Konsep REDD Reducing Emissions From Deforestation and Degradation di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep REDD Reducing Emissions From Deforestation and Degradation di Indonesia

Deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan REDD adalah Semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan Permenhut No. 30 tahun 2009. Untuk mempercepat penurunan emisi, Indonesia dan negara-negara yang memiliki hutan tropis pada COP 13 tahun 2007 di Bali, mengusulkan masuknya skema penurunan emisi melalui Reducing Emissions from Deforestation and Degradation REDD+ atau Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi. Proses REDD merupakan suatu inisiatif untuk pemeliharaan iklim global sebagai prosedur yang mendorong pemeliharaan lahan-lahan yang berpotensi terdegradasi melalui pendanaan carbon trade. Program REDD pada dasarnya ditujukan untuk memperlambat laju deforestasi dengan memberikan kredit karbon. Dana yang diberikan digunakan untuk kegiatan konservasi karbon, yang berdampak untuk memperlambat laju deforestasi. Tantangan yang dapat diidentifikasi dalam skema REDD antara lain: teknologi penghitungan karbon, pembayaran karbon, akuntabilitas dan pendanaan CIFOR, 2009. Gibbs, Brown, Niles dan Foley 2007 menjelaskan bahwa konsep REDD intinya untuk menyediakan insentif finansial bagi negara berkembang yang secara sukarela mengurangi laju deforestasi nasional dan yang terkait emisi karbonnya dibawah data dasar baseline berdasarkan referensi sejarah historical 10 reference atau proyeksi kedepan future projection . Negara yang menunjukkan pengurangan emisi ini dapat menjual kredit karbonnya di pasar internasional atau tempat lainnya. Madeira 2009 menyebutkan, untuk menjual kredit karbon, pengusul proyek harus menunjukkan bahwa ia memiliki hak jangka panjang untuk karbon pada areal tersebut. Selain tantangan tersebut hal yang tidak kalah pentingnya adalah prinsip penghormatan terhadap kedaulatan negara, sebagaimana yang dijelaskan oleh Masripatin 2007, bahwa REDD adalah mekanisme internasional yang bersifat sukarela voluntary dan menghormati kedaulatan Negara sovereignty yang dimaksudkan untuk memberikan insentif positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari degradasi dan deforestasi hutan. Tantangan terberat ke depan adalah dalam hal implementasi. REDD dipandang sebagai cara baru dan lebih baik untuk masa depan. REDD berevolusi menjadi REDD+ pada CoP di Poznan pada Desember 2008 dan pada negosiasi di Bonn pada Maret 2009, selanjutnya diyakini bahwa pada pertemuan di Kopenhagen REDD akan menjadi instrumen penting. Evolusi REDD menjadi REDD+ meliputi kegiatan konservasi, SFM, dan peningkatan stok karbon hutan Abate, 2010. Tingkat deforestasi di Indonesia bervariasi dari tahun ke tahun. Pada periode tahun 1990 – 1996, rata-rata laju deforestasi per tahun adalah 1,87 juta ha. Laju ini terus meningkat dengan cepat sehingga mencapai 3,51 juta hatahun pada periode 1996 – 2000, lalu menurun menjadi 1,08 juta hatahun pada periode 2000 – 2003, dan kembali meningkat menjadi 1,17 juta hatahun pada periode 2003 – 2006. Berdasarkan data historis tersebut laju deforestasi di Indonesia dapat diproyeksikan sekitar 1,125 juta ha tahun sedangkan rata-rata degradasi yang disebabkan oleh aktivitas logging adalah 0,626 juta hatahun Kementerian Kehutanan, 2010. Sementara berdasarkan hasil penelitian dari beberapa ahli FAO,1990, tutupan hutan Indonesia berkurang dari 74 menjadi 56 dalam jangka waktu 30-40 tahun. 11 Dampak dari kegiatan deforestasi banyak memberikan kerugian baik terhadap kelestarian kawasan hutan maupun terhadap kesejahteran masyarakat di sekitar kawasan hutan. Menurut Pratiwi 1998 dampak negatif dapat timbul, dari deforestasi antara lain: 1 dampak terhadap lingkungan terganggunya siklus air, erosi, sedimentasi, siklus carbon, nitrogen, fosfor, sulfur, dan lain-lain, 2 dampak biologi menurunnya biodiversitas, dan 3 dampak sosial konflik dengan penduduk sekitar.

2.2. TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42