155
Makanan 57
Non Makanan
43
umum sebagai pemilik lahan. Hal ini ditunjukan oleh meningkatnya persepsi masyarakat dari 18,60 menjadi 53,49 terhadap kepastian usaha setelah
adanya TPTII. Hal ini memberikan dampak lanjutan pada semakin jelasnya kepastian usaha bagi masyarakat terhadap daerah yang boleh atau tidak boleh
dimanfaatkan oleh masyarakat pada kawasan hutan. Kepastian kawasan ini merupakan bagian dari adaptasi dalam menerapkan aturan dalam pengelolaan
sumberdaya hutan sehingga dapat terjadinya tragedi pemanfaatan oleh komunal yang tidak terkontol dan berujung terjadinya open access Murdiyarso
and Skutsch, 2006.
7.3.7. Kebutuhan Hidup Minimum
Pendekatan hidup minimum ini didekati dari nilai pengeluaran total tahunan yang merupakan gabungan dari pengeluaran makanan dan non
makanan. Hasil analisis kebutuhan hidup rata-rata dari masyarakat sekitar hutan adalah Rp. 9.115.600tahunKK atau Rp. 759.633bulanKK atau Rp.
151.920kapitabulan Gambar 43. Kemampuan ekonomi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimal tersebut, masih lebih rendah
dibandingkan dengan standar kemiskinan Bank Dunia yaitu sebesar Rp. 300.000kapitabulan.
Sumber: Lampiran 27 diolah Gambar 43. Pengeluaran Total Tahunan
Gambar 44. Proporsi Makanan dan Non Masyarakat
Makanan terhadap Total pengeluaran
Hasil analisis menunjukan pula bahwa pengeluaran untuk kebutuhan pangan makanan lebih tinggi dibanding dengan non pangan. Berdasarkan
156
proporsinya, makanan menyumbang pengeluaran total tahunan sebesar 57,
sedangkan non makanan menyumbang 43 Gambar 44.
Keterbatasan tingkat pendapatan menyebabkan pilihan untuk konsumsi makanan lebih diutamakan. Artinya level hidup masyarakat di lokasi penelitan
masih berada pada level subsisten. Hal ini mendukung teori ekonomi, bahwa kebutuhan hidup masyarakat yang masih berorientasi untuk pemenuhan
konsumsi, maka sebagian besar pendapatan atau pengeluarannya akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari dalam bentuk
pangan. Salah satu hasil dari penelitian ini yang menarik bahwa pendapatan
yang diperoleh masyarakat Rp. 614.020bulan sedikit lebih rendah dibanding dengan pengeluaran rumah tangga untuk pangan dan non pangan Rp 759.630
bulan. Hal ini diduga karena responden tidak menyampaikan seluruh pendapatan yang diperoleh, diduga adanya kekhawatiran akan mempengaruhi
besarnya jumlah pajak bumi dan bangunan serta bentuk pengutan lainnya. Atas dasar tersebut maka pendekatan yang seharusnya digunakan untuk
mengetahui besarnya pendapatan riil yang diterima oleh masyarakat yaitu menggunakan pendekatan pengeluaran.
7.4. KESIMPULAN DAN SARAN 7.4.1. Kesimpulan