Pengaruh Enuresis Dan Encopresis Terhadap Perkembangan Anak Intervensi

204 mengemukakan maksudnya. Dibandingkan encopresis, hal yang paling sering terjadi di TK adalah enuresis.

4. Pengaruh Enuresis Dan Encopresis Terhadap Perkembangan Anak

Bila tidak diatasi segera dengan mengetahui akar permasalahannya, enuresis dan encopresis ini dapat mengakibatkan beberapa hal baik dari fisiologis maupun psikologisnya, yaitu : a. Fisiologis. Bila hal ini tidak di terapi secara medis, maka akan menyebabkan kondisi anak semakin parah dan semakin sulit untuk diterapi. b. Psikologis. Anak akan menjadi malu, rendah diri dan tidak percaya diri ditambah lagi ia akan mendapatkan ejekan atau pemberian “ gelar “ oleh temannya seperti si ngompol, atau si bau. Panggilan-panggilan ini akan berlangsung lama sehingga akibat yang lebih jauh anak merasa tidak aman dan nyaman berada di lingkungan teman-temannya.

5. Intervensi

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pendidik di sekolah, yaitu a. Mencari tahu penyebab mengapa anak melakukan hal itu di sekolah b. Bila enuresis dan encopresis disebabkan karena reaksi dan tekanan maka pendidik harus dapat memberikan suasana tenang dan 205 tentram untuk menghilangkan ketegangan kibat dari tekanan tersebut. c. Bila enuresis dan encopresis disebabkan oleh kelainan fisik, maka pendidik harus berkonsultasi dengan orang tua, atau ahli, psikiater atau psikolog anak. d. Bila anak melakukan akibat ketidakkonsisten latihan di rumah maka pendidik dapat mengajarkan anak bagaimana cara yang tepat dengan menggunakan alat peraga. e. Pada saat anak melakukan jangan dimarahi, sebab hal tersebut tidaklah mengurangi atau memecahkan masalah. f. Memberikan penjelasan akibatnya dengan menggunakan bahasa anak tentang apa yang seharusnya dilakukan dan dampak negatif yang didapatkan bila ia melakukan enuresis dan encopresis. g. Bila anak berhasil melakukan cara dan tempat yang tepat pendidik memberikan apresiasi atau pujian terhadap anak. Secara praktis, orangtua dapat melakukan penanganan terhadap enuresis dan encopresis baik sebagai penanganan tindakan prepentif, pelatihan, maupun sebagai terapi bagi anak yang mengalami enuresis dan encopresis. Penanganan praktis ini dapat dilakukan melalui toilet training . Toilet training merupakan usaha orangtua maupun pendidik untuk melatih anak agar mampu mendidik diri sendiri saat buang air kecil atau besar. Toilet training terdiri dari Bowel Control atau kontrol buang air besar dan Bladder Control atau k ontrol 206 buang air kecil. Pada umumnya saat yang tepat melakukan toilet training adalah setelah anak mulai dapat berjalan sekitar usia 1,5 tahun. Kontrol buang air besar seringkali lebih cepat dikuasai daripada kontrol buang air kecil. 1. Bowel Control Yang dimaksud dengan bowel control adalah kemampuan anak untuk menahan dan melepaskan keinginan buang air besar. Rata-rata anak mulai dapat dilatih melakukan kontrol setelah usia 18 bulan sampai 2 tahun. Namun sebagian besar anak perempuan dapat diberikan toilet training lebih dini dari pada anak laki-laki. Yaitu, usia 2 tahun untuk anak perempuan dan 3 tahun untuk anak laki-laki. Setiap anak memiliki cara sendiri untuk menunjukkan keinginan buang air besar. Ada yang mengerutkan tubuh, mukanya memerah, menangis dan lain-lain. Pada saat inilah orangtua atau pendidik dapat menuntunnya ke kamar mandi dan melakukan langkah berikut : a Dengan sikap tenang dudukkan anak pada kloset atau pispot. b Katakan dengan lembut dan jelas bahwa inilah tempat untuk membuang air besar dan kecil. c Usahakan supaya anak tidak duduk lebih dari lima menit. Jadi, sebisa mungkin orangtua atau pendidik tahu pasti bahwa anak akan segera buang air besar setelah didudukkan. Kalau terlalu lama, anak merasa bosan sehingga kurang menyukai pengalaman pertamanya, hal ini dapat menghambat kelancaran toilet training selanjutnya. 207 d Pada mulanya, orangtua atau pendidik cukup melatih anak dua kali sehari. Beri pujian bila anak berhasil buang air besar tanpa banyak kesulitan. Namun, ingatlah agar tidak terlalu membesar-besarkan keberhasilan karena bagimanapun juga ini merupakan proses yang sangat alami. e Hindari memberi “iming-iming” pada anak agar ia mau buang air besar dan jangan memarahinya bila ia tidak berhasil. f Hindari membicarakan ketidakberhasilan anak dalam buang air besar, bila ia berada di dekat anda orangtua atau pendidiknya, hal ini besar pengaruhnya bagi anak. Ia mungkin akan merasa malu atau bisa juga menemukan sesuatu yang dapat dijadikannya senjata untuk mempermainkan orangtua atau pendidiknya. 2. Bladder Control Bladder control adalah kemampuan anak menahan dan melepaskan keinginan buang air kecil. Karena kantong air seni secara biologis perlu lebih sering dikosongkan. Bladder control memerlukan waktu lebih lama dibandingkan bowel control. Setelah usia 18 bulan, anak dapat menahan air seni dalam jangka waktu dua jam. Hal ini disebabkan kantong air seni telah bertambah lebih besar dan sistem saraf sebagai alat kontrol telah berkembang lebih baik. Bladder control biasanya belum sempurna sebelum anak berusia 5 tahun. Mengajarkan anak buang air kecil di kloset dan membersihkan diri biasanya lebih mudah dibandingkan mengajar anak 208 menahan air seninya. Dalam mengajar anak buang air kecil di kloset, orangtua atau pendidik dapat menerapkan langkah yang sama dengan buang air besar. Dalam melatih anak untuk tidak mengompol, perlu diperhatikan beberapa hal berikut : a Orangtua atau pendidik harus siap sedia mengikuti pola buang air kecil anak yang belum teratur. b Beri kebebasan pada anak untuk membentuk kebiasaan menahan buang air kecilnya, untuk waktu yang semakin lama. Bila anak terlalu sering dibawa ke kamar mandi untuk menghindari anak buang air kecil di celana, ada kemungkinan kemampuan anak menahan air seni jadi terlalu singkat. c Ajarkan anak agar memberi tanda atau bicara, bila ingin buang air kecil, sebelum membasahi celananya. 209 BAB XII BERBOHONG

1. Pengertian Berbohong