Tingkat Pendapatan Masyarakat Kepastian Usaha

152 Penggunaan tenaga kerja pembinaan hutan bulanan dan harian dalam tujuh tahun terakhir yaitu rata-rata 772 orangtahun dengan sebaran 483 orang sampai 1.119 orang tenaga kerja pertahun, dengan rata-rata penambahan tenaga kerja pertahun 106 orang sesuai luas tanam. Hal ini mengindikasikan TPTII mempunyai peranan yang sangat penting dalam membuka lapangan kerja dan menyerap angkatan kerja yang berada dipedesaan. Penyerapan tenaga kerja lokal dalam kegiatan TPTII, merupakan salah satu bentuk kontribusi dari pengelolaan hutan, yang oleh Winjum and Lewis 1993 dikategorikan sebagai kontibusi tidak langsung indirect contribution dari produksi dan jasa kawasan hutan, selain kontirbusi dalam bentuk pengembangan infrastuktur sosial masyarakat di kawasan sekitar hutan. - 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 P ro d u k ti v it a s T e n a g a K e rja h a o ra n g Sumber: Lampiran 26 Gambar 41. Produktivitas Tenaga Kerja Pembinaan Hutan Menurut Tahun dan Luas Tanam di HPH PT SBK.

7.3.5. Tingkat Pendapatan Masyarakat

Pembahasan tingkat pendapatan masyarakat sebelum dan setelah pelaksanaan TPTII dengan menggunakan uji wilcoxon bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan pendapatan antara sebelum dan sesudah adanya TPTII Lampiran 27. Hasil uji kedua parameter ini disajikan pada Tabel 36. 153 Tabel 37. Uji wilcoxon Tingkat Pendapatan Masyarakat serta kepastian usaha setelah adanya TPTII Tingkat Pendapatan sesudah TPTII - Tingkat Pendapatan sebelum TPTII Z -5.512 a Asymp. Sig. 2-tailed .000 Signifikansi Sangat nyata Sumber: Lampiran 27 diolah a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test Tingkat pendapatan masyarakat meningkat secara signifikan sangat nyata dengan nilai sebaran z sebesar - 5,512 dimana nilai z ini berbasiskan rangking negatif nilai z hitung z table. Rata-rata pendapatan total pertahun responden dari kegiatan pertanian, perladangan, kebun, dll yaitu sebesar Rp.7.368.230tahunKK atau Rp.614.020bulanKK atau Rp.122.800kapita bulan meningkat 43, jika dibandingkan dengan tingkat pendapatan sebelum TPTII rata-rata sebesar Rp. 4.214.088tahun Rp. 351.175bulanKK atau Rp. 70.235kapitabulan. Artinya keberadaan kegiatan TPTII dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara nyata Gambar 42. Namun masih lebih rendah dibanding Upah Minimum Regional di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2007 Rp. 665.973bulan. 5 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 4 7 1 0 1 3 1 6 1 9 22 2 5 2 8 3 1 34 3 7 4 0 P e n d a p a ta n R p th Ju m lah r e sp o n d e n n = 4 2 P e n d ap atan sb lm TP TII R p th P e n d ap atan stlh TP TII R p th Sumber: Lampiran 27 diolah Gambar 42. Rata-rata pendapatan responden sebelum dan setelah adanya TPTII Rptahun 154

7.3.6. Kepastian Usaha

Pengujian kepastian usaha dilihat dari konflik, keamanan, letak ladangpemukiman, aksesibilitas, tanggungjawab sosial, kebijakan pemerintah dan kepastian usaha masyarakat Lampiran 27. Faktor yang tidak nyata hanya kebijakan pemerintah. Hasil analisis menunjukan TPTII cenderung memberikan kepastian usaha bagi pengusaha, dengan indikator konflik akan lahan semakin berkurang, keamanan meningkat jumlah perambah menurun, semakin sedikit lahan hutan yang menjadi ladang, tanggung jawab sosial meningkat dan kepastian berusaha bagi masyarakat menjadi semakin meningkat Tabel 38. Tabel 38. Uji Wilcoxon masing-masing faktor yang berpengaruh dalam menentukan Kepastian Usaha dari Kegiatan Silvikultur TPTII Konflik sesudah SILIN - Konflik sebelum SILIN Keamanan sesudah SILIN - Keamanan sebelum SILIN Letak Mukimlada ng sesudah SILIN - Letak Mukimlada ng sebelum SILIN Aksesibili tas Sesudah SILIN - Aksesibili tas Sebelum SILIN Tanggungja wab Sosial Sesudah SILIN - Tanggungja wab Sosial Sebelum SILIN Kebijakan Pemerintah Sesudah SILIN - Kebijakan Pemerintah Sebelum SILIN Kepastian Usaha Masyarakat Sesudah SILIN - Kepastian Usaha Masyarakat Sebelum SILIN Z -2.961 a -3.407 a -3.216 a -2.952 b -2.814 a -1.342 a -3.366 a Asymp. Sig. 2-tailed .003 .001 .001 .003 .005 .180 .001 Signifikansi Sangat nyata Sangat nyata Sangat nyata Sangat nyata Sangat nyata Tidak nyata Sangat nyata a. Based on negative ranks. b. Based on positive ranks. c. Wilcoxon Signed Ranks Test Sumber: Lampiran 27 diolah Analisis terhadap kepastian usaha sebelum dan setelah adanya TPTII hasilnya berpengaruh nyata, dilihat dari nilai Z pada kepastian usaha masyarakat bernilai – 3,37 dan p = 0,001. Persepsi ini erat kaitannya dengan budaya pada masyarakat lokal, bahwa jika ada individu atau lembaga yang melakukan pembukaan wilayah hutan yang diikuti dengan kegiatan penanaman maka individu atau lembaga tersebut akan diakui oleh masyarakat secara 155 Makanan 57 Non Makanan 43 umum sebagai pemilik lahan. Hal ini ditunjukan oleh meningkatnya persepsi masyarakat dari 18,60 menjadi 53,49 terhadap kepastian usaha setelah adanya TPTII. Hal ini memberikan dampak lanjutan pada semakin jelasnya kepastian usaha bagi masyarakat terhadap daerah yang boleh atau tidak boleh dimanfaatkan oleh masyarakat pada kawasan hutan. Kepastian kawasan ini merupakan bagian dari adaptasi dalam menerapkan aturan dalam pengelolaan sumberdaya hutan sehingga dapat terjadinya tragedi pemanfaatan oleh komunal yang tidak terkontol dan berujung terjadinya open access Murdiyarso and Skutsch, 2006.

7.3.7. Kebutuhan Hidup Minimum

Dokumen yang terkait

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 60 209

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

Deforestation And Forest Degradation In Lombok Island, Indonesia: Causes And Consequences

0 2 95

IMPLEMENTASI PERATURAN HUKUM TENTANG REDUCNG EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD) DI INDONESIA

0 3 87

REDD+ and the Agricultural Drives of Deforestation Keyfindings from Three Studies in Brazil, Ghana and Indonesia

0 0 27

Methodology Design Document for Reducing Emissions from Deforestation and Degradation of Undrained Peat Swamp Forests in Central Kalimantan, Indonesia

0 0 286

Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+)

0 0 42