11 Dampak  dari  kegiatan  deforestasi  banyak  memberikan  kerugian  baik
terhadap kelestarian  kawasan  hutan  maupun  terhadap  kesejahteran  masyarakat  di sekitar kawasan hutan. Menurut Pratiwi 1998 dampak negatif dapat timbul, dari
deforestasi antara lain: 1 dampak terhadap lingkungan terganggunya siklus air, erosi,  sedimentasi,  siklus  carbon,  nitrogen,  fosfor,  sulfur,  dan  lain-lain,  2
dampak  biologi  menurunnya  biodiversitas,  dan  3  dampak  sosial  konflik dengan penduduk sekitar.
2.2. TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif
Regim  silvikultur yang  diterapkan  di  hutan  tropis  Indonesia  secara  resmi baru  dimulai  pada  tahun  1972.    Namun  demikian  Direktorat  Pengusahaan  Hutan
telah menyepakati penggunaan tebang selektif pada tahun 1968 dengan rotasi kira- kira  60  tahun  Soerianegara,  1971.    Regim  silvikultur  merupakan  suatu  proses
yang sistematis dan dirancang serta diterapkan pada tegakan sepanjang hidupnya. Tindakan  silvikultur  tersebut  berupa  pembalakan,  yaitu:  1  upaya  menciptakan
lingkungan  yang  kondusif  bagi  pertumbuhan  tegakan  tinggal  dan  2  tindakan pemungutan  hasil  dan  regenerasi  upaya  untuk  memacu  pembungaan,
perkecambahan, dan pertumbuhan semai dan pemeliharaan. Evolusi sistem silvikultur di Indonesia dimulai dengan  TPI Tebang Pilih
Indonesia pada tahun 1972, berubah menjadi TPTI Tebang Pilih Tana Indonesia tahun  1989,  dan  selanjutnya  TPTJ  Tebang  Pilih  Tanam  Jalur  tahun  1998  dan
terakhir berkembangan dengan sistem silvikultur intensif atau TPTI Intensif yang dirintis sejak tahun 2000.
Uji coba pelaksanaan TPTI Intensif telah dilaksanakan di PT. SBK melalui kerjasama project dengan ITTO P 412000.  Hasil  sementara  Proyek  ITTO  PD
4100 di PT Sari Bumi Kusuma pada umur dua tahun setelah penanaman, dari 18 spesies  yang  diujikan  diperoleh  4  spesies  yang  menunjukkan  pertumbuhan  awal
cepat,    yaitu  :  Shorea  leprosula  3,75  m,  Shorea  parvifolia 3,68  m,  Shorea platyclados  3,54  m,  dan  Shorea  johorensis  3,27  m.    Hasil  tersebut
menunjukkan  bahwa  bila  program  tersebut  dikombinasikan  dengan  akselerasi pertumbuhan  dan  pengendalian  hama  terpadu  maka  hasilnya  akan  sangat  ideal
12 untuk  mewujudkan  TPTII.    Melalui  program  ini  standing  stock dari  siklus
penebangan  ke  siklus  penebangan  berikutnya  harus  selalu  meningkat  baik produktivitas  maupun  kualitas  produknya.    TPTII  hanya  menggunakan  ruang
sebesar  25  sedangkan  ruang  sisanya  75  masih  disisakan  untuk mempertahankan  keanekaragaman  hayati,  dengan  demikian  diharapkan  fungsi
hutan akan menjadi lebih baik  Soekotjo, 2005. Adanya kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan TPTI selama ini, maka
diperlukan  pengembangan  sistem  silvikultur  dalam  pengelolaan  hutan  alam  pada suatu  wilayah  dengan  mempertimbangkan  peningkatan  produktivitas  kayu,
kepastian  usaha  dan  tuntutan  sosial  ekonomi  masyarakat  setempat.  Sistem silvikultur  alternatif  yang  dapat  dikembangkan  adalah  TPTI  Intensif.    Menurut
Suparna 2005 pelaksanaan sistem TPTI Intensif mempunyai ciri dasar yaitu: 1
Diterapkannya sistem Reduce Impact Logging RIL 2
Ruang  tumbuh  tegakan  dibuka  mendekati  tingkat  optimal  dengan fleksibilitas  dalam  menentukan  batas  limit  diameter  pohon  yang  ditebang
sedemikian  rupa  sehingga  kepentingan  pertumbuhan  produksi  dan lingkungan cukup terakomodasi secara seimbang
3 Dilakukan  penanaman  sistem  jalur  secara  intensif  dengan  memasukan
teknologi yang memadai, dengan jarak antar jalur tanam 20-25 4
Dilakukan  kegiatan  bina  pilih  pada  pohon-pohon  inti  tertentu  pada  tegakan alam yang terletak di antara jalur-jalur tanaman.
Tata waktu  kegiatan sistem silvikultur  TPTI intensif  disajikan pada Tabel 1.  Adapun tata letak sketsa teknis penerapan TPTI Intensif di PT SBK disajikan
pada Gambar 2.
Keterangan: :  Adalah titik tanam dengan jarak dalam jalur 2,5 m atau dan jarak antara jalurnya 20 m
a – b :  Adalah jalur bersih dan bebas naungan dengan lebar 3 meter
c – d :  Adalah jalur antara dengan lebar 17 meter
Limit diameter rerata tebang pada jalur antara 45 cm Jalur bebas naungan secara bertahap diperlebar sesuai dengan perkembangan tanaman maksimal 10 meter
Jalur Bersih dan bebas Naungan 3
m a
b
2 ,5
m
Jalur Bersih dan bebas Naungan 3
m a
b c
d
17 m
2 ,5
m
Jalur Antara
Gambar 2.  Sketsa Teknis Penerapan Sistem TPTII di PT SBK
13
2.3. Skema Perdagangan Karbon