153 bahwa ia tidak akan mampu dan tidak berani melawan kehendak orang
tuanya, sementara dia sendiri harus selalu menuruti perintah orang tuanya. Ini konflik yang akan merusak emosi si anak. Akibatnya emosi anak
meledak. e.
Pada anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya, Anak merasa putus asa untuk mengungkapkan maksudnya pada sekitarnya,
sementara lingkungan tersebut dirasa tidak cukup mengerti maksudnya. f.
Hal yang paling sering terjadi adalah karena anak mencontoh tindakan penyaluran amarah yang salah dari ayah atau ibunya, ataupun media
elektronik. Anak memahami bahwa jika ia marah, ia dapat berlaku seperti yang ia lihat, misalnya dengan mengamuk, melempar barang, menendang
dan lain sebagainya.
3. Gejala-gejala yang Tampak
Mengetahui lebih awal masalah temper tantrum yang terjadi pada anak sangat membantu dalam menanganinya. Untuk mengetahui apakah anak
mengalami temper tantrum, maka harus diketahui gejala-gejala temper tantrum pada anak, yaitu :
a. Anak memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak
teratur. b.
Sulit menyukai atau beradaptasi dengan situasi, makanan, dan orang- orang yang baru.
154 c.
Lambat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi d.
Mood
atau suasana hatinya lebih sering negatif. Anak sering merespon sesuatu dengan penolakan.
e. Mudah dipengaruhi sehingga timbul perasaan marah atau kesal.
f. Perhatiannya sulit dialihkan.
g. Memiliki perilaku yang khas, seperti : menangis, menjerit, membentak,
menghentak-hentakkan kaki, merengek, mencela, mengenalkan tinju, membanting pintu, memecahkan benda, memaki, memcela diri sendiri,
menyerang kakakadik atau teman, mengancam dan sebagainya.
4. Pengaruh Temper Tantrum Terhadap Perkembangan Anak
Perilaku temper tantrum pada anak jika tidak ditangani dengan baik, dan setiap kali ia mengamuk keinginannya dituruti, maka ia akan menjadikannya
„senjata“ untuk dipenuhi keinginannya. Selain itu, efek tantrum pada anak adalah ia menjadi anak yang kurang dapat menunda keinginan, dan bila berlanjut dapat
menjadi kontrol diri yang rendah, temperamen pemarah, serta suka
ngambek.
Perkembangan intelektual dan sosial anak temper tantrum kurang seimbang. Di sekolah, seorang pendidik harus mengenali muridnya yang
mengalami tantrum dan mengetahui apa yang menjadi pemicu munculnya tantrum tersebut. Misalnya, keinginannya tidak dipenuhi, tidak diperhatikan oleh teman
atau pendidiknya, ia lagi kesal, lelahkecapaian.
155
Contoh :
a. Seorang anak menjerit-jerit, menangis,berguling-gulingan di lantai karena meminta pendidiknya mengambil mobil-mobilan yang sedang
dimainkan oleh anak lain. Pendidik sudah berusaha membujuk, tapi justru semakin menjadi jadi. Ruangan kelas seketika menjadi ramai
oleh teriakan histeris seorang anak sambil melemparkan dirinya ke lantai. Ternyata itu terjadi karena ia berebut pensil dengan temannya
yang dari tadi dilaporkannya tetapi pendidik tidak menanggapinya. b. Seorang pendidik TK tampak kewalahan menangani seorang anak yang
secara tiba-tiba mejatuhkan dirinya di atas rerumputan halaman sekolah tempat anak-anak bermain. Pendidik tersebut menjadi kebingungan
dengan kelakuan anak muridnya itu yang dirasakannya terjadi secara spontan. Telah berbagai upaya ditempuh untuk meredakan amukan dan
jeritan disertai tangisan yang melengking, namun anak itu justru menarik-narik bajunya sambil menendang dan memukul. Tidak hanya
itu, ia pun juga meneluarkan kata-kata makian, membentur-benturkan kepalanya dan berusaha menggapai benda apa saja yang ada di
dekatnya kemudian di lemparkannya. Taman bermain yang awalnya ramai dengan tawa dan canda berubah menjadi arena kerumunan, baik
anak-anak maupun warga sekitar sekolah. Setelah ditelusuri, anak itu ternyata kemarahan yang memuncak karena cemburu pada anak-anak
lain yang selalu mendapat kesempatan bermain ayunan, akhirnya ia pun
Formatted: German Germany
156 kelelahan dan jenuh menanti giliran dipanggil pendidik namun tidak
kunjung dapat giliran. Dengan perasaan frustrasi ia bergulingan di rerumputan
sambil menjerit
dan terjadilah
kejadian yang
membingungkan pendidiknya tanpa pendidik tersebut menyadari bahwa it
u terjadi karena anak tersebut tidak mendapat “jatah” panggilan bermain ayunan.
5. Intervensi