39 berpikir prakonseptual dan intuitif, yaitu:
a. Cara berpikir prakonseptual adalah cara berpikir
transduktif
, artinya menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Selama tahap ini, anak
mulai membentuk konsep yang masih belum sempurna. Mereka mulai mengklasifikasikan benda-benda dalam golongan tertentu
berdasarkan prinsip kesamaan, tetapi mereka masih banyak membuat kesalahan karena konsep mereka itu.
Sebagai contoh: 1
Semua laki- laki dianggap sebagai “ayah”, dan semua wanita
dianggap sebagai “ibu”. Semua mainan yang dilihatnya adalah “milik saya”.
2 Pola berpikirnya bukan induktif atau deduktif, tetapi lebih ke
arah
transduktif
. Misal: „Sapi‟ adalah binatang besar dengan 4 kaki. Binatang itu besar dan mempunyai 4 kaki, maka
binatang itu adalah „sapi‟.
b. Periode Berpikir Intuitif 4 - 7 tahun. Pada periode ini, anak
memecahkan masalah tidak secara logis tapi lebih berdasar intuitif. Karakteristiknya yang paling menonjol pada periode ini adalah
kegagalannya dalam mengembangkan
konservasi
, yaitu kemampuan untuk memahami bahwa jumlah, panjang, substansi atau area akan
tetap sama meskipun hal-hal itu disajikan dengan cara yang berbeda- beda.
Formatted: Indonesian
40
Contoh:
Pada anak ditunjukkan 2 gelas yang sama bentuk dan ukurannya berisi suatu cairan yang sama banyaknya. Kemudian cairan pada satu
gelas dituangkan pada gelas lain yang ukurannya lebih kurus dan lebih tinggi. Anak pada tahap ini cenderung menganggap bahwa gelas
yang tinggi kurus itu berisi cairan yang lebih banyak daripada gelas yang satunya.
Selanjutnya menurut Piaget, kemasakan anak juga memberikan perlengkapan sensori dan struktur otak yang diperlukan, namun pengalaman tetap
dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan anak. Hal ini disebabkan karena cara berfikir anak yang khas pada usia TK yaitu :
1 Anak belum bisa berpikir
reversible
atau hanya bisa berpikir satu arah berdasarkan sudut pandang anak tersebut.
2 Anak masih bersifat egois, yaitu menganggap benar apa yang
dipikirkannya walaupun tidak sesuai dengan kenyataan. Cara berpikir ini tampak dalam tingkah laku berpikir sebagai berikut :
3 Berpikir imaginatif, yaitu berpikir secara khayal seolah-olah benar-
benar terjadi 4
Berbahasa egosentris, yaitu berdialog dengan diri sendiri artinya tertuju pada diri sendiri
41 5
Memiliki aku yang tinggi, artinya diri sendiri sebagai pusat atau ukuran dalam memandang dunianya. Anak belum mampu melihat
berdasarkan perspektif orang lain. 6
Bersifat memusat, bila anak dikonfontasikan dengan situasi multidimensional hanya akan memusatkan perhatian pada satu
dimensi saja. 7
Bersifat terarah statis, berpikir pada situasi diam. 8
Semilogical reasoning
, yaitu dalam berpikir dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan secara logis walaupun masih sederhana,
misalnya dapat mengklasifikasikan benda yang memiliki ciri-ciri menyolok serta belum dapat memahami antar berbagai benda yang
memiliki persamaan
Pada anak usia TK, menurut Piaget juga terkenal dengan adanya istilah
Rigidity of though,
artinya bahwa usia ini mempunyai dorongan ingin tahu yang tinggi. Dorongan ini diwujudkan dengan banyak bertanya.
Kemajuan yang jelas pada tahap ini dibandingkan tahapan sebelumnya adalah:
1 Penguasaan bahasa, anak sudah bisa berbahasa sistematis walaupun
sederhana, yaitu a
da s
ubyek, p
redikat atau o
byek. Misalnya : “Ibu pergi ke pasar”, “Saya memukul anjing”.
2 Pemahaman simbolis. Simbol adalah sesuatu hal yang abstrak
menunjuk hal yang sebenarnya. Misal: anak melihat gambar
42 tengkorak, bila diajarkan anak akan mengerti bahwa itu tanda bahaya.
Di TK juga anak diperkenalkan dengan simbol-simbol lalu lintas. Begitu juga anak diperkenalkan simbol bilangan, angka dan huruf.
3 Imitasi yaitu dapat meniru atau melakukan permainan pura-pura yang
memerankan suatu peran tertentu. Misalnya main dokter-dokteran, main pasar-pasaran.
4 Bayangan dalam
mental image
. Image
adalah kesan-kesan yang tertinggal di dalam ingatan. Anak mudah membuat image biasanya
mulai usia 4 tahun. Contohnya :
Anak mencium bau minyak wangi ibunya. Dilain waktu ketika mencium bau yang sama dia tahu bahwa itu bau minyak wangi
ibunya.
Penelitian terbaru yang menggunakan teori Piaget telah menggunakan pendekatan yang lebih positif, dengan memfokuskan pada “apa yang anak-anak
dapat lakukan” dan cara-cara mereka bekerja. Indikasi-indikasinya adalah bahwa anak-anak hampir tidak seegosentris yang diduga Piaget, meskipun tidak
menyatakan bahwa anak-anak itu tidak pernah egosentris. Kesamaannya, anak- anak belajar secara konstan mengenai orang-orang dan interaksi, dan mengenai
proses mental yang digunakan dalam susunan pengalaman. Anak usia 4 tahun yang menyuruh anak lain untuk berhenti membuat kegaduhan karena ia sedang
mencoba berkonsentrasi, atau anak usia 3,5 tahun yang mengingatkan janji anda
43 sehari sebelumnya, keduanya menyatakan pada kita bahwa mereka menyadari
sekurangnya beberapa proses mental yang menyusun kognisi Mooney, 2003. Anak-anak yang sama itu kemungkinan masih akan dianggap sebagai pra-
operasional dalam istilah yang dikemukakan oleh Piaget, dan mungkin tidak akan melaksanakan dengan sangat baik dalam standar tugas percakapan atau
penerimaan perspektif Piagetian. Namun, ada perbedaan mengenai relevansi tugas tersebut, serta mengenai kemungkinan penggunaan bahasa yang membingungkan
dalam tugas itu. Deskripsi Piaget tentang perkembangan kognitif tetap merupakan alat yang bernilai dalam mempertimbangkan perkembangan kognitif anak. Jika
kita juga memfokuskan pada susunan kemampuan lain, kita mungkin memiliki gambaran yang lebih lengkap mengenai pengertian anak tentang dunia di
sekitarnya. Sebagai hasil pertimbangan dari beberapa keterbatasan pendekatan Piaget
untuk perkembangan kognitif, sejumlah peneliti telah berusaha memperluas lemen-elemen yang diterima paling baik dari teori itu dan mempertimbangkan
elemen-el emen yang menantang. Satu pendekatan telah disebut sebagai „
social constructivism
‟, karena menekankan peran aktif anak dalam membangun pengertiannya sendiri. Pendekatan ini menegaskan bahwa individu-individu,
melalui interaksinya dengan obyek dan orang-orang dalam dunianya, mengembangkan sederetan pengertian dan pengetahuan personal. Lebih lanjut,
pendekatan ini menegaskan peran aktif pelajar dalam merasakan dan memahami pengalaman-pengalaman Dockett Perry, 1996. Aktivitas dalam pengertian ini
44 tidak hanya merujuk pada aktivitas fisik melainkan juga aktivitas mental juga
ditekankan.
2. Peran Pendidik