184 f.
Memberikan pertanyaan tentang perilaku, menanyakan apa yang sedang dilakukan.
g. Derkripsi perilaku untuk mengidentifikasi penyimpangan atau
gangguan, dengan mendekati anak dan mengarahkannya untuk mendeskripsikan perilakunya dengan nada rendah.
h. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ringan dan simpel mengenai
mengenai masalah untuk membangun komunikasi dua arah, diarahkan untuk bisa berbagi.
i. Memberikan pilihan yang dipaksakan, dengan menginstruksikan
kebebasan memilih alternatif dengan pengantar kata “atau”. Dan konsekuensi pilihan adalah tidak boleh salah pilih.
j. Pengarahan kembali dengan selang waktu atau jeda waktu. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi adanya konfrontasi atau mereda perdebatan.
Bila keadaan sudah parah, artinya pendidik sudah berusaha semaksimal mungkin, maka segera komunikasikan hal ini kepada orangtua anak untuk
memberikan intervensi lebih lanjut.
2. Mengelola kontingensi Sekolah-Rumah
Selain itu akan lebih baik lagi jika intervensi yang diberikan dibangun atas kerjasama dan koordinasi yang baik antara orangtua dan pendidik.
Koordinasi ini dapat ditempuh melalui menagemen kotingensi
Formatted: Swedish Sweden
185 sekolah-rumah. Menagemen kontingensi sekolah rumah adalah upaya
yang dilakukan untuk menangani anak yang sulit berkonsentrasi, penanganan ini dilakukan tidak hanya disekolah oleh pendidik
melainkan saat dia ada di rumah oleh orangtuanya. Managemen penanganan dilakukan dengan tetap mengontrol penampilan akademik
maupun tingkah laku anak oleh orang tua dan pendidik. Teknik penanganan ini diupayakan untuk membuat anak dapat
mengurangi perilaku mengganggu di kelas serta meningkatkan kinerja pada berbagai tugas sekolah, sekaligus dapat digunakan untuk
memecahkan masalah di rumah. Penanganan ini dipandang sukses karena disesuaikan dengan menagemen kelas. Inti penanganan dengan
teknik ini adalah memuji perilaku yang tepat dan mengabaikan perilaku yang tidak tepat. Pujian dapat berwujud pemberian
reward
atau hadiah sebagaimana perlunya pengingat atau hukuman untuk perilaku yang
tidak tepat. Keberhasilan penaganan ini tergantung pada kemampuan
pendidik untuk memonitor perilaku murid dan menyediakan umpan
balik secara tegas. Selain itu, di rumah pun orang tua berperan aktif
dalam menerapkan teknik penanganan ini. Kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah dalam penerapan program penanganan ini harus ada
konsistensi Glasser, 1996.
Contoh :
Anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian atau kesulitan berkonsentrasi diinstruksikan oleh pendidik bila di sekolah dan
186 orangtua bila di rumah untuk tidak melakukan perilaku mengabaikan
tugas atau hendaknya ia lebih memusatkan perhatiannya. Dengan berbagai pola ketentuan dan monitor yang tepat atau kerjasama
orangtua dan pendidik, anak melakukan perilaku target yang ingin mendapat
reward,
apakah berupa pujian atau dalam bentuk insentif atau mungkin berupa benda yang dapat menjadi stimuli perilaku target
itu untuk terus dimunculkan, sehingga pada akhirnya nanti akan menjadi perilaku yang melekat. Demikian pula halnya jika perlunya
pengingat berupa hukuman atau
punishment
untuk perilaku yang tidak diinginkan.
Penanganan anak dengan permasalahan perilaku dapat menggunakan teknik ini, apakah hiperaktiv, pemalu, suka menangis, enuresis dan
encopresis, takut dan permasalah perilaku lainnya yang terjadi pada anak.
3. Pelatihan kemampuan sosial