Sikap masyarakat Kerinci terhadap konservasi diimplementasikan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya. Sikap ini
tidak terlepas dari nilai-nilai yang telah mereka anut. Sistem nilai yang menjadikan alam terkembang jadi guru dan filososfi-filosofi adat yang mereka
anut menunjukkan bahwa masyarakat Kerinci memiliki kearifan dalam mengelola sumber daya alam yang berada di sekitar mereka. Sebagaimana Zuhud
2007 menyatakan bahwa sistem nilai yang dianut suatu kelompok masyarakat adalah merupakan stimulus bagi mereka untuk bertindak.
Menurut Zuhud 2007 konsep Tri Stimulus Amar Konservasi adalah merupakan pendorong utama sikap dan aksi konservasi terdiri dari 3 kelompok
utama yaitu stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus religiusrela. Ketiga kelompok stimulus ini tidak dapat dipisah dan harus telah mengkristal menjadi
satu kesatuan sebagai stimulus kuat penggerak, pendorong dan pembentuk sikap perilaku konservasi di dunia nyata. Stimulus sikap masyarakat Kerinci dapat
dilihat pada Gambar 6.4. Gambar 6.4 Konsep Tri Stimulus Amar Konservasi masyarakat Kerinci
Dimodifikasi dari Zuhud 2007 Gambar 6.4 menunjukan bahwa masyarakat Kerinci sebagai salah satu
masyarakat yang telah berdiam secara turun temurun disekitar hutan telah melakukan aksi konservasi berlandaskan kepada tri stimulus amar konservasi.
Stimulus alamiah adalah ransangan-ransangan atau signal yang ditimbulkan secara alami dan menjadi penyebab untuk masyarakat melaksanakan suatu aksi
konservasi. Stimulus manfaat artinya, ransangan-ransangan yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakanperbuatan karena merasakan manfaat dari
tindakan tersebut. Stimulus rela religi adalah kerelaan atau keikhlasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan berdasarkan keyakinan, kepercayaan atau adat
budaya, sehingga menjadikannya sebagai suatu keyakinan yang harus diperbuat.
Stimulus alami Stimulus manfaat
Stimulus relareligi
Masyarakat Kerinci
Pengetahuan etnobiologi yang mereka miliki
Alam terkembang jadi guru
Kemandirian dalam sumber bahan pangan
dan obat-obatan alami, Adat bersendi syarak,
syarak bersendi kitabullah.
Sikap Konservasi
6.1.5 Pendekatan Agama dan Budaya dalam Konservasi
Masyarakat Kerinci adalah pemeluk agama Islam, memiliki falsafah adat bersendi syarak dan syarak bersendi kitabullah. Pandangan masyarakat Kerinci
adat adalah sesuatu yang sakral karena adat adalah impelementasi dan aktualisasi dari agama yang mereka anut. Oleh karena itu pendekatan secara agama dan
budaya pada masyarakat Kerinci merupakan suatu keniscayaan.
Adanya budaya pengkeramatan oleh masyarakat Kerinci terhadap sumber daya alam seperti sungai, danau dan hutan merupakan bentuk penjagaan sumber
daya tersebut seperti lubuk larangan dan hutan keramat. Suryadarma 2009 menyebutkan bahwa pola pengkeramatan satu kawasan dapat dimantapkan
sebagai upaya perlindungan keanekaragaman jenis dalam habitatnya dan melacak sistem norma yang melatarbelakangi serta dikuatkan oleh aturan formal.
Menurut Islam, hubungan manusia terhadap alam adalah sebagai pemanfaat dan bukan sebagai saingan. Manusia bukan untuk mengeksploitasi alam
sebagaimana dinyatakan dalam Al quran :
“... Dialah Allah yang menciptakan segala apa yang ada di bumi bagimu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi 7
langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” QS 2 : 29
Hubungan ini dilandasi oleh konsep kemakhlukan yang sama-sama tunduk dan patuh kepada al Khaliq. Dalam konsep kemakhlukan ini manusia memperoleh
konsesi dari Yang Maha Penciptanya untuk memperlakukan alam sekitarnya dengan dua macam tujuan yaitu al-Intifâ’ pendayagunaan, baik dalam arti
mengkonsumsi langsung maupun dalam arti memproduksi, dan al I’tibâr yaitu mengambil pelajaran tehadap fenomena yang terjadi dari hubungan antara
manusia dengan alam sekitarnya, maupun hubungan antara alam itu sendiri ekosistem, baik yang berakibat konstruktif maupun yan berakibat destruktif
Buraey 1986.
Penelitian yang dilakukan oleh Sheikh 2006 membuktikan bahwa salah satu keberhasilan konservasi adalah dengan melibatkan masyarakat berbasis
agama dan budaya. Pendekatan berbasis agama seperti yang terjadi pada masyarakat di bagian barat Karakorum Pakistan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa tokoh agama sangat dihormati oleh masyarakat setempat, dan persepsi agama terhadap lingkungan pada hakikatnya diorientasikannya pada bidang
konservasi, pendidikan dan komunikasi konservasi. Peran serta guru-guru agama dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya menggali pengetahuan
dan melindungi keanekaragaman hayati. Dukungan yang kuat juga diberikan oleh tokoh-tokoh agama dalam mengembangkan strategi dan tindakan untuk
disampaikan pada masyarakat. Para pemimpin agama menyampaikan bahwa manusia merupakan unsur utama yang paling penting di alam dan interaksi
mereka baik pada level kecil dan besar pada penggunaan alam tidaklah dapat diabaikan. Para pemuka agama menggunakan ayat yang berbunyi :
“ Ketahuilah bahwa sementara manusia sekarang ini dapat merasakan manfaat atas makhluk lainnya. makhluk-makhluk tersebut hidup seperti
halnya manusia, dan butuh dihormati dan dilindungi. Tidak ada satupun makhluk yang mampu melakukan tugas melindungi alam. Oleh karena itu