Keragaan Ekonomi Masyarakat HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Sosial Masyarakat

146 yang diakui oleh hukum negara, sehingga kadangkala posisi masyarakat lemah ketika diperhadapkan pada hukum positif negara, khususnya menyangkut land tenure. Lahan-lahan yang dikuasai untuk kegiatan perladangan tersebut memiliki jarak yang cukup dekat dengan tempat tinggal para responden. Jarak lahan dengan tempat tinggal rata-rata 1,3 km. Sebagian besar responden memiliki jarak lahan pertanian peladangan dari tempat tinggal kurang dari 1 km Lampiran 27. Letak lahan yang relatif cukup jauh memberikan implikasi bahwa tanah yang dapat dikelola disekitar pemukiman penduduk semakin terbatas karena pengaruh status lahan dan juga disebabkan oleh pertambahan penduduk dengan jenis pekerjaan yang sama perladangan berpindah, sehingga wilayah yang ada disekitar pemukiman sudah tidak cukup menampung kegiatan usaha masyarakat.

7.3.2. Keragaan Ekonomi Masyarakat

Pekerjaan masyarakat di tiga desa penelitian didominasi oleh petani sawah 31 dan peladangpekebun sebesar 23,8. Pekerjaan lainnya berkisar antara 5-10 yaitu buruh, pedagang, peternak, guru, tokoh agama dan sebagainya Lampiran 27. Melihat karakter masyarakat yang sebagian besar peladangtani sawah maka mereka sangat tergantung terhadap keberadaan hutan sebagai sumber lahan maupun penyedia air untuk pengusahaan pertanian mereka, baik semusim maupun tahunan. Selain itu, kegiatan pertanian tradisional merupakan kebiasaan yang sudah dikenal dengan baik dan dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan pangan dan atau pendapatan ekonomi keluarga. Masyarakat yang berada di sekitar areal HPH PT SBK Kalimantan Tengah, kegiatan perladangan berpindah biasanya dilakukan pada bulan Juli – Agustus. Pembukaan ladang tersebut menggunakan sistem tebas bakar, yaitu setelah luasan tertentu ditebas, kemudian dilakukan penebangan terhadap pohon, selanjutnya dilakukan pembakaran. Setelah pembakaran selesai dan 147 hujan mulai turun, maka dimulai pembuatan lubang tanam tugal yang dilanjutkan dengan penanaman. Pola pertanian dengan sistem perladangan berpindah ini dapat menyebabkan keterbukaan tajuk hingga 100. Rekapitulasi data luas perladangan masyarakat binaan PT SBK Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 34. Tabel 34. Rekapitulasi Data Perladangan Masyarakat Binaan di Kalimantan Tengah Tahun 2006 No Nama Desa Jumlah KK Lokasi Ladang Total Rata-rata LOA ha Virgin Forest ha ha KK ha 1 Riam Batang 42 40,9 9,6 50,5 1,2 2 Tumbang Teberau 25 28,9 4,2 33,1 1,3 3 Tanjung Paku 65 40 40,2 0,6 4 Tumbang Kajamei 76 59,6 15,6 75,2 1,0 5 Tumbang Karuei 52 9,7 49,2 58,9 1,1 6 Tanjung Batik 21 7,8 11,2 19,0 0,9 7 Tumbang Kaburai 43 1,4 27,5 28,9 0,7 8 Tumbang Karuei 72 23 4,0 8,2 12,2 0,5 9 Kiham Batang 45 1,8 30,6 32,4 0,7 10 Rangan Rawit 27 15,1 10,9 26,0 1,0 Total 419 209,56 166,92 376,48 0,9 Sumber : Laporan Perkembangan Perladangan di Areal PT. SBK Tahun 2006 Pemanfaatan lahan untuk budidaya khususnya tanaman pertanian telah memberikan hasil produksi yang beragam. Rata-rata produksi tanaman padi adalah 1.416 kghatahun dengan produksi tertinggi 1.500 kghatahun Gambar 39. Hasil produksi yang diperoleh oleh masyarakat masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi yang seharusnya untuk tanaman padi ladang yaitu 2 tonhathn. Rendahnya produksi ini selain disebabkan karena faktor pemeliharaan yang kurang, juga disebabkan karena kondisi lahan yang digunakan merupakan bekas areal HPH yang sudah tidak produktif dan atau bekas perladangan dengan masa rotasi lahan yang pendek sehingga produksi menurun dan semakin berkurang. Sebagian besar responden memiliki pendapatan dari kegiatan berladang sebesar Rp 1 jutahatahun di mana rata-rata pendapatan adalah Rp 1,85 jutahatahun Gambar 40. Lahan-lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya pertanian sebagian besar responden melakukan kegiatan pembukaan 148 Rata-rata Produksi 4000.0 3500.0 3000.0 2500.0 2000.0 1500.0 1000.0 500.0 0.0 Rata-rata Produksi F re q u e n c y 16 14 12 10 8 6 4 2 Std. Dev = 889.44 Mean = 1416.8 N = 39.00 Rata-rata Pendapatan 8000000.0 7000000.0 6000000.0 5000000.0 4000000.0 3000000.0 2000000.0 1000000.0 0.0 Rata-rata Pendapatan F re q u e n c y 20 10 Std. Dev = 1514231 Mean = 1855414.6 N = 41.00 lahan sebanyak 1 kalitahun. Dengan tingkat pendapatan Rp 1,85 jutahathn, dan asumsi satu KK memiliki areal 2,1 haKK maka jumlah pendapatan ladang sebesar Rp. 3,896,369 tahunKK atau Rp. 324.697 bulanKK. Sehingga dengan jumlah anggota keluarga 5 orang akan diperoleh pendapatan rata-rata Rp. 64.940 per kapitabulan. Nilai pendapatan perkapita masyarakat lebih rendah jika dibanding dengan standar kemiskin yang digunakan oleh Bank Dunia yaitu sebesar 1 USkapitahari atau setara dengan ± Rp. 300.000kapitabulan. Sumber: Lampiran 27 diolah Gambar 39. Rata-rata produksi petani Gambar 40. Rata-rata pendapatan responden RpthKK Beberapa faktor yang mendorong terjadinya pembukaan lahan adalah sebagai berikut : 1 Pembukaan lahan yang dilakukan oleh responden tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kebutuhan 78,6 dan sisanya 21,4 bukan karena faktor kebutuhan, 2. Pembukaan ladang karena faktor income mendominasi sebagian besar responden, yaitu 97,6, 3 Pembukaan ladang karena merupakan lahan adat terdapat pada 47,6, sebagian lebih disebabkan bukan karena lahan adat 52,4, 4 Aksesibilitas menuju lokasi perladangan memberi pengaruh terbesar sebagai salah satu faktor terjadinya pembukaan lahan, hal ini dinyatakan oleh 71,4 responden, 5 faktor pembukaan lahan karena kebiasaan 59,5 bukan karena kebiasaan 40,5, 6 Untuk lahan- lahan yang statusnya tidak jelas, 85,7 responden menyatakan sebagai salah satu faktor untuk melakukan pembukaan lahan. Hasil penelitian ini sejalan 149 dengan Murdiyarso dan Skutsch 2006 yang menjelaskan bahwa penuduk loka sekitar hutan menyadari adanya dampak negatif dari pembukaan lahan yang disebabkan oleh dua faktor yaitu keinginan untuk memperoleh pendapatan dan sifatnya sumberdaya hutan yang open acces sehingga semua orang merasa memiliki dan berhak untuk menggunakannya.

7.3.3. Pengakuan Adat

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42