Skema Perdagangan Karbon TINJAUAN PUSTAKA

13

2.3. Skema Perdagangan Karbon

Perhatian dunia internasional terhadap iklim bumi baru mengemuka pada dekade terakhir ketika suhu bumi dirasakan meningkat secara nyata Omasa et al. 1996. Perubahan iklim global dianggap sebagai induk dari semua masalah di dunia Griffin 2003. Siklus karbon global sangat dipengaruhi oleh perubahan penggunaan dan pengelolaan hutan dan pertanian. Manusia memiliki potensi dalam perubahan pemanfaatan lahan dan manajemen untuk mengubah besarnya stok karbon hutan Brown et al, 2002. Tabel 1. Tata Waktu Kegiatan TPTI Intensif NO. UR UT -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 P e na ta a n Are a l Ke rja P AK Lua s 2 R is a la h Huta n a . Lua s Ha b. J um la h P o ho n 1. Dia m e te r 20 - 39 c m 2. Dia m e te r 40 c m Up c . Vo lum e Ka yu B ula t D 40 c m Up m 3 1. Tinggi ra ta -rata m 2. Dia m e te r ra ta -ra ta c m 3. Ta ks ira n Vo lHa m 3 Ha 3 P e m buka a n Wila ya h Huta n P WH a . P e m bua ta n Tra s e J a la n b. P e m bua ta n J a la n c . P e nge ra s a n J a la n 4 P e ne ba nga n a . Lua s Ha b. J um la h P o ho n Dia m e te r 40 c m Up c . Vo lum e Ka yu B ula t m 3 5 P e nga da a n bibit a . As a l B ibit b. J e nis B ibit c . J um la h B ibit 6 P e nyia pa n La ha n P e na na m a n a . Lua s Ha b. J um la h J a lur c . P a nja ng J a lur d. J um la h Ta na m a n e . J um la h Ana ka n Ala m da la m J a lur 7 P e m e liha ra a n a . Lua s Ha b. P e m be rs iha n J a lur c . P e nyula m a n B tg d. P e m be ba s a n C a ba ng P running e . P e nja ra nga n P hn f. P e na nggula nga n Ha m a P e nya kit g. P e na nggula nga n Ke ba ka ra n Huta n h. La in-la in i. S is a Te ga ka n P o ho n 8 P e ngukura n Ta na m a n a . Tinggi R a ta -ra ta b. Dia m e te r R a ta -ra ta KEGIATAN TAHUN P ELAKS ANAAN KETER ANGAN 14 Pada KTT Bumi Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992, para pemimpin negara di dunia menyepakati beberapa komitmen, salah satunya menekan laju pemanasan global dan perubahan iklim melalui konvensi PBB untuk perubahan iklim United Nation Framework Confention on Climate Change – UNFCCC. Komitmen ini menunjukkan bahwa dunia internasional mulai menyadari perlunya upaya menyelesaikan masalah dunia secara bersama. Pertemuan UNFCCC pada COP III Desember 1997 di Kyoto, Jepang menghasilkan Protokol Kyoto yang mewajibkan negara-negara Annex I secara hukum mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 5.25 dari tingkat emisi tahun 1990 selama periode komitmen I : 2008-2012 Wibisono 2005. Protokol Kyoto mengatur mekanisme yang terdiri dari : Joint Implementation, Clean Development Mechanism CDM dan Emission Trading. REDD sebagai mekanisme baru muncul dalam agenda UNFCCC pada COP XIII di Bali. Dalam pelaksanaannya, kegiatan Aforestasi dan Reforestasi AR CDM sangat sedikit memiliki peluang untuk diimplementasikan dalam proyek-proyek di sektor kehutanan. Volume perdagangan karbon dari kegiatan AR CDM hanya 0.002, dan sisanya dari kegiatan CDM energi IFCA 2007. Hal ini disebabkan oleh kompleksnya aturan dan prosedur perhitungan kredit penurunan emisi, dan sifat kredit yang dihasilkan tidak permanen seperti halnya kredit penurunan emisi dari proyek energi. COP XIII di Bali tanggal 3-14 Desember 2007 menghasilkan Bali Road Map yang berisi kesepakatan tentang : 1 Dana adaptasi, 2 Transfer teknologi, 3 REDD, dan 4 kelangsungan paska Protokol Kyoto. REDD menjadi salah satu agenda penting negosiasi dengan 4 empat isu utama yang meliputi : 1 metode penentuan emisi, referensi dan pemantauan yang diperlukan sebagai dasar untuk menentukan berapa besar penurunan emisi yang berhasil dicapai dari upaya mencegah konversi dan kerusakan hutan, 2 panjang periode waktu yang digunakan untuk menentukan emisi referensi, 3 basis perhitungan penurunan emisi apakah berdasarkan tingkat proyek atau wilayah negara atau sub-wilayah dan 4 mekanisme pendanaannya. Menurut Herold dan Johns, 2007 bahwa Sebuah kerangka pemantauan REDD dengan satu set ciri umum lokasi minimal 15 akan memberikan titik awal bagi pelaku untuk terlibat dalam kegiatan pelaksanaan dan untuk mendukung tindakan awal REDD dan mekanisme kesiapan monitoring untuk membangun sistem nasional REDD. REDD merupakan sebuah skema pengurangan emisi melalui penghindaran atau penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan. REDD tidak secara total langsung menghentikan aktivitas pemanfaatan hutan maupun rencana konversi hutan untuk penggunaan ekonomi lainnya. Kredit REDD diperoleh dari hasil simpanan emisi carbón yang mampu ditahan, dan dinamakan sebagai baseline. Baseline merepresentasikan laja emisi dari masa lalu dan proyeksinya ke masa yang akan datang sesuai dengan arah pengembangan strategis nasional. REDD merepresentasikan suatu cara untuk memperoleh nilai baru dari sumber daya alam karbon yang dapat dikelola dengan mengubah keputusan strategis, sehingga nilai karbon tersimpan dapat lebih tinggi daripada arah strategi yang semula ditetapkan Ministry of Forestry 2008. Bagaimanapun, dorongan internasional untuk lebih mengembangkan skema-skema terus tumbuh. Bank Dunia mengusulkan proyek-proyek percontohan di Papua New Guinea, Costa Rica, Indonesia, Brazil dan Kongo untuk membatasi emisi karbon dari deforestasi hingga tahun 2009 atau 2010. Sebagai imbalannya negara-negara tersebut mendapat dana investasi senilai US 250 juta CIFOR 2007. Konsentrasi gas rumah kaca GRK di atmosfer dari waktu ke waktu terus meningkat. Dalam periode 1850 sampai 1998, diperkirakan 270 +30 Gt karbon telah dilepaskan ke atmosphere. Sekitar 40 dari karbon yang dilepaskan ini berasal dari aktifitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan industri 67 dan pembukaan hutan atau konversi lahan 33, sedangkan yang 60 berasal dari proses alami yang kemudian diserap kembali oleh laut dan ekosistem bumi. Oleh karena itu, bila tidak ada upaya untuk menekan emisi gas rumah kaca ini, maka diperkirakan dalam waktu 100 tahun tahun 2100, konsentrasi gas rumah kaca, khususnya CO 2 akan mencapai dua kali lipat dari konsentrasi saat ini. Peningkatan sebesar ini diperkirakan akan menyebabkan 16 terjadinya peningkatan suhu global antara 1 o C to 4.5 o C dan tinggi muka air laut sebesar 60 cm Boer, 2001. Indonesia berperan aktif dalam menangani masalah efek rumah kaca, salah satunya adalah m elalui UU No. 172004, untuk meratifikasi Protokol Kyoto PK dan juga telah membentuk Komnas Mekanisme Pembangunan Bersih MPB. PK sendiri sudah berjalan dan berlaku efektif . Dengan berlakunya PK, maka Indonesia dapat berpartisipasi melalui MPB, termasuk melalui sektor kehutanan dengan proyek penyerapan karbon carbon sequestration. Jenis proyek kehutanan yang diperkirakan dapat dijadikan AR-CDM diantaranya reforestasi, HTI, agroforestri, hutan kemasyarakatan Social Forestry, MPTS dan penghijauan. Potensi mitigasi emisi dari kegiatan ini berkisar antara 53 sampai 306 ton Cha Boer, 2004. Kegiatan penurunan emisi yang bisa memberikan benefit bagi Indonesia saat ini adalah skema REDD. Menurut Adhikari, 2009, Pasar karbon global ke depan akan semakin besar baik dari segi volume maupun cakupan kegiatan terutama melalui masuknya REDD dalam skema perubahan iklim internasional. Di antara negara-negara yang kaya hutan, Indonesia salah satu negara yang serius mengejar agenda REDD selama 5 tahun terakhir dengan tujuan mengembangkan strategi REDD nasional melalui beberapa kegiatan demonstration activity yang signifikan sampai tahun 2012. Hal ini tidak hanya menyiapkan Indonesia untuk menerima pembayaran yang besar REDD tetapi juga akan peluang untuk pengembangan metodologi dan komitmen politik untuk studi REDD yang akhirnya memicu pasar karbon REDD pada skala global. Menurut statistik, Indonesia sendiri bisa mendapatkan US 15 miliar jika tingkat deforestasi saat ini dapat dikurangi. Pertanyaan yang relevan, apakah REDD sesuatu aktivitas yang mudah untuk dicapai ? Jika ya, berapa biaya untuk meningkatkan luas tutupan hutan dan kerapatan tanaman yang sekaligus untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang. Mengingat kompleksitas masalah adaptasi dan ketidakpastian yang tinggi terkait metodologi, maka sulit diperkirakan berapa biaya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan REDD Pokharel, 2009. 17

2.4. Model Penilaian Ekonomi Manfaat Kandungan Karbon Tegakan Hutan

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42