Potensi Biomassa dan Karbon Ekosistem Hutan pada Sistem Silvikultur Intensif

52 Hardjowigeno, 1983. Potensi kalium di dalam areal TPTII SBK termasuk kedalam kategori rendah – tinggi Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam Hardjowigeno, 1987.

4.3.3. Potensi Biomassa dan Karbon Ekosistem Hutan pada Sistem Silvikultur Intensif

4.3.3.1. Potensi Fisik Biomassa Tanaman Meranti

Potensi fisik tanaman yang diukur pada penentuan potensi karbon ini adalah kadar air, kerapatan dan berat jenis. Menurut Tsoumis 1991, kerapatan adalah kandungan massa dalam ukuran unit volume, sedangkan berat jenis BJ adalah perbandingan antara kerapatan kayu atas dasar berat kering tanur dengan volume pada kandungan air yang telah ditentukan dengan kerapatan air pada suhu 4 C Haygreen dan Bowyer, 1993. Potensi Fisik Biomassa Tanaman Meranti pada Jalur Tanam Potensi fisik pada bagian tanaman meranti dan berdasarkan umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 8. Dari Tabel 8 diperoleh hasil seperti berikut : Potensi kadar air tanaman meranti: Trend potensi kadar air berdasarkan kelas umur pada masing masing bagian tanaman cenderung menurun. Artinya semakin tinggi usia tanaman, kecenderungan potensi kadar air semakin berkurang. Sedangkan berdasarkan bagian tanaman, potensi kadar air cabang lebih rendah dibandingkan potensi kadar air pada akar dan cabang. Potensi kerapatan : potensi kerapatan pada akar cenderung lebih tinggi dibandingkan potensi kerapatan pada bagian lainnya. Hal ini disebabkan karena akar memiliki struktur zat ekstraktif dan potensi kayu lebih besar dibandingkan potensi juvenil, disisi lain peran akar sebagai penopang pohon akan menyebabkan potensi penyusun kayu akan semakin padat, sehingga akan menyebabkan potensi kayu per luasan tertentu akan semakin besar. 53 Berat jenis tanaman meranti masuk kedalam kelas kuat sedang. Pada dasarnya berat jenis memiliki variasi berdasarkan bagian pohon, variasi antar pohon dalam satu jenis dan variasi antar jenis. Variasi dalam satu pohon didasarkan pada adanya variasi vertikal, yaitu semakin ke atas berat jenis akan makin kecil. Hal ini disebabkan karena makin ke atas kandungan ekstraktif akan makin rendah, sedangkan proporsi juvenil semakin besar Tsoumis, 1991. Pada kelas umur dan diameter yang besar, nilai BJ cenderung akan lebih besar dibandingkan pada kelas umur dan diameter yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena makin besar diameter pohon, diduga akan memiliki zat zat penyusun kayu yang lebih banyak, sehingga makin besar diameter pohon maka berat jenis diduga akan makin besar Rozalen, 1987. Tabel 8. Kondisi Fisik Tanaman Meranti pada Jalur Tanaman TPTII di PT. SBK Nanga Nuak Tahun Ø cm Segmen BB gr Volume Basah cm 3 Volume Kering cm 3 BKT gr KA Kerapatan grcm 3 BJ grcm 3 1 Ø 2,84 a 2,416 3,099 1,797 1,077 124,33 0,78 0,60 B 2,593 3,562 2,066 1,053 146,25 0,73 0,51 C 0,77 1,249 0,724 0,34 126,47 0,62 0,47 2 Ø 4,13 A 2.416 3.099 1.797 1077 124,33 0,78 0,60 B 6,896 9,974 5,785 3,175 117,20 0,69 0,55 C 1,74 2,402 1,393 0,851 104,47 0,72 0,61 3 Ø 6,29 A 6,164 7,603 4,410 2,644 133,13 0,81 0,60 B 6,518 12,252 7,106 3,6 81,06 0,53 0,51 C 1,861 3,521 2,042 0,918 102,72 0,53 0,45 4 Ø 9,97 A 11,349 15,98 9,268 5,967 90,20 0,71 0,64 B 8,428 12,442 7,216 4,709 78,98 0,68 0,65 C 6,719 11,674 6,771 3,88 73,17 0,58 0,57 5 Ø 12.77 A 14,832 17,467 10,131 6,598 95,21 0,85 0,65 B 10,65 15,759 9,140 6,39 66,67 0,68 0,70 C 10,182 14,648 8,496 5,684 79,13 0,70 0,67 6 Ø 14,23 A 8,233 11,064 6,417 4,889 68,40 0,74 0,76 B 8,892 12,337 7,155 4,768 86,49 0,72 0,67 C 8,839 13,276 7,700 5,757 53,53 0,67 0,75 7 Ø 17,05 A 6,698 9,54 5,533 3,194 59,70 0,70 0,58 B 5,328 10,441 6,056 3,064 73,89 0,51 0,51 C 5,171 9,959 5,776 2,668 93,82 0,52 0,46 54 Tahun Ø cm Segmen BB gr Volume Basah cm 3 Volume Kering cm 3 BKT gr KA Kerapatan grcm 3 BJ grcm 3 12 Ø 28 A 7,396 8,153 4,729 2,638 180,36 0,91 0,56 B 8,717 11,733 6,805 3,653 138,63 0,74 0,54 C 8,32 16,319 9,465 4,815 72,79 0,51 0,51 15 Ø 36 A 7,437 8,53 4,947 3,257 128,34 0,87 0,66 B 19,886 24,447 14,179 9,865 101,58 0,81 0,70 C 7,607 11,26 6,531 4,794 58,68 0,68 0,73 20 Ø 49 A 9,541 12,569 7,290 5,051 88,89 0,76 0,69 B 6,354 11,117 6,448 4,423 43,66 0,57 0,69 C 9,518 12,223 7,089 5,376 77,05 0,78 0,76 Rerata 0,70 0,61 Keterangan : a akar, b batang, dan c cabang BB = Berat basah BKT = Barat Kering Tanur KA = Kadar Air BJ = Berat Jenis Faktor yang mempengaruhi besarnya kerapatan dan berat jenis kayu adalah kadar air, struktur kayu, lebar lingkaran tumbuh, proporsi kayu akhir, zat ektraktif, dan komposisi kimia. Umumnya terjadinya variasi nilai kerapatan dan berat jenis kayu yang disebabkan oleh : a variasi antar jenis akibat adanya perbedaan struktur anatomi, dan komposisi kimia, b variasi antar pohon dalam suatu jenis, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau tempat tumbuh, hereditas dan umur pohon yang ditunjukkan melalui perbedaan diameter pohon, dan c variasi dalam satu pohon akibat adanya variasi baik pada batang, cabang, ranting, akar, daun, bunga maupun buah Ahmadi, 1990, Tsoumis, 1991. Kerapatan kayu dipengaruhi oleh proporsi volume rongga kosong. Apabila rongga volume kosong diisi oleh zat zat penyusun kayu, maka kerapatan kayu akan besar, jika diisi oleh air maka tingkat kerapatan kayu menjadi rendah, namun kadar air kayu menjadi relatif lebih tinggi. Kadar air daun lebih tinggi dibandingkan bagian pohon lainnya, sedangkan berat jenisnya umumnya lebih rendah dibandingkan bagian pohon lainnya. Faktor yang menyebabkannya adalah karena daun memiliki banyak rongga yang sebagian besar diisi oleh air. Daun memiliki jumlah stomata yang Lanjutan Tabel 8. 55 banyak dibandingkan bagian pohon lainnya. Banyaknya jumlah stomata akan menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang akan diserap oleh daun, sehingga rongga didaun akan cukup banyak diisi oleh air. Menurut Kramer dan Kozlowski 1979, daun adalah unit fotosintesis yang terdiri dari kloroplas yang mengandung beberapa ratus rantai molekul yang dapat menimbulkan banyak rongga yang mudah diisi oleh udara dan air. Faktor ini mengakibatkan berat jenis akan menjadi kecil sedangkan kadar air menjadi lebih besar.

4.3.3.2. Kondisi Fisik Biomassa Pool Lainnya Serasah

Kondisi fisik dari serasah tanaman dapat dilihat pada Tabel 9. Dari Tabel 9 didapatkan hasil, bahwa kadar air pada serasah tanaman relatif tinggi, yaitu berkisar antara 81 – 177 . Tingginya kadar air ini dipengaruhi oleh kondisi areal yang pada saat pengambilan sampel, masuk dalam kondisi musim hujan, sebagian besar sampel sudah mengalami proses dekomposisi. Proses dekomposisi adalah proses yang dipengaruhi oleh faktor suhu, matahari, air dan organisme, sehingga adanya pengaruh air sebagai agen proses dekomposisi, akan menyebabkan potensi kadar air serasah menjadi cukup tinggi. Tabel 9. Kondisi Fisik dari Serasah pada Areal TPTII di PT. SBK Nanga Nuak Tahun BB gr BKT gr KA 1 9.76 5.38 81.35 2 9.81 3.86 154.16 3 9.78 3.95 147.44 4 9.86 3.55 177.71 5 9.76 3.99 144.77 6 9.99 3.65 173.83 7 9.96 4.11 142.16 Keterangan : BB = Berat basah BKT = Berat Kering Tanur KA = Kadar Air 56 Pohon Mati Kondisi fisik pada pohon mati yang rebah pada areal TPTII dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kondisi Fisik dari Pohon Mati pada Areal TPTII di PT. SBK Nanga Nuak Tahun BB gr Volume cm 3 BKT gr KA Kerapatan grcm 3 BJ grcm 3 1 12.96 12.68 6.72 93.56 1.02 0.53 2 14.09 14.26 8.86 59.13 0.99 0.62 3 11.95 17.72 8.69 37.63 0.67 0.49 4 8.99 12.67 6.51 38.19 0.71 0.51 5 8.33 10.81 6.78 22.88 0.77 0.63 6 15.74 14.63 10.42 49.64 1.07 0.71 7 4.20 13.91 3.73 12.40 0.30 0.27 Kondisi fisik pada pohon yang mati cenderung memiliki kadar air yang rendah, dengan kerapatan yang tinggi dan berat jenis yang juga tinggi dibandingkan tanaman yang hidup. Hal ini disebabkan karena pada tanaman yang mati, potensi air yang ada dirongga telah menguap karena faktor suhu dan sinar matahari. Kondisi ini menyebabkan kandungan air yang ada didalam rongga menjadi sedikit, sehingga sebagian besar rongga akan terisi oleh bahan bahan penyusun kayu, baik selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif, dan lignin sehingga akan menyebabkan kadar air berkurang, namun kerapatan dan berat jenis kayu akan semakin besar.

4.3.4. Potensi Biomassa Tanaman

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42