Aspek Sosial Ekonomi Lainnya dari Konservasi Karbon

168 0,04 yang berarti perbandingan antar jenis pohon yang telah dilakukan oleh para responden konsisten karena masih di bawah 0,10. Hal ini berarti model perbandingan antar jenis pohon ini valid dalam menentukan jenis komoditas yang disenangi oleh petani. Dominasi pilihan terhadap komoditas karet, tengkawang, meranti dan gaharu sangat dipengaruhi besaran manfaat ekonomi yang diperoleh dalam mengusahakan jenis-jenis tanaman tersebut. Bagi masyarakat suku dayak yang tinggal di sekitar HPH PT. SBK, tanaman karet, tengkawang, meranti serta gaharu merupakan tanaman yang sudah sangat dikenal. Masyarakat jauh lebih mengenal pohon karet, tengkawang, meranti serta gaharu ketimbang jenis pohon sengon dan mahoni seperti yang ditawarkan dalam model konservasi karbon. Keberadaan pohon tengkawang, meranti dan gaharu belum banyak dibudidayakan oleh masyarakat, dalam memanfaatkannya masyarakat masih banyak mengadalkan keberadaannya di alam. Sementara untuk jenis pohon sengon dan mahoni walaupun bernilai ekonomi, tetapi masyarakat belum tertarik untuk membudidayakannya. Hal ini disebabkan belum jelasnya pemasaran serta teknik budidayanya. Model pengelolaan lahan masyarakat disekitar kawasan hutan ini dengan mengemnbangan jenis tanaman tahunan dan tanaman pangan dalan suatu unit lahan dikenal dengan istilah agroforestri. Menurut Sathaye, et.al 2001 bahwa praktik pertanian intensif dan agroforestri yang demikian memiliki potensi tinggi untuk mengurangi deforestasi yang disebabkan oleh perladangan berpindah.

8.3.3. Aspek Sosial Ekonomi Lainnya dari Konservasi Karbon

Pengetahuan masyarakat yang melatarbelakangi dari pilihan tanaman diatas ternyata berbanding terbalik dengan pilihan idealis tanaman. Masyarakat memilih tanaman bukan karena tahu sebagai penggunaan untuk program konservasi karbon namun lebih pada kesukaan, pengalaman teknis menanam, merawat, serta informasi yang beredar dalam masyarakat. 169 Kesediaan masyarakat terlibat dalam konservasi karbon terlihat bahwa sebagian besar masyarakat sangat setuju untuk ikut dalam konservasi karbon sebesar 93 dan tidak setuju hanya 7 walaupun masyarakat belum mengerti dengan benar apa tujuan program tersebut Gambar 48. Sumber: Lampiran 27 Gambar 48. Proporsi Pengetahuan Masyarakat Terhadap Konservasi Karbon, Kesukaan Masyarakat dalam Menanam Pohon, dan Kesediaan Ikut dalam Konservasi Karbon Keterlibatan kelembagaan bagi masyarakat di wilayah hutan dapat dilihat pada Gambar 49. Berdasarkan tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat menginginkan adanya lembaga yang terlibat dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan dengan besaran persetujuan sebesar 76,7, 72,1, dan 69,8. Sedangkan untuk proses pemantauan, masyarakat menolaknya yaitu sebesar 55,8, dan setuju hanya 44,2. Hal ini sangat terkait dengan keinginan masyarakat untuk mengurangi campur tangan lembaga yang terlibat di dalam proses konservasi karbon. Masyarakat lebih mempercayakan hal tersebut kepada tokoh masyarakat yaitu tokoh adat berserta lembaga adat, tokoh agama, serta pemerintahan lokal. Kesukaan menanam pohon 93.0 7.0 Suka Menanam Tidak Suka Pengetahuan tentang CDM 14.0 86.0 Tahu tidak Tahu Kesediaan ikut CDM 93.0 7.0 Bersedia Tidak bersedia 170 Sumber: Lampiran 27 Gambar 49. Proporsi Keterlibatan Lembaga dalam Konservasi Karbon pada Tahap Perencanaan, Pelaksanaan, Pemeliharaan dan Pemantauan Luas kesediaan menanam tanaman hutan pada lahan masyarakat sink enhancement yaitu rata-rata sebesar 3,1 Ha dengan kisaran yang cukup tinggi dari 0 ha tidak bersediabelum ada lahan sampai dengan 30 ha. karena walaupun rata-rata masyarakat bersedia menanam seluas 3,1 ha namun frekuensi masyarakat yang tidak menyediakan lahan untuk konservasi karbon sebesar 11,6 sehingga perlu adanya sosialisasi yang mendalam terhadap konservasi karbon. Kondisi ini terkait dengan minimnya informasi akan keuntungan ikut dalam keiatan sink enhancement sehingga sebagian besar masyarakat masih ragu untuk menyediakan lahan yang akan diikutsertakan dalam program tersebut. Sedangkan masyarakat yang bersedia sampai 30 ha ini karena informasi yang diperoleh cukup banyak sehingga mereka mengetahui keuntungan ikut dalam konservasi karbon yang diprakarsai oleh HPH Tabel 40. Keterlibatan Lembaga dalam CDM pada Tahap Pemantauan 44.2 55.8 Setuju Tidak Setuju Keterlibatan Lembaga dalam CDM pada Tahap Pemeliharaan 69.8 30.2 Setuju Tidak Setuju 171 Tabel 40. Luas Kesediaan Menanam Konservasi Karbon Luas lahan Frekuensi proporsi Kumulatif .00 5 11.6 11.6 .50 1 2.3 14.0 1.00 10 23.3 37.2 2.00 12 27.9 65.1 3.00 5 11.6 76.7 4.00 2 4.7 81.4 5.00 5 11.6 93.0 10.00 2 4.7 97.7 30.00 1 2.3 100.0 Total 43 100.0 Sumber: hasil olahan data penelitian Kesediaan masyarakat menerima kompensasi lahan dari kesediaan untuk tanaman hutan sink enhancement dapat dilihat pada Gambar 50, terlihat bahwa masyarakat bersedia menerima kompensasi rata-rata sebesar Rp. 607.352,-hatahun atau Rp.50.612.-habulan. Namun berdasarkan grafik juga terlihat bahwa masyarakat tidak mau menerima kompensasi dengan adanya nilai Rp. 0,-. Untuk mencapai titik temu maka perlu adanya mekanisme yang disepakati antar masyarakat serta penyalur kompensasi dalam hal ini adalah HPH mengenai besaran, hak milik, kewajiban, serta hal-hal lain yang menyangkut kontrak yang sedianya akan dilaksanakan selama 50 tahun, jika akan mengembangkan mekanisme REDD. Hal ini sejalan dengan penelitian di Way Tenong dan Sidrap oleh Suyamto, et.al dalam Murdiyarso and Skutsch 2006 yang menjelaskan jalan keluar antara menurunkan emisi karbon versus kesejahteran peladang atau petani adalah dengan mengusahakan adanya pengakuan hak-hak ulayat dan promosi sistem penanaman pohon yang didukung oleh penyuluhan, subsidi dan perbaikan pasar terhadap jenis usaha yang dikembangan oleh petani. 172 Sumber: Lampiran 27 Gambar 50. Kesediaan Menerima Kompensasi Konservasi Karbon HaTahun Besarnya kompensasi yang diinginkan oleh masyarakat sebagaimana dijelaskan, diduga belum menggambarkan keinginan masyarakat jika dibandingkan dengan besarnya pengeluaran Rp. 759.633 bulanKK dan atau atas dasar pendapatan rumah tangga Rp. 614.020bulanKK. Sehingga idealnya untuk menentukan kompensasi agar masyarakat mau menanam dan tidak merambah kawasan hutan yaitu sebesar Rp. 324.000habulan atas dasar pendapatan dan Rp. 380.000habulan atas dasar pengeluaran rumah tangga. Nilai kompensasi kepada masyarakat sebagai bentuk “ganti untung” dari kesedian memberikan lahannya untuk ditanami meranti sink enhancement agar tidak merambah dan mau menjaga hutan konservasi, belum mempertimbangkan biaya yang diperlukan dalam menyediakan bibit tanaman, dan kebutuhan sarana dan prasarana produksi dalam rangja pelaksanaan kegiatan penurunan emisi karbon. 8.4. KESIMPULAN DAN SARAN 8.4.1. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42