149
dengan Murdiyarso dan Skutsch 2006 yang menjelaskan bahwa penuduk loka sekitar hutan menyadari adanya dampak negatif dari pembukaan lahan yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu keinginan untuk memperoleh pendapatan dan sifatnya sumberdaya hutan yang open acces sehingga semua orang merasa
memiliki dan berhak untuk menggunakannya.
7.3.3. Pengakuan Adat
Hasil analisis dari enam faktor yang dapat berpengaruh terhadap adanya pengakuan adat, terdapat lima faktor nyata berpengaruh nyata setelah
pelaksanaan TPTII jika dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan TPTII, yaitu klaim masyarakat, jumlah perjanjian, keterlibatan masyarakat dalam
TPTII, kejelasan batas kawasan, dan pengambilan kayu oleh masyarakat. Sedang kegiatan perladangan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik
sebelum maupun setelah pelaksanaan TPTII. Tabel 35. Uji Wilcoxon masing-masing faktor yang berpengaruh dalam
menentukan besaran pengakuan adat
Klaim masyarakat
sesudah TPTII - Klaim
masyarakat sebelum TPTII
Jenis Perjanjian
Sesudah TPTII - Jenis
Perjanjian sebelum
TPTII Keterlibatan
Sesudah TPTII -
Keterlibatan Sebelum
TPTII Batas
Kawasan Sesudah
TPTII - Batas
Kawasan Sebelum
TPTII Perladangan
Sesudah TPTII -
Perladangan sebelum
TPTII Pengambilan
Kayu sesudah
TPTII - Pengambilan
Kayu sebelum
TPTII
Z -3.217
a
-4.016
a
-5.099
a
-5.353
a
-.707
a
-3.819
a
Asymp. Sig. 2- tailed
.001 .000
.000 .000
.480 .000
Signifikansi Sangat nyata
Sangat nyata Sangat nyata
Sangat nyata Tidak nyata
Sangat nyata
Sumber: Lampiran 27 diolah
a. Based on negative ranks. c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dari hasil analisis menunjukan terjadi penurunan yang signifikan mengenai klaim lahan adat masyarakat dan pengambilan kayu serta dilain
pihak terjadi peningkatan terhadap jumlah perjanjian, kejelasan batas kawasan dan keterlibatan masyarakat setelah pelaksanaan TPTII. Artinya bahwa
150
pelaksanaan TPTII semakin memperjelas hak dan kewajiban antara masyarakat dan HPH. Menurut persepsi masyarakat, pada areal yang telah ditanam oleh
pihak lain, tidak akan dilakukan gangguan terhadap areal tersebut, hal ini merupakan wujud saling menghargai dan mengakui aktivitas atau pekerjaan
orang lain. Pengambilan kayu umumnya dilakukan pada areal yang belum dilakukan penanaman penerapan TPTII.
Klaim masyarakat terhadap HPH telah menunjukkan perbedaan nyata antara sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII z = -3.217, p = 0,001. Hal ini
memperlihatkan bahwa masyarakat sangat peduli dengan hak-haknya terhadap sumberdaya hutan di wilayah adat mereka dan telah diadaptasi oleh perusahaan
sehingga klaim masyarakat semakin menurun. Hal ini dipertegas oleh. Saunders, et.al 2002, bahwa masyarakat adat yang memiliki hak-hak
individual dapat dialokasikan menjadi hak-hak komunal sesuai dengan aturan adat setempat, apabila ada keterlibatan masyarakat hukum adat dalam
pengelolaan sumberdaya hutan. Jenis perjanjian antara masyarakat dan HPH berbeda nyata sebelum dan
setelah pelaksanaan TPTII z = -4.016, p = 0,000. Berarti bahwa jenis perjanjian semakin meningkat setelah pelaksanaan TPTII berdasarkan rangkin
negative. Hal ini sejalan dengan upaya HPH untuk mengurangi konflik, sehingga dibutuhkan jenis perjanjian yang lebih baik terhadap keamanan
kawasan dan tanaman TPTII. Upaya mengurangi konflik dengan bekerjasam dengan masyarakat dijelaskan pula oleh De Soto 2000 dalam Saunders, et.al
2002 yang merekomendasikan perlunya praktek pelibatan masyarakat adat setempat dalam pengelolaan hutan, sehingga tidak diliaht sebagai masalah
tetapai sebagai solusi dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan TPTII baik sebagai tenaga
kerja harian maupun bulanan dan tenaga tetap, berbeda nyata sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII. Hasil analisis uji wilcoxon berdasarkan rangking
negative menunjukan bahwa keterlibatan masyarakat semakin meningkat setelah TPTII dengan nilai z = -5.009 dan p = 0,000.
151
Pengetahuan masyarakat terhadap batas kawasan juga menunjukkan perbedaan yang nyata antara sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII z = -
5,353, p = 0,000. Artinya keberadaan TPTII semakin meningkatkan tanda batas kawasan terkait dengan upaya pemeliharaan dan pengamanan tanaman
TPTII. Intensitas kegiatan perladangan masyarakat setelah pelaksanaan TPTII
berkurang namun tidak nyata hal ini ditunjukan dengan nilai z = -0,707 dan p = 0,48 berdasarkan rangking negative. Karena usahatani ladang adalah salah
satu usaha yang sudah lama dikenal masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga.
Pengambilan kayu oleh masyarakat setelah pelaksanaan TPTII juga menunjukkan perbedaan yang nyata z = -3,819, p = 0,000. Artinya bahwa
terjadinya penurunan pengambilan kayu oleh masyarakat setelah pelaksanaan TPTII jika dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan TPTII.
7.3.4. Penyerapan Tenaga Kerja