a
Sumber : Olahan Data Primer, 2012
80
81 Pemilik lahan yang menyewakan tanahnya untuk dikelola sebagai Hutan
Rakyat merupakan petani yang memiliki aset lahan cukup luas dan memutuskan menyewakan tanahnya untuk memperoleh keuntungan dari harga sewa. Biasanya
mereka memiliki pekerjaan lain di luar lahan pertanian atau kehutanan. Hal ini juga terjadi pada pemilik lahan yang mengolah lahannya dengan sistem maro.
Sistem bagi hasil maro ini dilakukan untuk menekan biaya produksi. Pada lahan sewa, petani menyewa lahan pada orang lain dengan imbalan sejumlah uang.
Biaya produksi di lahan sepenuhnya menjadi tanggung jawab petani penyewa. Pada lahan garapan maro, responden mengolah lahan milik petani lainnya.
Biaya produksi dan hasil penjualan panen dibagi dua maro antara pemilik tanah dan petani penggarap. Bentuk kepemilikan tanah berupa sewa dan maro
disebabkan oleh keterbatasan lahan di lokasi penelitian. Data pada Tabel 24 menunjukkan bahwa pemilik tanah di lokasi
penelitian, selain mengolah sendiri lahannya dapat menyewakan sebagian tanahnya pada orang lain atau memilih sistem garapan maro. Terdapat pula
pemilik tanah yang selain menyewakan tanah, juga mengolah lahannya dengan sistem garapan maro.
Pemilihan jenis oleh responden banyak ditentukan oleh kondisi lahan, tradisi masyarakat setempat, dan kemudahan penanaman dan pemeliharaannya.
Seluruh petani menanam kayu Sengon, namun ada juga yang mengusahakan kayu Jati, Afrika, Suren, Mahoni, Jabon, Karet dan Bambu. Responden juga
memanfaatkan lahan Hutan Rakyat dengan
pola tanam tumpangsari. Pola
tanam tersebut memungkinkan petani menanam tanaman keras bersama-sama danatau bergiliran dengan tanaman palawija antara lain ketela pohon, ubi jalar,
kacang tanah, empon-empon, cabe, jagung, dan lain sebagainya. Petani menanam palawija tanaman buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebelum
tanaman kayu-kayuan dapat dipanen. Responden petani Hutan Rakyat juga menanam tanaman buah. Tanaman buah biasanya ditanam di lahan kebun atau di
pekarangan. Petani memperoleh bibitnya secara tidak sengaja di lahan atau memperoleh bibit tersebut dari petani lain. Bantuan berupa bibit tanaman buah
82 belum pernah diberikan oleh dinas instansi terkait. Hasil buah dari lahan kebun
responden apabila jumlahnya sedikit cukup dikonsumsi sendiri, sedangkan apabila jumlahnya banyak akan dijual ke pasar Tabel 25.
Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan jenis tanaman yang ditanam di lahan Hutan Rakyatnya
No Jenis tanaman
Hutan Rakyat Nama
pohontanaman Jumlah n
jiwa Persentase
jiwa
I. Tanaman Keras
Sengon 55
100,00 Mahoni
14 25,50
Afrika 12
21,80 Jati
10 18,20
Suren 7
12,70 Jabon
6 10,90
Karet 3
5,450 Bambu
5 9,09
II. Tanaman
Semusim Palawija
Ketela Pohon 39
70,90 Jagung
26 47,30
Ubi Jalar 25
45,50 Kc. Tanah
14 25,50
Empon2 14
25,50 Cabe
12 21,80
Kc. panjang 7
12,70 Kol
5 9,09
Katuk 4
7,27 Timun
4 7,27
Buncis 3
5,45 Kedelai
2 3,64
III. Buah-buahan
Pisang 20
36,40 Kelapa
16 29,10
Rambutan 12
21,80 Nangka
11 20,00
Pepaya 11
20,00 Jambu
6 10,90
Pala 5
9,09 Manggis
3 5,45
Durian 1
1,82 Cempedak
1 1,82
a
Sumber : Olahan Data Primer, 2012
82
83 Penanaman tanaman keras, palawija, dan buah-buahan oleh responden
terbagi menjadi
petani yang
hanya menanam
satu jenis
tanaman keraspalawijabuah-buahan di lahannya dan petani yang menggabungkan lebih
dari satu tanaman keraspalawijabuah-buahan di lahannya Tabel 26. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden petani Hutan Rakyat berupaya
memaksimalkan penggunaan dan pemanfaatan lahan Hutan Rakyat. Penanaman tanaman keras kayu-kayuan dimaksudkan untuk kebutuhan jangka panjang,
sedangkan tanaman palawija dan buah-buahan untuk kebutuhan jangka pendek. Tanaman palawija dan buah-buahan selain dapat dijual juga dapat dimakan untuk
lauk-pauk sehari-hari.
Tabel 26. Sebaran responden berdasarkan jumlah gabungan jenis tanaman yang ditanam pada lahan Hutan Rakyat.
No. Kategori Jenis
Tanaman Jumlah tanaman
yang ditanam di lahan Hutan Rakyat
Jumlah n jiwa
Persentase I.
Tanaman Keras 0 – 1
28 50,90
2 – 3 20
36,40 3
7 12,70
J u m l a h 55
100,00 II.
Tanaman Palawija 0 – 1
14 25,50
2 – 3 23
14,80 3
18 32,70
J u m l a h 55
100,00 III.
Tanaman Buah-buahan 0 – 1
32 58,20
2 – 3 16
29,10 3
7 12,70
J u m l a h 55
100,00 IV.
Gabungan Tanaman Keras PalawijaBuah-
buahan 0 – 3
11 20,00
4 – 7 28
50,90 7
16 29,10
J u m l a h 55
100,00
a
Sumber : Olahan Data Primer, 2012
Motivasi responden mengusahakan Hutan Rakyat adalah alasan yang melatar belakangi keputusan responden untuk menanam kayu di lahannya.
84 Motivasi responden dapat dibagi menjadi motivasi responden menanam tanaman
keras kayu-kayuan, tanaman palawija, dan menanam tanaman buah-buahan Tabel 27.
Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan motivasi menanam Hutan Rakyat No.
Jenis Tanaman
Motivasi MenanamHutan Rakyat Jumlah n
jiwa I.
Tanaman Kayu-kayuan
1 Dijual untuk kebutuhan jangka panjang
40 72,72
2 Dijual untuk menambah penghasilan
38 69,09
3 digunakan sendiri untuk membangun memperbaiki
rumah 30
54,54
4 Mengikuti tradisi setempat menanam kayu sengon
24 43,63
5 Memanfaatkan lahan kosong 18
32,72 6 Dijual untuk keperluan anak
sekolah 16
29,09 7 Simpanan untuk kebutuhan
mendadak 14
24,45 8 Tertarik pada program
penghijauan pemerintah 7
12,72 II.
Tanaman Semusim
Palawija 1 Dijual untuk membeli
kebutuhan sehari-hari sebelum panen sengon
48 87,27
2 Dikonsumsi sendiri 28
50,90 3 Dijual untuk menambah
penghasilan 14
25,45 III.
Tanaman Buah-
buahan 1 Dikonsumsi sendiri
43 78,18
2 Dijual untuk menambah penghasilan
27 49,09
3 Dijual untuk membeli kebutuhan sehari-hari sebelum
panen sengon 15
27,27
a
Sumber : Olahan Data Primer, 2012
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
sebanyak 72,72
responden menyatakan bahwa hasil kayu Hutan Rakyat merupakan tabungan masa depan
Penanaman kayu di lahan Hutan Rakyat memerlukan rentang waktu yang cukup 84
85 panjang sebelum siap panen. Kayu Sengon rata-rata dapat ditebang dengan
diameter kayu yang memadai setelah umur 7 tujuh tahun. Oleh karena itu kayu sengon dipandang merupakan investasi jangka panjang yang menguntungkan.
Tanaman kayu Sengon merupakan salah satu jaminan sumber pendapatan petani yang dapat dijual sewaktu-waktu apabila petani memerlukannya. Petani Hutan
Rakyat dengan motivasi menanam kayu sebagai tabungan masa depan biasanya akan menjual tanaman kayunya pada saat kayu sudah cukup umur untuk
ditebang. Namun demikian sebanyak responden 69,09 persen berpendapat bahwa hasil kayu dari Hutan Rakyat merupakan simpanan apabila ada kebutuhan
mendadak. Berdasarkan wawancara mendalam, responden dengan motivasi demikian
lebih mudah menebang kayu dari lahannya apabila membutuhan tambahan pendapatan walaupun kayu belum mencapai diameter yang cukup. Penanaman di
lahan Hutan Rakyat untuk tanaman palawija menunjukkan sebaran terbesar sebanyak 87,29 persen pada pengelompokan jawaban yang sama, yaitu dijual
untuk membeli kebutuhan sehari-hari sebelum panen sengon. Penanaman tanaman palawija seperti misalnya ketela pohon, ubi, empon-
empon dan tanaman lainnya di lahan Hutan Rakyat merupakan penopang kebutuhan hidup petani Hutan Rakyat sebelum pohon Sengon dapat ditebang dan
dijual. Selanjutnya sebanyak 78,18 responden petani Hutan Rakyat menyatakan menanam tanaman buah-buahan di lahan Hutan Rakyatnya untuk dikonsumsi
sendiri. Hal tersebut terkait dengan luas kepemilikan lahan yang relatif kecil sehingga tidak terdapat lahan yang cukup untuk menanam tanaman buah-buahan
pada skala yang lebih besar. Motivasi responden petani Hutan Rakyat terbagi menjadi responden
petani Hutan Rakyat dengan motivasi tinggi, motivasi sedang, dan motivasi rendah Tabel 28. Responden petani Hutan Rakyat yang memiliki motivasi
tinggi adalah petani yang secara bersungguh-sungguh mengelola Hutan Rakyat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden petani Hutan Rakyat memiliki
motivasi mengelola Hutan Rakyat termasuk dalam kategori sedang.
86 Tabel 28. Sebaran responden berdasarkan tingkat motivasi petani mengelola
Hutan Rakyat No.
Tingkat motivasi petani mengelola Hutan Rakyat
Jumlah n jiwa Persentase
1. Rendah skor : 10
1 1,83
2. Sedang skor : 10-15
29 52,72
3. Tinggi skor : 15
25 45,45
Jumlah 55
100,00
a
Sumber : Diolah dari Data Lapangan, 2012
Gambaran motivasi
responden petani
mengelola Hutan
Rakyat menunjukkan bahwa motivasi petani Hutan Rakyat menanam tanaman keras,
tanaman palawija
dan tanaman
buah-buahan di
lahan Hutan
Rakyat dilatarbelakangi motivasi ekonomi, yaitu sebagai sebagai tabungan saving
untuk jangka panjang dan sebagai sumber pendapatan sehari-hari untuk jangka pendek.