Bahan dan Alat Analisis Data Konservasi Karbon dengan Sistem TPTII

175 kawasan pengelolaan hutan di areal HPH PT. SBK Kalteng, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya deforestasi dan degradasi sumberdaya hutan.

9.1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: a mengetahui pengaruh penerapan sistem silvikultur intensif dan pembinaan masyarakat dalam menekan laju perladangan berpindah, dan b menyusun skenario kebijakan pembinaan masyarakat dalam penerapan sistem silvikultur intensif untuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi sumberdaya hutan. 9.2. METODE PENELITIAN 9.2.1. Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di areal HPH PT. SBK Provinsi Kalimantan Tengah yang menerapkan Sistem Silvikultur TPTI Intensif dan pada areal perladangan masyarakat di sekitar kawasan hutan alam. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2007 – April 2008 di tiga desa, yaitu Tumbang Kaburai, Sungkup dan Tanjung Paku. Pelaksanaan penelitian.

9.2.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan untuk menduga hubungan penerapan sistem silvikultur TPTI Intensif model konservasi karbon dengan sosial ekonomi masyarakat dalam mengurangi laju deforestasi hutan yaitu: data dan peta citra landsat tahun 1999, 2003, 2005 dan 2007 penggunaan lahan kawasan hutan HPH PT. SBK Provinsi Kalimantan Tengah yang menerapkan Sistem Silvikultur TPTI Intensif maupun penggunaan lahan masyarakat, khususnya kegiatan perladangan masyarakat pada periode 2001 - 2006, daftar pertanyaan responden questioner, data dan peta desa penelitian, data penduduk 6 tahun terakhir, data perkembangan luas ladang dan jumlah kepala keluarga peladang, luas ladang per KK, data luas lahan areal penggunaan lain dan kawasan hutan yang terdapat di lokasi penelitian. 176

9.2.3. Analisis Data Konservasi Karbon dengan Sistem TPTII

Untuk menentukan nilai karbon pohon yang berumur diatas 26 tahun rotasi kedua digunakan pendekatan penebangan 64 pohonha pada jalur tanam, penebangan 8 pohonha pada jalur antara dan kerusakan akibat penebangan sebesar 10 . Pada tahun ke-51 rotasi ketiga, penebangan pada jalur tanam sebanyak 64 pohonha, 8 pohonha untuk jalur antara dan kerusakan akibat penebangan 15 . Pada tahun ke-76 rotasi keempat, dilakukan penebangan sebanyak 64 pohonha pada jalur tanam, 8 pohon pada jalur antara dan kerusakan akibat penebangan 20 . Untuk areal TPTI, pada tahun ke-26 rotasi kedua dilakukan penebangan 10 pohonha dan kerusakan akibat penebangan sebesar 15 . Pada tahun ke-51 rotasi ketiga, dilakukan penebangan untuk 10 pohonha dan kerusakan akibat penebangan sebesar 20 . Pada tahun ke-76 rotasi keempat, dilakukan penebangan 10 pohonha dan kerusakan akibat penebangan sebesar 25 . Perhitungan Kebutuhan Lahan Masyarakat Perhitungan kebutuhan lahan masyarakat diproyeksikan untuk jangka waktu 50 tahun atas dasar ketersediaan Areal Penggunaan Lain - APL 25.600 ha dan atau total areal tidak efektif ATE yang berada dalam wilayah kerja PT. SBK 57.600 ha yaitu luas APL 25.600 ha ditambah luas kawasan lindung, bekas tebangan dan perambahan 32.000 ha. Perhitungan kebutuhan lahan mempertimbangkan laju pertumbuhan penduduk, jumlah kepala keluarga peladang, luas ladang per kepala keluarga, rotasi perladangan dan proyeksi kebutuhan ladang. Dari kondisi eksisting perladangan saat ini sebagaimana dijelaskan pada Bab 8, selanjutnya dihitung perkiraan kebutuhan luas lahan dengan menggunakan tiga skenario pendekatan yaitu: 1 ada PMDH namun tidak ada TPTII skenario-1; 2 tidak ada PMDH maupun TPTII skenario-2; dan 3 177 ada PMDH yang terpadu dan TPTII ditingkatkan skenario-3. Ke tiga alternatif tersebut dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1 Laju perladangan diasumsikan semakin bertambah seiring dengan laju pertumbuhan penduduk jika tidak ada pembinaan dan pengembangan mata pencaharian alternatif, dan berlaku sebaliknya jika ada pembinaan dan pengembangan mata pencaharian alternatif. 2 Laju pertumbuhan penduduk diasumsikan tetap yaitu rata-rata 4,59tahun laju pertumbuhan 5 tahun terakhir. 3 Jumlah penduduk di dalam dan sekitar areal TPTII sebanyak 4.628 jiwa dengan 1.205 KK 2006. 4 Jumlah kepala keluarga peladang dalam kurun waktu 2001-2006 diasumsikan meningkat menjadi 50 KK skenario-1. Skenario -2, diasumsikan kepala keluarga peladang meningkat sebesar 75 dari total kepala keluarga. Skenario-3, diasumsikan jumlah peladang menurun menjadi 20 dari total KK. 5 Rotasi perladangan petani rata-rata 5 tahun pada skenario 1 dan skenario 2 diasumsikan sama dengan kondisi eksisting pada saat penelitian. Sedang pada alternatif-3, rotasi perladangan diasumsikan makin menurun yaitu 3 tahun. Proyeksi kebutuhan lahan masyarakat atas dasar luas ladang dan ketersediaan areal penggunaan lain APL dan total areal tidak efektif ATE yang berada di dalam wilayah kerja PT. SBK, pada ke tiga alternatif dilakukan dengan tahapan dan metode analisis data sebagai berikut: 1 Perhitungan jumlah penduduk dan jumlah peladang proyeksi 50 tahun, dianalisis dengan mengadopsi persamaan laju pertumbuhan Issard 1960 dalam Simon 2004 yang dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian: P t+o = P t 1+r o Dimana : P t+o = jumlah penduduk dan jumlah peladang pada tahun proyeksi – ke t+o 178 Pt = jumlah penduduk dan jumlah peladang saat ini– tahun dasar 2006 r = laju pertumbuhan penduduk dan jumlah peladang dalam 5 tahun terakhir o = proyeksi jumlah penduduk dan peladang untuk 50 tahun ke depan 2 Pendugaan kebutuhan lahan masyarakat didasarkan atas jumlah peladang, luas ladang perkepala keluarga dan rotasi ladang, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: KLL n = JKKP n x LL n x RL n Dimana: KLL = Kebutuhan lahan ladang pada tahun ke – n hathn JKKP = Jumlah kepala keluarga peladang pada tahun ke- n orangthn LL = Luas lahan per kepala keluarga pada tahun ke-n haorang RL = Rata-rata rotasi ladang pada tahun ke-n tahun n = tahun proyeksi 3 Membandingkan proyeksi kebutuhan lahan masyarakat KLL dengan APL 25.600 ha ditambah dengan total areal tidak efektif lainnya ATE = 57.600 ha yang berada dalam areal kerja PT. SBK. Jika hasil perbandingan: KLL APL, diasumsikan masyarakat berpotensi merambah ke dalam kawasan areal tidak efektif lainnya ATE, jika tidak ada upaya pembinaan dan TPTII. KLL ATE, diasumsikan masyarakat berpotensi merambah ke dalam areal tanaman TPTII dan atau ke wilayah di luar areal kerja PT SBK Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan HPH Lain, jika tidak ada upaya pembinaan dan pelaksanaan TPTII yang terpadu. 4 Pertimbangan rentang waktu yang diambil lebih dari 40 tahun . Penelitian oleh Inoue, Isozaki dan Martinus 2003 di Tanjung Jaan pedalaman Kaltim menunjukan bahwa dalam kurun waktu sejarah komunitas selama 40 tahun 1960-2000 ditemukan trend fluktuatif ukuran luas pembukaan hutan, luas lahan kritis meningkat, perladangan tadah hujan luasnya naik turun dan hanya kebun campuran yang stabil. Fluktuasi perubahan terjadi dalam jangka pendek, tetapi jangka panjang tidak ada peningkatan atau penurunan yang nyata. Selanjutnya Alqadrie, Syarif. I. 1992 menjelaskan waktu perubahan sosial masyarakat dayak sangat lama dan berjalan bertahap dengan pola-pola tertentu. 179 9.3. HASIL DAN PEMBAHASAN 9.3.1. Potensi Penurunan Emisi Dari Pelaksanaan TPTII dalam Kerangka

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42