Jenis dan Sumber Data Analisis Data

139 Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 47 orang dari ketiga desa yang masing-masing responden dianggap mewakili satu keluarga. Dasar penentuan bahwa sampel relatif homogen dengan etnis dominan masyarakat Adat Dayak dan pola usaha pertanian yang hampir sama. Penentuan jumlah sampel menurut kategori pekerjaan responden menggunakan pendekatan proporsional di setiap lokasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Sampel distratifikasi menurut jenis pekerjaan yaitu: tokoh adattokoh masyarakat, kepala desa, petanipekebunpeternak, peladangpengumpul hasil hutanpedagang, pegawai lokal HPH, Manajer Camp dan kepala bidang PMDH, Dinas Kehutanan atau BKSDA, dan Perguruan Tinggi. Jumlah sampel menurut jenis pekerjaan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Jumlah Sampel Menurut Jenis Pekerjaan di Lokasi Penelitian No Responden Menurut Pekerjaan Jumlah Responden Menurut lokasi orang Total Desa Tbg. Kaburai Dusun Sungkup Desa Tjg. Paku HPH Kabupaten Propinsi 1 Tokoh Adat Tokoh Masyarakat 2 1 2 5 2 Kepala Desa Kepala Dusun 1 1 1 3 3 Petanipekebunpeternak 4 7 9 20 4 Peladang pengumpul hasil hutandagang 5 4 2 11 5 Manajer Camp 1 1 6 Bagian PMDH 1 1 7 Pegawai lokal HPH 1 1 2 4 8 BKSDADishut 1 1 9 Perguruan Tinggi 1 1 Jumlah per lokasi 13 14 16 4 47

7.2.4. Jenis dan Sumber Data

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan metode wawancara langsung terhadap responden. Wawancara responden menggunakan daftar pertanyaan yang memuat: a informasi persepsi responden mengenai pengakuan adat terhadap tanaman meranti yang ditanam, sebelum dan setelah 140 pelaksanaan TPTII, b hubungan luas areal tanaman meranti dengan tingkat penyerapan tenaga kerja lokal, c persepsi responden mengenai kepastian usaha bagi pengusaha, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII, dan d tingkat kebutuhan hidup minimal masyarakat. Sumber data yang dikumpulkan dari laporan, hasil studi dan data statistik yaitu tingkat legalitas PT. SBK, luas tanaman, penyerapan tenaga kerja, tingkat pendapatan tenaga kerja, kegiatan PMDH, data peladang berpindah, upah minimum regional, data kemiskinan penduduk dan data pendukung lainnya.

7.2.5. Analisis Data

Pendekatan analisis data yang digunakan dengan metode kualitatif deskriptif yaitu dengan membandingkan persepsi masyarakat, sebelum maupun setelah pelaksanaan TPTII di areal HPH PT Saribumi Kusuma, yang menyangkut aspek: pengakuan adat masyarakat terhadap areal tanam TPTII; luas areal tanaman, penyerapan tenaga kerja, kepastian bagi pengusaha hutan; tingkat pendapatan dan pengeluaran untuk hidup minimal bagi masyarakat.

7.2.5.1. Pengakuan Adat

Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengakuan adat terhadap pada tegakan meranti yang dikelola dengan sistem TPTII setelah dengan tegakan meranti yang tidak dikelola dengan sistem TPTII sebelum, menggunakan 6 enam parameter. Penentuan nilai keenam parameter dalam menduga tingkat pengakuan adat masyarakat terhadap tanaman meranti yang diusahakan oleh PT SBK baik sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII menggunakan skala penilaian 1 – 3. Skala penilaian dari masing-masing parameter untuk mengetahui tingkat pengakuan adat dari responden baik sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII terhadap kawasan tanaman meranti di areal PT. SBK dapat dilihat pada berikut. Metode analisis yang digunakan yaitu Uji Wilcoxon Matched Pairs. Dasar penggunaan uji Wilcoxon Matched Pairs yaitu: a sampel yang diteliti 141 adalah dua sampel komparatif yang berkorelasi yaitu penduduk yang tinggal dan beraktivitas di sekitar kawasan areal konsesi PT. SBK, dengan komparasi sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII, dan b tingkat pengakuan adat dari responden atau masyarakat menggunakan 6 enam paramater yang diperoleh dari jawaban responden skala penilaian ordinal skala nilai 1- 3. Tabel 31. Skala penilaian paramater pengakuan adat responden sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII No Parameter Tingkat Pengakuan Adat Responden Skala Nilai 1 Klaim Terhadap Tanaman Meranti Sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = Tidak ada klaim 2 = sedikit klaim kurang dari 1 unit lahan 1 = Banyak klaim 1 unit lahan 2 Jenis perjanjian yang disepakati antara masyarakat hukum adat dengan PT. SBK terhadap tegakan meranti, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = Ada perjanjian dan ditaati 2 = Ada perjanjian tetapi tidak ditaati 1 = tidak ada perjanjian 3 Keterlibatan dalam proses pembuatan perjanjian hukum adat terhadap tegakan meranti, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = terlibat langsung 2 = kurang dilibatkan 1 = tidak dilibatkan 4 Pengetahuan batas kawasan tegakan meranti yang dikelola PT SBK, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = Tahu 2 = kurang tahu 1 = tidak tahu 5 Kegiatan perladangan dalam kawasan yang dikelola PT SBK , sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = Tidak ada 2 = Sedikit kurang dari 1 ha 1 = Banyak lebih dari 1 ha 6 Kegiatan pengambilan atau penebangan kayu dalam kawasan yang dikelola PT SBK , sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = Tidak ada 2 = Jarang 1 kalitahun 1 = Sering lebih dari 1 kalitahun Penggunaan Uji Wilcoxon Matched Pairs untuk mengetahui tingkat perbedaan atau perubahan persepsi pengakuan adat masyarakat, baik sebelum maupun setelah pelaksanaan sistem TPTII di areal kawasan PT SBK, diperlukan tahapan prosedur uji statitik Sugiyono, 2007 dan Hasan, 2006.

7.2.5.2. Penyerapan tenaga kerja

Penilaian manfaat penyerapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana untuk melihat hubungan luas areal penanaman TPTI intensif X terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja lokal Y dalam 7 tujuh tahun terakhir yaitu periode 2000 - 2006. Data luas areal penanaman meranti dan jumlah penyerapan tenaga kerja lokal diperoleh dari 142 PT. SBK data sekunder. Fungsi persamaannya diuraikan sebagai berikut modifikasi Sugiyono, 2007 dan Hasan, 2008: Y = a + b X Dimana: Y = jumlah penyerapan tenaga kerja varibel dependen a = nilai Y jika X = 0 konstanta b = koefisien regresi yang menunjukan peningkatan atau penurunan variable dependen yang didasarkan pada varibel independen X = luas areal tanam TPTII variable independen

7.2.5.3. Kepastian usaha

Untuk mengetahui derajat kepastian usaha bagi HPH PT. SBK dalam menyelenggarakan penanaman meranti dengan sistem TPTII, maupun kepastian usaha menurut persepsi responden terhadap tanaman meranti yang tidak di tanaman sebelum TPTII, akan didekati dari 7 tujuh parameterdengan menggunakan skala penilaian 1 – 3. Tabel 32. Skala penilaian paramater kepastian usaha, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII No Parameter Tingkat Kepastian Usaha Menurut Responden Skala Nilai 1 Konflik terhadap kawasan hutan, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII dengan tanaman meranti 3 = Tidak ada konflik 2 = sedikit konflik 1 kali tahun 1 = Banyak konflik 1 kalitahun 2 Keamanan kawasan hutan dari perambahan perladangan dan kebakaran, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = tidak pernah merambah 2 = jarang perambahan dan kebakaran hutan 1 kali tahun 1 = sering perambahan dan kebakaran hutan 1 kali tahun 3 Letak kawasan pemukiman atau perladangan responden atau masyarakat, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = Jauh 5 km 2 = sedang 1- 5 km 1 = dekat 1 km 4 Aksesibilitas responden atau masyarakat terhadap kawasan hutan yang dikelola PT SBK, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = rendah 2 = sedang 1 = tinggi 5 Tanggungjawab sosial perusahaan terhadap responden dan masyarakat sekitar kawasan hutan yang dikelola PT SBK , sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = tinggi 2 = sedang 1 = rendah atau tidak ada 6 Kebijakan pemerintah menurut persepsi repsonden yang mendukung bagi pengusaha dalam pengelolaan kawasan hutan, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = mendukung 2 = kurang mendukung 1 = Tidak mendukung 7 Kepastian usaha masyarakat menurut persepsi repsonden, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII 3 = Tinggi 2 = Sedang 1 = Rendah 143 Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui derajat kepastian usaha bagi dari pengusaha, sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII yaitu menggunakan Uji Wilcoxon Matched Pairs. Tahapan prosedur uji statitiknya dimulai dengan formulasi hipotesis, menentukan taraf kepercayaan, menentukan kriteria pengujian, menentukan nilai uji statistik dan membuat kesimpulan Sugiyono, 2007 dan Hasan, 2006.

7.2.5.4. Kebutuhan Hidup Minimal Masyarakat

Pengukuran kebutuhan hidup minimal bagi masyarakat menggunakan parameter: a tingkat pendapatan dan biaya hidup yang diperlukan saat ini dan yang akan datang, b ketersediaan lahan usahatani ladang atau tani menetap saat ini dan proyeksi 50 tahun, c jumlah penduduk saat ini dan proyeksi jumlah 50 tahun ke depan. Pengukuran pendapatan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut Gittinger, 1986: π =   Cij Rij dimana: π = total pendapatan masyarakat Rpbulan atau Rptahun Rij = penerimaan responden ke i dari setiap unit usaha j Rpusahawaktu Cij = biaya usaha responden ke i dari setiap unit usaha j Rpusahawaktu i = responden j = jenis usaha atau mata pencaharian ladang, berburu, dagang dll Pengukuran kebutuhan biaya hidup atas dasar pengeluaran rumah tangga menggunakan pendepatan biaya hidup selama dalam satu bulan atau satu tahun, dengan persamaan sebagai berikut: C =  Cij Dimana: C = total biaya atau pengeluaran masyarakat dalam satu bulan atau tahun Rpbulan atau Rptahun 144 Cij = pengeluaran rumah tangga ke i menurut jenis pengeluaran dalam satu bulan atau satu tahun RpblnKK atau RpthnKK i = rumah tangga atau responden j = jenis biaya rumah tangga sandang, pangan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. 7.3. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.3.1. Karakteristik Sosial Masyarakat

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42