30
Mereka masih teguh dengan adat istiadat tradisional, karena masih menganggapnya sebagai warisan orangtua atau para pendahulunya. Adat
istiadat atau kebiasaan tradisional positif yang masih mereka pegang teguh adalah budaya gotong royong dan kebersamaan. Sedangkan adat istiadat atau
kebiasaan tradisional negaif yang juga masih menjadi budaya mereka, seperti hidup berpindah-pindah, berpesta secara berlebihan, cepat puas jika
mendapatkan sesuatu, dan kurang terbiasa menyimpan materiuang yang didapat.
b. Agama dan Kepercayaan
Komposisi pemeluk agama atau kepercayaan pada masyarakat sekitar areal PT. SBK yang berjumlah 4.628 jiwa yaitu beragama Katolik 52,29
2.420 jiwa, Hindu Kaharingan 26,49 1.226 jiwa, Protestan 18,17 841 jiwa, Islam 2,87 133 jiwa, dan penganut kepercayaan 0,17 8 jiwa.
Berdasarkan struktur penduduk menurut agama dan kepercayaan diketahui bahwa pemeluk agama Hindu Kaharingan dianut oleh penduduk desa-desa
binaan di Kalimantan Tengah. Sedang untuk agama Katholik, Protestan, dan Islam tersebar di seluruh desa Binaan.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat sekitar areal Unit Manajemen umumnya masih rendah. Prosentase pendidikan tertinggi adalah tamatan
Sekolah Dasar 21,59 dan yang terkecil adalah tidak tamat Perguruan Tinggi atau Akademi 0,09. Distribusi tingkat pendidikan penduduk dirinci sebagai
berikut: jumlah anak belum sekolah 18,30, penduduk yang tidak sekolah 11,52, penduduk yang sekolah TK 0,35, penduduk yang sekolah di SD
16,27, tidak tamat SD 13,01, tingkat SMP 3,26, tidak tamat SMP 2,94, tamat SMP 5,23, tingkat SMA 1,17, tidak tamat SMA
0,54, tamat SMA 4,28, tamat Perguruan Tinggi atau Akademi 0,93.
IV. ANALISIS CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN PRODUKSI
4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang
Pengelolaan hutan dengan sistem TPTII bertujuan agar pada akhir daur akan mendapatkan potensi tanaman yang tinggi tanpa mengurangi keunggulan
dari sistem silvikultur TPTI. Pada sistem ini standing stock dari siklus penebangan ke siklus penebangan berikutnya harus selalu meningkat baik
produktivitas maupun kualitas produknya. TPTII hanya menggunakan ruang sebesar 25 sedangkan ruang sisanya 75 masih disisakan untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati, dengan demikian diharapkan fungsi hutan akan menjadi lebih baik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan menanam jenis-jenis Shorea leprosula 3,75 cm, Shorea parvifolia 3,68 cm, Shorea platyclados 3,54 cm, dan Shorea johorensis 3,27 cm
yang memiliki riap diameter yang sangat tinggi. Untuk mengetahui tingkat keunggulan sistem TPTII ini secara ekologi
perlu diperhatikan beberapa aspek, yaitu 1 potensi pertumbuhan tanaman meranti yang ditanam, 2 struktur ekosistem yang dilihat dari struktur vertikal
dan struktur horisontal, 3 tingkat keanekeragaman hayati, dan 4 potensi biomassa tanaman dalam suatu ekosistem, dan 5 potensi karbon yang terdapat
dalam tanaman dan ekosistem yang diperlukan untuk kegiatan perdagangan karbon.
Untuk itu perlu mengkaji keunggulan potensi pertumbuhan tanaman pada areal hutan sistem TPTII dengan memperhatikan bagaimana riap tanaman
dari tanaman meranti baik riap tinggi maupun riap diameter, dan bagaimana perubahan dinamika dari pertumbuhan tanaman meranti pada jalur tanam.
Pendugaan potensi karbon hutan dari sistem silvikultur TPTII ini dibangun dengan memperhatikan beberapa apek, yaitu : potensi biomassa tanaman baik