Kemampuan Petani dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

33 2009, proses belajar berlangsung di dalam diri pembelajar dan merupakan kejadian internal. Kejadian tersebut dalam pandangan psikologi modern bukan merupakan kejadian tunggal, melainkan suatu rangkaian berbagai kejadian yang berlangsung berurutan. Setiap kejadian menjadi satu fase dalam suatu rangkaianpola fase, yang bersama-sama membentuk proses belajar yang berlangsung di dalam subyek. Kejadian-kejadian yang terjadi diluar subyek turut berperan dalam menunjang atau menghambat proses belajar yang berlangsung di dalam subyek belajar. Berdasarkan kejadian-kejadian internal di dalam subyek belajar sendiri dan berbagai kejadian eksternal di luar subyek dapat ditemukan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh seluruh subyek belajar dan sejumlah persyaratan yang patut dipenuhi oleh dalam lingkungan di luar subyek, agar proses pembelajaran berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Gagne 1977 dalam Winkel 2009 mengemukakan bahwa persyaratan dalam subyek disebut kondisi internal, sedangkan persyaratan di luar subyek disebut kondisi ekternal. Kondisi internal dan eksternal diwujudkan dengan cara berbeda pada setiap jenis belajar. Setiap jenis belajar merupakan proses pembelajaran tersendiri. 34

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTETIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian tentang teori, konsep, dan literatur yang relevan pada bagian Tinjauan Pustaka, penulis merumuskan kerangka pemikiran seperti diuraikan di bawah ini. Sumber daya hutan memiliki nilai penting dari sisi sosio-kultural, ditinjau dari keberadaannya dan perannya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang telah bergenerasi hidup di dan dari sumber daya hutan. Keterikatan masyarakat terhadap sumber daya hutan tidak sebatas pada aspek produksi hutan dan lahan hutan, tetapi juga fungsi perlindungan dan fungsi tata klimat yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem tersebut, dalam mempertahankan hidup mereka dan peningkatan kesejahteraan mereka. Pasokan kayu dari Hutan Negara semakin menurun, sehingga perlu alternatif sumber kayu. Kebutuhan kayu di Jawa Barat semakin meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Salah satu pemasok kebutuhan tersebut adalah kayu yang berasal dari Hutan Rakyat. Hal tersebut menyebabkan tekanan terhadap potensi kayu di Hutan Rakyat menjadi sangat tinggi. Dorongan kebutuhan hidup petani yang sulit dan keterbatasan pasokan kayu dari luar Jawa`menyebabkan ancaman terhadap kelestarian Hutan Rakyat meningkat. Semakin menurunnya kualitas sumberdaya hutan pada beberapa dekade terakhir akibat tingginya tekanan terhadap sumberdaya hutan dan kesadaran pentingnya keterlibatan masyarakat di sekitar kawasan telah mendorong dilakukannya upaya pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan. Upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan mengarah pada upaya pengembangan, penguatan potensi dan kemampuan masyarakat untuk mengambil keputusan dapat secara mandiri mengembangkan pilihan-pilihan adaptasi terhadap perubahan lingkungan fisik dan sosial dalam pengelolaan 34 35 hutan. Keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pengelolaan hutan secara keseluruhan. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan Hutan Rakyat berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dapat diperoleh dari Hutan Rakyat. Manfaat yang diperoleh dari Hutan Rakyat dan kemudahan teknologi dalam pengelolaannya melatarbelakangi partisipasi masyarakat dalam pengembangan Hutan Rakyat. Hutan Rakyat harus dikelola secara berkualitas dan berkesinambungan agar dapat memberikan manfaat produksi, ekologis dan ekonomis bagi masyarakat pengelolanya. Kualitas pengelolaan Hutan Rakyat ditentukan oleh kemampuan anggota kelompok tani Hutan Rakyat dalam mengelola lahan miliknya. Kemampuan petani dalam mengelola suatu kawasan hutan diartikan sebagai kualitas yang melekat dalam diri petani mencakup pengetahuan knowledge, keterampilan skill, dan sikap attitude dalam pengelolaan Hutan Rakyat sesuai dengan standar pengelolaan berdasarkan aspek kelestarian produksi, kelestarian lingkungan, dan kelestarian sosial. Studi mengenai kemampuan dalam pengelolaan Hutan Rakyat merujuk pada teori pembelajaran menurut Klausmeier dan Goodwin 1975 dan Winkel 2009 di mana kemampuan petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat merupakan pembelajaran petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat berdasarkan kaidah kelestarian. Pembelajaran mengacu pada pemikiran Winkel 1973 dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal dan eksternal tersebut sejalan dengan pendapat Klausmeier dan Goodwin 1975 mengenai adanya faktor-faktor penentu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya pembelajaran. Klausmeier dan Goodwin 1975 mengemukakan bahwa terdapat sembilan faktor penentu dalam pembelajaran yaitu : 1 Tujuan pembelajaran petani, 2 pokok bahasan, 3 bahan ajar, 4 karakteristik pembelajar, 5 karakteristik pengajar, 6 interaksi pengajar dan pembelajar, 7 kelembagaan pengajaran, 8 karakteristik fisik, dan 9 hubungan antara lingkungan rumah- sekolah-masyarakat dalam proses pembelajaran Tabel 1.