Skenario Kedua: tidak ada pembinaan maupun kegiatan TPTII.

184 pendekatan perubahan penggunaan lahan kawasan hutan jika tidak ada TPTII namun ada PMDH sebagaimana dijelaskan diatas dapat dilihat pada Gambar 53 dan Lampiran 29. -100000 -80000 -60000 -40000 -20000 20000 40000 60000 80000 100000 120000 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 Tahun Ke - Jumlah Total KK Jumlah KK Peladang 50 dari Total KK Proyeksi Kebutuhan Lahan Perladangan 50 KK; 3,6 haKK; rotasi 5 tahun ha Areal tidak efektif Ladang, Pemukiman, kawasan lindung, eks tebangan ha Ketersediaan Lahan Untuk LadangMukim APL Selisih areal 57.600 ha - kebutuhan lahan bagi 50 KK peladang Selisih areal 25.600 ha - kebutuhan lahan bagi 50 KK peladang Gambar 53. Proyeksi luas areal perladangan jika ada PMDH namun TPTII tidak diterapkan dalam pengusahaan hutan

b. Skenario Kedua: tidak ada pembinaan maupun kegiatan TPTII.

Pada skenario kedua ini, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk 4,59thn, jumlah kepala keluarga peladang meningkat menjadi 75, luas ladang per KK meningkat menjadi 4 ha dan siklus perladangan 5 lima tahun Tabel 41. Hasil analisis menunjukan bahwa luas lahan perladangan masyarakat diperkirakan bertambah menjadi 55.515 ha proyeksi 25 tahun dan 170.475 ha proyeksi 50 tahun, pertambahan luas ladang tersebut telah melewati ambang batas jika dibandingkan dengan luas APL 25.600 ha yang selama ini digunakan untuk aktivitas sosial ekonomi masyarakat seperti permukiman, perladangan dan berkebun. Pada kondisi yang demikian maka ketersediaan L u a s H a 185 lahan yang ada lebih kecil dari kebutuhan perladangan masyarakat, dengan selisih luas kekurangan lahan mencapai 29.915 ha proyeksi 25 tahun dan kekurangan lahan seluas 144.875 ha proyeksi 50 tahun. Laju penurunan kemampuan APL untuk menampung kegiatan perladangan berpindah yang semakin meningkat sebagaimana dapat dilihat pada selisih areal 26.500 ha terhadap kebutuhan ladang bagi 75 KK peladang hanya mampu menampung areal ladang sampai tahun ke-7 dan telah mulai melewati ambang batas dan bernilai negatif sejak tahun ke 8 Gambar 54 dan Lampiran 30. -200000 -150000 -100000 -50000 50000 100000 150000 200000 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 Tahun Ke- Jumlah Total KK Jumlah KK Peladang 75 dari Total KK Proyeksi Kebutuhan Lahan Perladangan 75 KK; 4 haKK; rotasi 5 tahun ha Areal tidak efektif Ladang, Pemukiman, kawasan lindung, eks tebangan ha Ketersediaan Lahan Untuk LadangMukim APL Selisih areal 57.600 ha - kebutuhan lahan bagi 75 KK peladang Selisih areal 25.600 ha - kebutuhan lahan bagi 75 KK peladang Gambar 54. Proyeksi luas areal perladangan jika tidak ada PMDH dan TPTII tidak diterapkan dalam pengusahaan hutan Hal yang sama juga ditunjukan terhadap pendekatan penggunaan data ketersediaan total areal tidak efektif seluas 57.600 ha yang terdapat di luar areal efektif TPTII APL + kawasan lindung, bekas tebangan dan peruntukan lainnya, menunjukan lahan perladangan semakin meningkat dan kebutuhannya relatif lebih tinggi dibanding ketersediaan lahan saat ini. Proyeksi 50 tahun ke depan menunjukan adanya kekurangan lahan perladangan seluas 112.875 ha 170.475 ha – 57.600 ha, sebagaimana dapat dilihat pada L u a s H a 186 grafik selisih areal 57.600 ha dikurangi kebutuhan lahan bagi 75 KK peladang yang telah melewati ambang batas sejak tahun 26 angka minus sehingganya hanya mampu menyediakan lahan perladangan sampai tahun 25. Hal ini berarti bahwa dengan alternatif tidak ada PMDH dan pelaksanaan TPTII akan berpotensi semakin mempercepat laju perambahan kegiatan perladangan terhadap kawasan TPTII maupun kawasan taman nasional yang berada di sekitar kawasan tersebut. .

c. Skenario Ketiga: ada kegiatan TPTII dan pembinaan masyarakat

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42