Manfaat Ekonomi Karbon 1. Perbandingan Potensi Penurunan Emisi Karbon pada Areal

114 Kriteria kelayakan ekonomi karbon dengan dan tanpa adanya penebangan pada tegakan meranti TPTII dalam penelitian ini dianggap layak jika dan hanya jika : 1 BCR lebih besar dari satu 2 NPV lebih besar dari nol Berdasarkan analisis kelayakan diatas, selanjutnya dilakukan analisis kepekaan sensitivity analysis manfaat penurunan emisi karbon dengan dan atau tanpa penebangan dalam pembangunan tegakan meranti TPTII dengan menggunakan baseline potensi karbon pada areal TPTI. Analisis sensitivitas didasarkan atas kemungkinan adanya perubahan biaya serta tingkat suku bunga, dengan skenario sebagai berikut: 1 Pendapatan dan biaya produksi dan transkasi karbon tetap pada tingkat suku bunga 10, 12,14 2 Pendapatan tetap dan biaya produksi dan transaksi karbon naik 15 pada tingkat suku bunga 10, 12,14 3 Pendapatan tetap dan biaya produksi dan transaksi karbon turun 15 pada tingkat suku bunga 10, 12,14

6.3. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3.1. Manfaat Ekonomi Karbon 6.3.1.1. Perbandingan Potensi Penurunan Emisi Karbon pada Areal TPTI Intensif dan Areal TPTI Pendugaan potensi penurunan emisi karbon di areal TPTII PT. SBK menggunakan laju pertumbuhan rata-rata pertahun current annual increment dan baseline pembanding potensi dugaan karbon pada areal TPTI perusahaan lain. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara rata-rata potensi karbon di areal TPTII lebih tinggi dibandingkan TPTI, baik tanpa penebangan alternatif- 115 1 maupun dengan penebangan di jalur tanam alternatif-2 dan penebangan pada jalur tanam dan jalur antara alternatif-3 Gambar 30 dan Lampiran 20. Potensi penurunan emisi karbon berdasarkan laju penyerapan karbon selama 50 tahun di areal TPTII yaitu rata-rata 306,78 ton Cha tanpa penebangan dan apabila dilakukan penebangan setiap 25 tahun potensi karbon akan turun menjadi 160,53 ton Ctahun tebang jalur tanam dan 154,19 ton Cha tebang jalur tanam dan tebang pilih jalur antara. Potensi karbon dengan dan atau tanpa penebangan hasilnya relatif lebih tinggi dibandingkan potensi karbon di areal TPTI BAU hanya sebesar 33,52 ton Cha. Terdapat perbedaan rata-rata sebesar 4 sampai 9 kali dibanding TPTI BAU. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa adanya penanaman dan pemeliharaan secara intensif serta ruang tumbuh tanaman yang lebih baik, sehingga pertumbuhan diameter tegakan lebih besar yang kemudian menghasilkan biomas dan karbon jauh lebih besar di areal TPTII. Peningkatan biomas dan stok karbon pada areal TPTII ini sejalan dengan pendapat Lasco 2004 antar lain melalui peningkatan ruang tanaman dan pengurangan pemanenan, serta penaman pohon jenis cepat tumbuh. Gambar 30. Perbandingan laju penyerapan C perhektar di areal TPTI dan TPTI BAU pada tiga alternatif 50 tahun 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 TPTII Tidak Tebang Alternatif-1 TPTI Business as Usual TPTI BAU Tebang Jalur Tanam dan Jalur Antara di TPTII Alternatif-3 Tebang Jalur Tanam TPTII Alternatif-2 P o te n si K a rb o n to n C H a 116 Penyerapan karbon pada areal TPTII cenderung meningkat setiap tahunnya, sementara pada areal TPTI BAU relatif tetap. Peningkatan serapan karbon di areal TPTII dipengaruhi oleh adanya ruang tumbuh tanaman yang cukup baik melalui kegiatan penjarangan tanaman serta adanya pemeliharaan yang intensif dalam bentuk pemupukan. Sebaliknya pada areal TPTI, laju pertumbuhan karbon adalah relatif tetap karena ruang tumbuh tanaman terbatas, sehingga perkembangan tanaman relatif lambat atau tetap, selain itu juga dipengaruhi oleh tidak adanya pemeliharaan yang intensif. Delta perbedaaan laju penyerapan karbon pertahun perhektar antara areal TPTII dengan areal TPTI BAU sebagai baseline setelah dikali 50 pada alternatif tanpa penebangan yaitu sebesar 136,63 ton Cha atau rata-rata 2,73 ton Chathn alternatif-1, sementara jika ada penebangan maka potensi serapan karbon menurun menjadi 122,43 ton Cha atau 2.45 ton Chathn alternatif-2 tebang jalur tanam dan 110,57 ton Cha atau rata-rata 2,21 ton Chathn alternatif-3 tebang jalur tanam dan tebang selektif jalur antara. Selisih atau delta laju penyerapan karbon rata-rata perhektar dari ketiga alternatif dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31. Delta laju penyerapan C perhektar di areal TPTII terhadap TPTI BAU baseline dari ketiga alternatif 50 tahun 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 Delta TPTII - TPTI BAU Alternatif-1. Tanpa Penebangan Delta TPTII Tebang Jalur Tanam dan Jalur Antara dengan TPTI BAU Alternatif-3 Delta TPTII Tebang Jalur Tanam dengan TPTI BAU Alternatif-2 P e n y e ra p a n K a rb o n to n C H a 117 Adanya perbedaan potensi karbon yang lebih besar pada pengelolaan hutan produksi dengan sistem TPTI Intensif dapat digunakan sebagai salah satu cara menduga fungsi tanaman dalam mengkonservasi karbon, dengan alternatif tanpa penebangan maupun alternatif penebangan pada jalur tanam dan tebang pilih di jalur antara TPTII. Perbedaan tingkat penyerapan karbon menjadi alasan yang kuat pentingnya peranan sistem TPTII dalam mengurangi emisi secara global.

6.3.1.2. Nilai Ekonomi Potensi Penurun Emisi Karbon di Areal TPTII

Perhitungan nilai manfaat ekonomi dari potensi penurunan emisi karbon pada tegakan meranti menggunakan laju penyerapan karbon per tahun antara areal TPTII dan TPTI BAU baseline. Penilaian ekonomi ini sangat penting untuk mengetahui tingkat kelayakan penurunan emisi karbon dari kedua sistem dalam konteks pengurangan laju degradasi dan deforestasi kawasan hutan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 50 tahun dengan menggunakan harga karbon US 5 per ton C akan memberikan manfaat yang relatif lebih besar jika tidak dilakukan penebangan. Potensi ekonomi karbon atas dasar laju penyerapan karbon tahunan pada alternatif tanpa penebangan memberikan manfaat ekonomi sebesar Rp. 6,83 juta ha alternatif-1, sedang jika dilakukan penebangan secara selektif di jalur tanam alternatif-2 dan kombinasi penebangan di jalur tanam dan tebang pilih jalur antara alternatif 3 akan memberikan manfaat ekonomi karbon masing-masing sebesar Rp. 5,53 jutaha dan Rp. 6,12 jutaha Gambar 32. Nilai manfaat ekonomi karbon dari ketiga alternatif diatas menunjukan bahwa adanya kegiatan penanaman diareal TPTII secara intensif dan semakin lama karbon tersimpan dalam tanaman akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan tanpa adanya penebangan dengan sistem rotasi yang pendek. Namun, besarnya perbedaan nilai manfaat tersebut akan bervariasi menurut baseline yang digunakan dalam melakukan valuasi manfaat konservasi karbon dari suatu kawasan hutan. 118 Adanya perbedaan nilai karbon pada sistem TPTII dengan sistem TPTI BAU, menunjukan pula bahwa kawasan hutan yang dikelola dengan sistem TPTII memberikan manfaat yang lebih besar dalam mengkonservasi karbon, sehingga harus diperhitungkan sebagai opportunity cost, jika dibandingkan dengan sistem TPTI BAU. Hal ini diperkuat dengan Busch, et.al 2009 yang menyatakan bahwa usaha-usaha pengurangan penebangan dan peningkatan nilai tegakan hutan merupakan opportunity cost dari kegiatan penurunan emisi karbon dalam kawasan hutan. Dengan demikian, perbedaan potensi dan nilai ekonomi karbon pada kedua sistem tersebut merupakan salah satu cara dalam menentukan baseline dalam menerapkan skema perdagangan karbon melalui mekanisme REDD. Baseline tersebut dapat dianggap sebagai endowment potensi karbon yang dapat disediakan oleh hutan secara alami tanpa perlu adanya perlakuan atau introduksi teknologi seperti kegiatan penanaman meranti pada jalur tanaman di kawasan hutan. Penambahan produktivitas penyerapan karbon dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam memberikan kompensasi kepada pengelola hutan yang - 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Alternatif-1 Alternatif-2 Alternatif-3 6.83 5.53 6.12 Nilai Ekonomi Penurunan Emisi Karbon Juta Rpha Gambar 32. Nilai Ekonomi Potensi Penurunan Emisi Karbon Pertahun Perhektar di Areal TPTII dengan Alternatif Tanpa dan atau dengan Penebangan 50 Tahun 119 telah menerapkan sistem TPTII. Mekanisme insentif yang dapat ditempuh untuk lebih menggairahkan pelaksanaan TPTII dalam kerangka pembangunan hutan yang berkelanjutan antara lain yaitu : a memberikan nilai kompensasi ekonomi terhadap potensi ketersediaan karbon dari kegiatan penanaman, b memberikan keringanan pajak atau mengurangi pungutan, c memberikan penghargaan bagi pengelola yang telah berhasil melaksanakan TPTII, dan d harga kayu yang dihasilkan dari kegiatan TPTII dihargai lebih tinggi premium price. Mekanisme penerapan insentif dalam kegiatan TPTII yang bertujuan untuk konservasi karbon dilihat sebagai upaya untuk melestarikan keberadaan kawasan hutan berkelanjutan di suatu negera. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya deforestasi yang lebih luas pada kawasan hutan yang dapat dipengaruhi secara langsung oleh variabel struktural seperti pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi dan wilayah, serta pertumbuhan penduduk. Adapaun usaha yang dapat dilakukan menekan pengaruh variabel stuktural terhadap deforestasi, menurut Motel, et.al 2009 perlu diantispasi dengan menerapkan variabel kebijakan pemerintah yang berorientasi pada upaya pengurangan deforestasi seperti: konservasi hutan, pengaturan land tenure, pemberantasan illegal longging, penegakan serta penguatan aturan pengelolaan kehutanan, Kedua variabel diatas secara langsung dan tidak langsung akan dipengaruhi dan atau mempengaruhi terjadinya peningkatan deforestasi seperti: utang luar negeri, nilai tukar, era perdagangan bebas, serta perubahan teknologi, yang dikenal dengan istilah variabel campuran mixed variables. Dari variabel-variabel yang dapat mempengaruhi peningkatan deforestasi sebagaimana dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa untuk mengurangi laju dofrestasi dalam jangka panjang harus dilihat sebagai suatu sistem dari berbagai faktor yang saling terkait, artinya upaya untuk menurunkan laju deforestasi tidak hanya memerlukan inisiatif dan kebijakan dari pemerintah yang memiliki kawasan hutan, tetapi juga perlu didukung secara internasional yang terkait dengan mekanisme pasar dan permintaan 120 terhadap produk kayu dan non kayu, serta pengaruh dari sistem keuangan perdagangan global.

6.3.1.3. Nilai Ekonomi Potensi Kayu di Areal TPTII

Potensi ekonomi karbon yang tinggi di areal TPTII dibanding dengan potensi di areal TPTI BAU memberikan implikasi bahwa biomassa di areal TPTII akan lebih besar dan hal ini berarti volume kayu akan lebih besar pula. Adanya potensi dari manfaat kayu yang dapat ditebang melalui penurunan emisi karbon dan fungsi ekologis lain dari kawasan hutan, termasuk hutan produksi, dapat menjadi salah satu pilihan dalam upaya untuk melakukan kegiatan konservasi karbon dalam jangka panjang ditinjau dari sudut pandang kelayakan pengusahaan ekonomi karbon. Sehingga perlu dilakukan alternatif pembanding dengan memasukan sistem penebangan secara selektif baik pada jalur antara maupun kombinasi tebang jalur tanam dan tebang pilih di jalur antara TPTII. Hasil analisis manfaat ekonomi dengan mempertimbangkan alternatif penebangan di jalur tanam alternatif-2 dan kombinasi penebangan di jalur tanam dan tebang selektif jalur antara alternatif-3 akan menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi jika dibandingkan tanpa penebangan atau hanya manfaat ekonomi karbon saja, yaitu masing-masing Rp. 16,32 jutaha dan Rp. 40,82 jutaha Gambar 33 dan Lampiran 21. - 10,00

20,00 30,00

40,00 50,00

Penebangan Jalur Tanam alternatif-2 Penebangan Jalur Tanam dan Jalur Antara TPTII alternatif-3 16,32 40,82 Nilai Ekonomi Potensi Kayu Rp. JutaHa Gambar 33. Nilai Ekonomi Potensi Kayu di Areal TPTII dengan Alternatif Penebangan 121 Dari hasil analisis menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai manfaat kayu antara penebangan hanya di jalur tanam alternatif-2 dengan penebangan di jalur tanam dan tebang pilih pada jalur antara alternatif-3. Hal ini dipengaruhi oleh potensi produksi kayu pada jalur antara yang cukup besar yaitu rata-rata 35 m 3 hathn dan tambahan produksi dari penebangan di jalur tanaman yang memiliki potensi produksi sebesar 384 m 3 ha atau rata-rata 64 pohonha daur per 25 tahun namun potensi pada jalur tanam baru dapat ditebang setelah tanaman berumur minimal atau sama dengan 25 tahun. Sementara pada areal jalur antara, penebangan pohon dilakukan setiap tahun yaitu rata-rata sebanyak 8 pohon per hektar dengan sistem tebang pilih. Potensi penerimaan yang cukup besar dari kegiatan penebangan secara selektif dengan daur penebangan yang cukup diperpanjang dapat menjadi salah satu pilihan dalam meningkatkan adaptasi dan mengimplementasikan pengurangan laju degradasi dan deforestasi. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu menginternalisasi nilai manfaat karbon dan kayu yang diperoleh dari kegiatan pengelolaan hutan di areal TPTII maupun kawasan hutan produksi lainnya, sehingga menjadi faktor penarik dalam mengembangkan sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

6.3.2. Biaya Produksi Pengelolaan TPTI Intensif

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42