135
digunakan dalam analisis. Olehnya itu, penerapan sistem TPTII dengan memperpanjang daur umur tebangan merupakan salah satu pilihan untuk
meningkatkan nilai ekonomi dari penyerapan karbon dalam jangka panjang.
6.4.2. Saran
1 Nilai ekonomi manfaat karbon pada kawasan yang dikelola dengan
sistem TPTII diharapkan dapat menjadi insentif bagi pengelola kawasan hutan produksi. Mekanisme insentif yang dapat ditempuh untuk lebih
menggairahkan pelaksanaan TPTII dalam skema perdagangan karbon dan pembangunan hutan yang berkelanjutan antara lain yaitu: a memberikan
nilai kompensasi ekonomi terhadap potensi ketersediaan karbon, b memberikan keringanan pajak atau mengurangi pungutan, c
memberikan penghargaan bagi pengelola yang telah berhasil melaksanakan TPTII, dan d harga kayu yang dihasilkan dari kegiatan
TPTII dihargai lebih tinggi premium price. 2
Mengingat besarnya biaya yang dikeluarkan dalam membangun TPTII tentu diperlukan penyediaan dana yang besar. Oleh sebab itu bagi pihak
ketiga pengusaha hutan atau masyarakat yang mengelola sistem silvikultur secara intensif sudah selayaknya mendapat dukungan
pendanaan dari pemerintah maupun sumber pendanaan lain yang concern dalam menjaga kelestarian kawasan hutan. Dukungan pendanaan dari
pemerintah antara lain dengan mengalokasikan Dana Reboisasi DR pada tingkat suku bunga yang sangat rendah atau tanpa bunga.
3 Untuk mempercepat adaptasi sistem TPTII ke dalam skema perdagangan
karbon melalui mekanisme REDD dan mempertimbangkan besarnya biaya pembangunan TPTII, maka disarankan tiga alternatif yaitu: 1
meningkatkan harga keekonomian karbon yang lebih dari US 25 per tonC
jika tanpa penebangan kayu, 2 mengembangkan alternatif kombinasi antara manfaat penyerapan karbon dan penebangan kayu
secara selektif pada jalur tanam TPTII alternatif-2 atau penebangan pada jalur tanam dan tebang pilih jalur antara di areal TPTII alternatif-3
yang diikuti dengan memperpanjang daur tebangan yaitu minimal diatas 25 tahun.
VII. DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
MODEL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN SISTEM TPTII
7.1. PENDAHULUAN
7.1.1. Latar Belakang
Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan PT SBK yang menerapkan sistem silvilkultur intensif merupakan salah satu unsur penting
untuk meningkatkan konservasi karbon dalam skala kawasan. Keberadaan masyarakat di sekitar kawasan dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan
konservasi karbon secara positif maupun negatif. Pengaruh positif masyarakat terjadi ketika kegiatan konservasi karbon dalam bentuk sistem silvikultur
tegakan meranti memberikan dampak positif bagi masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya kompensasi penyerapan tenaga kerja, kepastian
usaha, dan meningkatnya pendapatan sehingga masyarakat akan termotivasi untuk melakukan kegiatan penanaman tanaman meranti atau tanaman buah-
buahan di areal mereka. Sebaliknya kegiatan sistem silvikultur intensif akan memberikan
dampak negatif bagi masyarakat jika tidak ada manfaat yang dirasakan oleh masyarakat, sehingga masyarakat merasa termarginalkan oleh program
konservasi karbon dan hal ini akan menimbulkan konflik bagi perusahaan, seperti: tidak adanya pengakuan masyarakat, perambahan, keamanan tanaman
dan bentuk ketidaknyamanan lainnya. Selain konflik yang mungkin timbul, disisi lain masyarakat akan semakin ekstraktif dalam membuka areal hutan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kegiatan perladangan berpindah dan akan semakin besar pengaruhnya jika jumlah penduduk semakin banyak di
sekitar kawasan hutan. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan program konservasi karbon mengalami kebocoran negatif atau negative leakages dalam
skala lokal dan global dari kegiatan proyek konservasi karbon.