Simpulan Integrasi Etnobiologi Masyarakat Kerinci Dalam Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh pengelolaan suatu spesies tumbuhan terhadap satuan lingkungannya. Sementara Martin 1998 menyebutkan ada 4 kegiatan utama dalam kajian etnobotani yaitu 1 Pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2 Penilaian yang bersifat kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber- sumber botani; 3 Penilaian keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial dan 4 Proyek yang bermanfaat dan dapat memaksimumkan nilai yang diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan dan sumber-sumber ekologi. Studi etnobotani diperlukan untuk memahami dan mengetahui interaksi yang terjadi antara manusia dengan sumber daya tumbuhan Martin 1995; Cotton 1996. Karena etnobotani dapat 1 Menjelaskan keadaan kebudayaan suatu bangsa yang memanfaatkan tumbuh-tumbuhan; 2 Membuktikan penyebaran tumbuh-tumbuhan pada masa lalu; 3 Membuktikan jalur perdagangan dan 4 Berguna dalam menerangkan nilai yang didapat dari pemanfaatan tumbuhan liar yang diambil dari alam Aththorick 2012. Pengetahuan etnobotani yang dimiliki oleh suatu masyarakat dapat menjadi indikator keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Tingkat pengetahuan etnobotani yang rendah pada generasi muda berpengaruh nyata terhadap pengelolaan sumber daya alamnya. Pada masyarakat yang tingkat pengetahuan etnobotaninya rendah, pengelolaan sumber daya alamnya juga menunjukkan tingkat keberhasilan yang rendah Pei et al. 2009. Tingkat pengetahuan etnobotani ini berbeda pada satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, budaya dan perubahan ekosistem setempat. Beberapa hasil kajian telah menunjukan indikator tersebut antara lain pada masyarakat lokal di Provinsi Yunan Cina serta beberapa negara Asia Tenggara dan Himalaya Pei et al. 2009, masyarakat suku Dayak Benuaq Hendra 2009, masyarakat Dayak Meratus Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kartikawati 2004 dan masyarakat Dayak di Kabupaten Malinau Kalimantan Timur Purwanto 2011. Namun pengetahuan etnobotani dan praktik lokal terkait pengelolaan sumber daya tumbuhan dengan cepat menghilang. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain perluasan globalisasi, pengembangan infrastruktur, pertanian, pariwisata, intervensi pembangunan pasar serta kebijakan dan peraturan pemerintah yang telah menyebabkan menurunnya minat kearifan tradisional, pengetahuan lokal dan gaya hidup pada generasi muda Parrota et al. 2009. Di Cina pengetahuan lokal masyarakat tentang tumbuhan obat dengan cepat menghilang seiring dengan semakin berkurangnya luas kawasan hutan Liu 2007. Sementara menurut Oliver 2013 terjadinya perpindahan masyarakat lokal ke tempat lain dapat menghilangkan pengetahuan pengobatan pada generasi mudanya. Di Indonesia, beberapa hasil kajian juga menunjukkan terjadinya penurunan pengetahuan lokal masyarakatnya. Hasil penelitian Suansa 2011 dan Hidayati 2013 pada masyarakat Baduy Provinsi Banten, menunjukkan telah terjadi penurunan tingkat pengetahuan lokal mereka terhadap tumbuhan. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan lokal semakin terkikis dan terjadi penurunan pewarisan pengetahuan kepada generasi muda. Salah satu masyarakat di Indonesia adalah suku Kerinci. Mereka adalah masyarakat tradisional yang terdapat di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Masyarakat Kerinci merupakan penduduk asli keturunan ras Melayu Tua atau Proto Melayu Zakaria et al. 2012. Sebagai masyarakat tradisional, suku Kerinci sudah melakukan interaksi erat dengan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Hal ini ditunjukan oleh adanya hubungan antara masyarakat Kerinci dengan hutan yang sudah terjalin sejak lama. Kesuburan tanah yang ada di lembah Kerinci menyebabkan nenek moyang masyarakat Kerinci mengembangkan peradaban mereka, terutama dalam budaya bertani dan mengelola sumber daya alam terutama tumbuhan. Pengelolaan sumber daya tumbuhan yang mereka lakukan telah terjadi dari generasi ke generasi. Masyarakat Kerinci telah mampu mengelompokan tumbuhan dengan sistem klasifikasi yang merupakan representasi simbolik dari lingkungan, yaitu tumbuhan panas dan tumbuhan dingin Aumeeruddy dan Bakels 1994. Terjadinya perubahan ekosistem, sistem sosial dan kebijakan penetapan hutan sebagai Taman Nasional Kerinci Seblat diduga telah mempengaruhi pengetahuan masyarakat Kerinci terhadap pengelolaan sumber daya tumbuhan. Hal ini mendasari dilakukannya penelitian etnobotani masyarakat Kerinci ini, sehingga yang menjadi tujuan penelitian adalah : 1. Mengungkapkan pengetahuan etnobotani masyarakat Kerinci meliputi identifikasi keanekaragaman tumbuhan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya tumbuhan, 2. Menganalisis Nilai Penting Budaya Tumbuhan Indeks of Cultural Significance untuk strategi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya tumbuhan tersebut, 3. Menganalisis nilai valuasi ekonomi spesies tumbuhan berguna bagi masyarakat Kerinci untuk strategi pengembangan tumbuhan tersebut, 4. Menganalisis tingkat perubahan pengetahuan dan retensi etnobotani masyarakat Kerinci sebagai indikator keberlanjutan pengelolaan sumber daya tumbuhan. 3.2 Metode 3.2.1 Lokasi Penelitian Untuk mendapatkan informasi jumlah spesies tumbuhan yang diketahui oleh masyarakat Kerinci dilakukan pada masyarakat di keempat lokasi penelitian, sedangkan untuk pengukuran tingkat pengetahuan etnobotani hanya dilakukan pada tiga lokasi yaitu Dusun Baru Lempur, Dusun Lama Tamiai dan Dusun Ulu Jernih. Hal ini dilakukan karena tidak terpenuhinya jumlah responden berdasarkan kelas umur di Dusun Keluru.

3.2.2 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah bersifat primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan lokasi penelitian yang dikumpulkan melalui pengamatan, pengambilan spesimen dan wawancara langsung di lapangan. Data primer yang dikumpulkan meliputi :