Kondisi Sosio-budaya Masyarakat Kerinci
komunikasi antara dusun terhambat, karena mereka saling mengerti dialek satu sama lain. Perbedaan dialek ini juga ditandai dengan perbedaan budaya yang ada
di masing-masing dusun seperti pengucapan anda, di Dusun Baru Lempur diucapkan dengan kaya di Kecamatan Sungai Penuh diucapkan dengan kayo.
Beberapa contoh kata untuk membandingkan bahasa Kerinci dengan bahasa minangkabau, jambi dan bahasa Indonesia sebagaimana Tabel 2.6. Pemakaian
dialek yang masih dipakai sampai sekarang yaitu penggunaan huruf ‘i’ pada akhir kata dibunyikan ‘ai’ seperti kerinci menjadi kincai saja, kami menjadi kamai.
Huruf r umumnya dibunyikan ha kalau akhir kata berbunyi r misalnya kemari menjadi kamahai.
Tabel 2.6 Contoh perbedaan kata bahasa Kerinci dengan bahasa lainnya Bahasa
Indonesia Bahasa
Minang Kabau Bahasa
Jambi Bahasa
Kerinci Kerinci
Sungai Penuh kaya
berjumpa tamu
duduk belum
kemari surat
luput orang
kamu kakek
kami Kurinci
Sungai Panuah “rang kayo
bajumpo tamu
duduak alun
kamari surek
lupuik urang
waang inyiak
kami Kerinci
Sungai Penuh kayo
berjumpo tamu
duduk belun
kemari surat
luput orang
kau datuk
kami Kincai, Kinci
Sunge Penoh Kayou
basuou mendah
dudeuk lao, lun
kamahai suhat
lupoik uhang
ikoa nantan, nanggut
kamai
Selain dialek yang berbeda pada setiap dusun asli, Kerinci juga memiliki aksara atau huruf sendiri yang disebut dengan aksara incung. Aksara incung telah
digunakan orang Kerinci zaman dahulu memiliki bentuk yang khas. Keberadaan aksara incung dapat ditemukan pada dokumen-dokumen lama masyarakat
Kerinci. Penulisan tanda bunyi untuk satu aksara incung diantaranya ditemukan 2 atau 3 macam, namun tidak sampai mempengaruhi pembentukan kata atau
kalimat dalam sastra incung. Semuanya merupakan hasil kreasi yang tumbuh dari para pujangga Kerinci masa silam untuk mengangkat nilai-nilai estetis dalam
khazanah kesusasteraan incung.
Ciri-ciri khas dalam kesusasteraan incung menunjukkan bahwa masyarakat pendukungnya memiliki kearifan dalam mengemas nilai-nilai lokal dan luar yang
kemudian mewujudkan kreatifitasnya dalam bentuk sastra incung yang khas. Aksara incung dibentuk oleh garis-garis lurus, patah terpancung dan melengkung.
Kemiringan garis-garis pembentuk huruf itu rata-rata 45
, jadi bukan aksaranya ditulis miring seperti penulisan huruf latin yang ditulis miring bersambung
Gambar 2.4. Namun sayang, berdasarkan informasi masyarakat bahwa saat ini, tulisan
incung kurang dikenal lagi oleh masyarakat Kerinci terutama generasi muda. Menurut mereka hal ini disebabkan karena aksara incung tidak diajarkan di
sekolah-sekolah sehingga lambat laun pengetahuan terhadap aksara ini berkurang. Selain itu keberadaan naskah-naskah yang bertuliskan aksara incung di Kerinci
jumlahnya sudah berkurang lantaran kurang kepedulian masyarakat. Saat ini naskah-naskah incung hanya dapat dijumpai pada beberapa orang tokoh Kerinci
saja, dan sebagian besar disimpan di museum Nasional Jakarta dan museum Leiden Belanda
Gambar 2.4 Bentuk tulisan aksara Incung masyarakat Kerinci https:www.google.comsearch?q=aksara+incung+Kerinci
Kesusasteraan masyarakat Kerinci dengan tulisan incung ditulis di atas benda-benda yang di keramatkan seperti tanduk kerbau, bambu, kulit kayu, kain,
dan kertas. Naskah incung pada media bambu biasanya berisikan nyanyian kerinduan, berhiba hati dan pengharapan. Naskah-naskah tersebut dibaca dengan
cara dilagukan, sehingga bambu yang bertuliskan tulisan incung sering disebut sebagai buluh perindu Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Aksara incung masyarakat Kerinci pada tanduk kerbau dan bambu https:www.google.comsearch?q=aksara+incung+Kerinci
Selain memiliki aksara incung dan keragaman jumlah dialek, masyarakat Kerinci mempunyai kemampuan dalam bertutur dengan menggunakan idiom-
idiom untuk menyampaikan suatu maksud. Idiom-idiom ini biasa digunakan dalam berkomunikasi antar anggota keluarga atau antar anggota keluarga dalam
hubungan bermasyarakat Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Idiom-idiom masyarakat Kerinci Istilah
Artinya Alam takambang jadi guru
Masyarakat menjadikan membaca gejala alam sebagai ‘guru’pelajaran
Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah
Pandangan masyarakat Kerinci adat adalah sesuatu yang sakral karena adat adalah
implementasi dan aktualisasi dari agama yang mereka anut
Adat itu tidak akan lapuk karena hujan dan tidak akan lekang
karena panas” Adat itu tidak akan tergerus oleh zaman
ataupun musim, keberadaannya akan terus dipertahankan sepanjang hayat dikandung
badan.
Berkubur berpendam, bertampang berturai, adat bersendi alur , alur
bersendi patut, patut bersendi dengan benar
Depati dipilih dari seseorang yang ada warisnya sesuai dengan alur patut yang
berlaku.
Siring batas tanah ulayat masing- masing depati
Ketua adat dalam satu dusun tidak berhak memerintah atau menghukum adat
terhadap warga dusun lain
Pantang-larang dalam nagari, tali nan bapilin tigo, tungku nan tigo
sajarangan Pemerintah, agama dan adat harus berjalan
seiring sejalan
Laheik nan bajago-lamang nan basepea”
Tipe rumah panjang berjajar yang biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan
yang sangat dekat
Parit bersudut empat, di katup lawang yang deco
Bangunan rumah didirikan diatas tanah datar dengan tipe rumah satu sama lain
berhubungan membentuk sebuah bangunan rumah panjang.
Rumah sekato tengganai, luhak sekato penghulu, alam sekato rajo
Bahwa segala sesuatu itu sudah ada aturan dan yang mengaturnya
Kerjo kecik bertabur arai, kerjo gedang bertabur urai
Prinsip kesatuan dan persatuan yang kuat, saling membantu dan saling bahu
membahu
Keruh dijernih, kusut diselesaikan, rantau jauh dijelang, rantau dekat
dikadano mati kuman sama dicacah, mati gajah sama dipapah
Tugas ninik mamak yang harus berbuat adil kepada kemenakan dalam hal
pembagian ‘ajum-arah’
Ajum-arah dalam arit yang bersudut Empat dan di luar
Lawang yang berkatup dua jatuh hak pakai.
Salah satu tugas depati adalah mengajum dan mengarah
Putih hati boleh dilihat putih kapas berkenyataan’.
Tanda persetujuan anggota keluarga dipilih menjadi depati
Dalam berkomunikasi dan bertutur, masyarakat Kerinci mengenal istilah empat kali empat =adat bakato atau bakeramo yaitu cara berbahasa atau bertutur
dengan memperhatikan tata krama dan kedudukan orang yang diajak bicara. Empat kali empat terdiri atas unsur pesan, unsur sifat, unsur perintah dan unsur
kerama yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Unsur pesan yaitu kata pusaka, kata terletak, kata tersurat dan kata
tersirat. b.
Unsur sifat yaitu kata mufakat, kata sepakat, kata bergalau dan kata menghiba.
c. Unsur perintah yaitu kata memutus, kata menyusun, kata nasihat, kata
menderas. d.
Unsur kerama yaitu kata mendaki, kata menurun, kata mendatar, kata membayang.
Selain keberagaman dialek, aksara incung dan idiom-idiom yang dimiliki, masyarakat Kerinci juga memiliki sastra lisan lainnya. Efrison 2009 menyatakan
bahwa masyarakat Kerinci mempunyai jati diri yang tertuang dalam sastra lisan yang mereka miliki.
Sastra lisan yang berkembang di Kerinci adalah sastra yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan ciri-ciri disampaikan dari mulut ke
mulut, bersifat anonim dan tradisional, serta menjadi milik secara kolektif dari masyarakat daerah yang bersangkutan yang berperan sebagai perwujudan dan
pencerminan tata nilai masyarakat. Sastra lisan berperan sebagai media informasi dan menjadikan identitas bagi budaya masyarakat Kerinci.
Bentuk sastra lisan masyarakat Kerinci lainnya adalah mantera, karena menggunakan bahasa. Isi mantera berhubungan dengan suasana kegaiban atau
alam gaib yang berada di luar alam sadar pikiran manusia secara nyata. Penggunaan mantera didasarkan kepada keyakinan dari orang -orang yang
menggunakan mantra tersebut, keyakinan itu sangat diperlukan untuk mendapatkan kemujaraban atau efek keampuhan. Mantera berkembang pesat
sesuai dengan kebiasaan dan keadaan yang sedang berlangsung di tengah masyarakat, misalnya digunakan untuk mengobati orang yang sakit parah, untuk
keperluan acara adat dan untuk keperluan pemujaan terhadap arwah nenek moyang yang bersemayam di bumi alam Kerinci.
3 Komposisi kependudukan
Jumlah penduduk Kerinci di keempat lokasi penelitian adalah 3 341 jiwa 1 073 KK dengan rincian sebagaimana tabel 2.8.
Tabel 2.8 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Lokasi Penelitian
Laki-laki Perempuan
Jumlah Kepala Keluarga
Jumlah jiwa
Dusun Baru Lempur 492
521 320
1 013 Dusun Lama Tamiai
460 450
290 910
Dusun Ulu Jernih 445
430 283
875 Dusun Keluru
263 280
180 543
Jumlah 1 660
1 681 1 073
3 341
Sumber : Informasi masing-masing sekretaris desa
Tabel 2.8 menunjukkan Dusun Baru Lempur merupakan dusun dengan jumlah penduduk paling banyak yaitu 1 013 jiwa yang terdiri dari 492 jiwa laki-
laki dan 521 jiwa perempuan, kemudian diikuti oleh Dusun Lama Tamiai, Dusun Ulu Jernih dan Dusun Keluru. Struktur komposisi umur masyarakat Kerinci
mengikuti grafik pertumbuhan normal Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Struktur kelas umur masyarakat Dusun Baru Lempur
4 Tingkat Pendidikan
Secara umum tingkat pendidikan formal masyarakat Kerinci pada usia sekolah saat ini cukup tinggi. Hal ini ditunjukan oleh banyaknya anak-anak
mereka yang mendapatkan pendidikan di luar Kerinci, bahkan ada yang bersekolah sampai keluar negeri. Namun jika dibandingkan dengan para orang tua
mereka, tingkat pendidikan orang tua lebih rendah. Walaupun rendah, berdasarkan informasi dari narasumber yaitu sekretaris desa di masing-masing lokasi, tidak
dijumpai warga yang buta aksara. Data tingkat pendidikan formal masyarakat Kerinci disajikan pada tabel 2. 9.
Tabel 2.9 Tingkat pendidikan masyarakat Kerinci
Lokasi Penelitian Belum
sekolah SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
S-1 Sedang
S-2 S-3
Dusun Baru Lempur 98
202 150
100 35
5 1
Dusun Lama Tamiai 75
155 115
80 15
2 -
Dusun Ulu Jernih 73
87 92
81 8
1 -
Dusun Keluru 37
64 20
107 23
35 -
Sumber Monografi Desa masing-masing lokasi 2012
Dari tabel 2.9 menunjukan bahwa masyarakat Dusun Baru Lempur memiliki tingkat pendidikan formal yang lebi tinggi dibandingkan dengan ketiga lokasi
lainnya. Hal ini disebabkan karena tingkat kesejahteraan masyarakat Dusun Baru Lempur lebih baik dibandingkan ketiga lokasi lainnya sehingga orang tua mereka
mampu menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidkan formal yang lebih tinggi.
430
260 188
100 35
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
I 24
II 24 - 39
III 40 - 54
IV 55 - 69
V 70
Ju m
lah j
iw a
Kelas Umur tahun
5 Sistem dan Struktur Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Kerinci mengikuti garis keturunan ‘ibu’ atau yang disebut dengan istilah matrilineal atau matriarchat. Matrilineal
mengandung pengertian mengenal keturunan atau suku menurut garis ibu. Dalam keluarga, seorang bapak berada di luar keluarga anak dan istrinya, bapak disebut
‘orang semenda’ atau disebut juga anak betino dari keluarga ibu adik beradik. Saudara istri yang laki-laki disebut tengganai memainkan peran selaku dewan
pertimbangan agung dalam keluarga batih ia dipanggil mamok =mamak, paman. Mamok inilah yang menerima kekuasaan dari ibunya untuk mengatur rumah
seperti pepatah rumah sekato tengganai, luhak sekato penghulu, alam sekato rajo.
Gambar 2.7 Struktur kekeluargaan masyarakat Kerinci Sumber Yakin 1986 Struktur kekerabatan yang berlaku adalah menarik garis keturunan dari
bawah ke atas ‘Pulai yang bertingkat naik, meninggalkan ruas dengan buku, manusia yang bertingkat turun meninggalkan anak dengan cucu, waris dengan
pusako’. Masing-masing turunan memiliki sebutan yang berbeda. Untuk tujuh keturunan dari bawah ke atas memiliki panggilan yang berbeda, sedangkan untuk
yang lebih dari 7 ke atas dipanggil dengan sebutan nenek muning seperti tampak pada gambar 2.7.
6 Sistem Agama Kepercayaan
Penduduk asli Kerinci adalah pemeluk agama Islam. Islam di Kerinci disebarkan oleh pendatang dari daerah lain yang kebanyakan berasal dari
Minangkabau sekitar abad ke IX sampai dengan abad ke XIII. Orang yang menyebarkan ajaran Islam ini dikenal dengan sebutan “siak” yaitu orang yang taat
X Y
Y X
Y X
X
X Y
Y
AKU Ibu
Bapak Nekno
Nakek Nungguh
Muyang
Nanggut Muyang
Muyang Muyang
Piut Ntan
Piut Ntan
Y X
Y X
Cit Muning
Cit Muning
X Y
X Y
beragama seperti mubaligh, ulama, imam atau bilal. Yakin 1986 menyebutkan beberapa nama yang mengembangkan ajaran Islam di Kerinci yaitu Siak Lengih
di Koto Pandan, Siak Jelir di Siulak, Siak Rajo di Sungai Medang, Siak Ali di Koto Beringin Semurup, Siak Sati di Koto Jelatang Hiang, Siak Baribut Sati di
Koto Merantih Terutung dan Siak Ji Haji, makamnya di Lunang Inderapura.
Masjid-masjid kuno yang masih dapat dijumpai di Kerinci menjadi bukti bahwa Islam di Kerinci berkembang dengan pesat. Masjid Agung di Dusun
Pondok Tinggi merupakan salah satu masjid unik yang dibangun pada tahun 1890. Selain bentuk dan konstruksi bangunan yang megah, bentuk bangunan
masjid juga mengandung makna yang menarik, bukti sebuah ide yang mendalam untuk pembangunan masjid ini. Pada bangunan atap berbentuk limas yang lazim
seperti kubah masjid pada umumnya mengandung beberapa makna antara lain:
1. “Bapucouk satau” yang artinya ber-atap satu, bangunan Masjid Agung
terdiri dari satu atap, dimana mengandung makna selalu tunduk atas syarak atau aturan dari yang “satu” Allah SWT dan satu pemimpin adat yaitu
Depati
2. “Barampek jure” yang berarti empat sisi, bangunan masjid yang berbentuk
segi empat ini dimana keempat sisinya mengandung makna para empat tokoh di pondok tinggi yang terdiri dari empat rio atau ninik mamak dan
empat imam pegawai masjid yang mana berkerja sama dengan depati untuk membangun masyarakat dan agama di Pondok Tinggi
3. “Betingkat tige”. Atap masjid yang memiliki tiga tingkatan, memiliki makna
“Sko nan tige takah” atau tiga tingkatan pusaka di Masyarakat pondok tinggi yaitu sko taganai, sko ninik mamak dan sko depati. Dan bisa artikan
masjid Agung ini dijaga layaknya pusaka bagi masyarakat Pondok Tinggi.
7 Kesenian dan Upacara Tradisional
Kesenian adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia untuk mengekspresikan diri dalam bentuk seni tari, seni suara, seni pahat, seni ukir, seni lukis dan bentuk
seni lainnya. Sedangkan upacara tradisional adalah suatu tradisi dari masyarakat lokal dalam mengungkapkan atau mengekspresikan diri baik sebagai wujud
syukur atas capaian suatu tujuan tertentu maupun sebagai kegiatan dalam memperingati hari-hari tertentu.
Berdasarkan informasi dari narasumber, masyarakat di bumi Alam Kerinci memiliki banyak upacara dan kesenian tradisional. Semua upacara ini melibatkan
banyak orang yang menandakan bahwa suku Kerinci memegang prinsip kesatuan dan persatuan yang kuat, saling membantu dan saling bahu membahu seperti
pepatah mereka “ kerjo kecik bertabur arai, kerjo gedang bertabur urai”. Upacara adat dan kesenian tradisional disetiap wilayah adat atau negeri mengalami sedikit
perbedaan tergantung dengan ico pakai masing masing neghoi negeridusun. Ico pakai atau icopake artinya cara untuk melakukan sesuatu yang merupakan
adat turun-temurun melalui kesepakatan bersama.
Upacara adat masyarakat Kerinci dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yang dikenal dengan sebutan 1 Upacara adat titian teras bertangga batu, 2
Upacara adat cupak gantang gawe kerapat dan 3 Upacara adat tumbuh-tumbuh roman roman.
1. Upacara adat titian teras bertangga batu bermakna, suatu upacara adat yang
dilakukan secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya, upacara adat ini dapat kita saksikan pada acara kenduri Sko,
penobatan Depati, ninik mamak dan sunat rasul, khatam Al’Qur’an, pernikahan, kehamilan, kelahiran, aqiqah, kerat pusat, turun ke air dan
upacara kematian.
2. Upacara adat cupak gantang gawe kerapat memiliki pengertian yakni suatu
upacara adat meliputi mata pencaharian hidup dan sosial kemasyarakatan yang dilaksanakan secara gotong royong. Upacara ini dapat kita lihat pada
kegiatan membangunmendirikan rumah baru ngihit pamoun menarik ramuan kayu untuk bahan bangunan rumah, merendam ramuan kayu,
gotong royong membersihkan tali air irigasi sawah, menanam benih padi, menuai padi, menolak bala, kenduri sudah tuai, kenduri tengah padang dan
beberapa upacara ritual lainnya.
3. Sedangkan upacara adat tumbuh tumbuh roman roman adalah upacara yang
dilaksanakan dalam keadaan tertentu dengan pokok-pokok masalah yang timbul pada bentuk rupa dan bersifat khusus. Upacara ini dapat kita lihat
pada upacara tari asyek negeri, tale naik haji, mengangkat anak angkat, pelanggaran hukum adat, melepas nazar dan upacara silang sengketa.
Kalau dilihat pembagian ketiga upacara adat masyarakat Kerinci dapat
dikategorikan atas 4 bentuk upacara yaitu a.
Upacara yang berhubungan dengan siklus kehidupan manusia seperti kehamilan, kelahiran, aqiqah, kerat pusat, sunat rasul, pernikahan dan
upacara kematian. b.
Upacara yang berhubungan dengan sistem produksi seperti merendam ramuan kayu, gotong royong membersihkan tali air irigasi sawah,
menanam benih padi, menuai padi, menolak bala, kenduri sudah tuai dan kenduri tengah padang.
c. Upacara yang berhubungan dengan pemerintahan atau kepemimpinan
seperti mandi basantan. Upacara mandi basantan adalah upacara adat yang dilakukan pada proses pelantikan depati, pimpinan tertinggi masyarakat adat
Kerinci. Calon Depati yang akan dilantik terlebih dahulu diberi minum dengan air santan lemak manis oleh saudara perempuan dan kemudian
disiram dengan santan oleh anak datung. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkanpersetujuan atas terpilihnya anggota keluarga mereka sebagai
depati, pimpinan tertinggi adat, sebagai tanda ‘putih hati boleh dilihat putih kapas berkenyataan’
d. Upacara yang berhubungan dengan sistem sosial masyarakat seperti upacara
negak rumah. Upacara negak rumah merupakan kenduri bagi orang yang akan melaksanakan pembangunan rumah dengan mengundang warga
kampung, kemudian menegakan tiang utama rumah secara bersama-sama dengan disertakannya wanita yang hamil. Hal ini diyakini oleh masyarakat
Kerinci agar rumah yang dibangun memberikan kenyamanan dan keluarga yang menempatinya dapat ‘beranak pinak’ atau berkembang biak.
Salah satu upacara adat terbesar bagi masyarakat Kerinci adalah kenduri sko. Upacara ini melibatkan penduduk seisi kampung tempat upacara diadakan.
Ada beberapa tujuan dari kenduri sko yaitu 1 Pengukuhanpenobatan orang adat seperti depati, hulubalang, ninik mamak, 2 Pembersihan dan penurunan benda-
benda pusaka adat untuk dapat dilihat oleh masyarakat kampung, 3 Mengikat dan menjalin silaturahim antara masyarakat dalam satu kampung dengan
masyarakat dari kampung lain, 4 Mengikat persatuan dan kesatuan serta 5 Pembacaan naskah asal-usul yang dinobatkan dan warga setempat agar warga
tahu terutama kaum muda dari mana mereka berasal. Kenduri sko rutin dilakukan setiap tahun, pada waktu sehabis masa panen raya.
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan kebetulan waktu survey pendahuluan bertepatan dengan upacara kenduri sko di bulan Oktober 2013
bertempat di Dusun Baru Lempur, sehingga peneliti bisa menyaksikan langsung. Perhelatan kenduri sko ini terdiri dari serangkaian proses kegiatan yang dimulai
dengan rapat adat nagari, malam kesenian, penobatan orang adat dan pembacaan naskah asal-usul serta pembersihan benda-benda pusaka. Perhelatan ‘kenduri sko’
ini merupakan wujud syukur masyarakat atas panen yang melimpah dengan berbagi kepada sesama warga dan juga berbagi kepada ‘penjaga alam’ dan
berharap untuk keberhasilan panen pada tahun berikutnya. Seluruh anggota masyarakat menyiapkan hidangan untuk yang berkunjung ke rumah baik dari satu
dusun atau orang yang datang dari dusun lain. Makanan khas, yang selalu tersedia saat kenduri sko berlangsung adalah lemang. Lemang dapat dibuat dengan
menggunakan talang bambu dan ada juga yang menggunakan tumbuhan kantong semar Nephentes sp sebagai wadahnya, yang mereka sebut dengan ‘kancung
beruk’. Pada awalnya kenduri sko dilaksanakan setiap tahun pasca panen terutama panen padi, namun karena beberapa faktor kenduri sko dilaksanakan sekali dalam
lima tahun. Perubahan ini disebabkan karena pertambahan dan pertumbuhan yang cukup tinggi sehingga biaya untuk pelaksanaan kenduri ini lebih besar lagi.
Dalam kepercayaan purba, orang suku Kerinci memuja roh-roh nenek moyang serta kekuataan alam, orang suku Kerinci sangat menghormat roh-roh
para leluhur sekaligus mereka takuti, untuk menjaga keselamatan negeri dan keselamatan masyarakat dan individu serta untuk memudahkan mereka dalam
mendapatkan kebutuhan hidup. Mereka mengadakan upacara persembahan dan pemujaan yang melibatkan segenap lapisan masyarakat di dalam komunitas
mereka dengan melakukan ritual yang merangkul berbagai cabang kebudayaan yang meliputi seni musik, tari, sastra dan seni rupa.
Sisa peradaban dan kebudayaan pada masa lampau dapat kita saksikan pada upacara asyeak Asik, yakni upacara pemujaan roh nenek moyang dan pemujaan
alam yang digunakan sebagai sarana untuk meminta keselamatan dan kebahagian, meminta perlindungan terhadap roh roh jahat, meminta berkah pengobatan,
kesuburan tanah atau untuk tolak bala. Penyampaian mantra asyek diungkapkan melalui syair lagu antara lain nyahoa, pantau dan tale. Nyahoa adalah lagu-lagu
yang digunakan dalam upacara yang erat kaitannya dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, misalnya saat pengucapan mantra dalam upacara tari asyeak.
Lagu pantau yang disebut juga tauh atau taoh pada awalnya digunakan untuk pengiring tari ritual pemujaan, namun saat ini berfungsi sebagai pengiring tari
adat pada saat acara kenduri sko atau kenduri sudah tuai. Sedangkan tale merupakan nyanyian yang berfungsi untuk mengungkapkan perasaan yang lebih
bersifat pribadi dan emosional dari pelantun lagu untuk melepaskan kerinduan
perantau atau peladang yang tinggal jauh dari kampung halaman. Tale ini disebut dengan tale malang atau tale mindau.
8 Sistem Kepemimpinan
Satu kelompok masyarakat Kerinci di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh kepala dusun yang juga berfungsi sebagai kepala adat atau tetua adat. Adat
istiadat ini dibina oleh kelembagaan adat yang dipimpin oleh depati. Depati merupakan gelar adat tertinggi dalam satu wilayah yang disebut ‘parit bersudut
empat’. Seorang depati haruslah yang memiliki simbai ekornya, tajam tajinya dan nyaring kokoknya, artinya seorang depati adalah orang yang memiliki keberanian
untuk berkata benar, berwibawa dan berwatak kepemimpinan. Nyaring kokok-nya berarti pandai berkata-kata, berpengaruh dan sanggup mengatasi massa, tahu ireng
jo gendeng, tahu tahan yang menimpa, tahu diranting yang melecut arif bijaksana.
Seorang Depati harus dipilih dari seseorang yang ada warisnya, menurut adat disebut ‘berkubur berpendam, bertampang berturai, adat bersendi alur , alur
bersendi patut, patut bersendi dengan benar’. Pengaruh depati sangat tertanam di dalam masyarakat dusun, pusat jala tumpuan ikan mempunyai fungsi yang besar
sekali menghukum, mendenda, melarik, menjaga, mengajum, mengarah menghela membentang dan memelihara baik buruknya anak kemenakan di dusun serta
kemajuan pembangunan dusun. Seorang depati yang dilantik akan mengucapkan sumpah yang berbunyi:
“....Jangan sampai dimata dipicingkan, sampai diperut dikempiskan, jangan kuning karena kunyit, jangan lemak karena santan. Kalau itu
terjadi maka dikutuk qur’an 30 jus, keatas tidak berpucuk, kebawah tidak berurat, ditengah-tengah digirik kumbang, anak dipangku jadi batu ”.
Berdasarkan sumpah diatas diyakini oleh masyarakat bahwa para pemimpin atau pemangku adatnya adalah orang yang bila berkata benar, berjalan lurus, dan
memutus adil sehingga putusannya sangat dihormati dan ditaati oleh masyarakatnya. Di bawah depati ada ninik mamak dan hulubalang. Ninik mamak
terdiri dari rio,datuk dan pemangku bertugas ma ngajum mangarah, ma ilo marintang, masuk ptang ngalua pagi, malantak siring dengan bateh mantahan
dan memberi tunjuk ajea tgu sapo. Ninik mamak adalah orang yang memiliki kekuasaan dalam menyelesaikan segala masalah kehidupan masyarakat adat keruh
dijernih, kusut diselesaikan, rantau jauh dijelang, rantau dekat dikadano dilayani. Hulubalang bertugas jmpt nan jauh, ngambik nan pahak, nikol nan
bhet nyinjing nan ingan, kheh nan ditakik lunak dan di sudu malintang nan dikabung, ka langit disige ka bumi di tmbong ka laut di slam, artinya seorang
hulubalang adalah menjadi pagar atau pelindung keamanan bagi anggota adat.
Kepemimpinan dalam masyarakat Kerinci bersifat ‘siring batas tanah ulayat masing-masing depati, pantang-larang dalam nagari, tali nan bapilin tigo,
tungku nan tigo sajarangan’, artinya adat Kerinci sama tapi ico pakai berlainan. Ketua adat dalam satu dusun tidak berhak memerintah atau menghukum adat
terhadap warga dusun lain kecuali adanya ketentuan hukum adat masing-masing dusun yang telah disepakati bersama. Tungku nan tigo sajarangan yaitu
pemerintah kepala desa dan aparaturnya, agama alim ulama,dan adat depati, rio, ninik mamak dan hulubalang harus berjalan seiring sejalan.
Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dimana terjadi penyeragaman dan sentralisasi pengelolaan
desa, sistem kepemimpinan adat mulai tergeser. 9
Sistem Sosial
Sistem sosial adalah suatu pola interaksi sosial yang terdiri dari komponen- komponen sosial yang teratur dan melembaga institutionalized. Salah satu
karakteristik dari sistem sosial adalah ia merupakan kumpulan dari beberapa unsur atau komponen yang dapat dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Komponen-
komponen tersebut bersifat non empiris, artinya komponen-komponen sistem dalam masyarakat tidak bisa dilihat dan diamati. Suatu sistem sosial dapat dilihat
dari peran dan fungsinya yang disingkat dengan AGIL, yaitu A fungsi adaptasi economy, G fungsi pencapaian tujuan politycy, I fungsi integrasi society
dan L fungsi lattern pattern,fungsi untuk mempertahankan dan atau menegakkan pola dan struktur masyarakat culture. Meskipun teori sistem
mencakup ide masyarakat dalam ekuilibrium namun dengan adanya proses adaptasi dan integrasi untuk menghadapi pengaruh eksogen dan endogen, maka
tetap ada dinamika sosial Kartodirdjo 1992.
Menurut Talcott Parsons dalam Narwoko dan Suyanto 2004 terdapat dua hal penting dalam sistem sosial yaitu: 1 Sistem sosial harus mampu mendorong
warga masyarakat agar berperilaku atau bertindak sesuai dengan harapan dan perannya, 2. Sistem sosial harus menjauhi tuntutan yang aneh-aneh dari para
anggotanya agar tidak menimbulkan penyimpangan atau konflik. Oleh karena itu orientasi seseorang melakukan tindakan perlu diketahui yang berarti tindakan
tersebut selalu diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
Masyarakat Kerinci adalah sebuah sistem sosial masyarakat, yang memiliki kecendrungan untuk mempertahankan keseimbangan sistem yang telah mereka
anut dan yakini Gambar 2.8. Keteraturan yang mereka miliki merupakan norma dari sistem, yang jika didalamnya terjadi penyimpangan atau ketidakteraturan
norma, maka sistem akan berusaha menyesuaikan diri dan mencoba untuk kembali ke keadaan semula. Oleh karena itu sistem sosial masyarakat Kerinci
merupakan hubungan dari berbagai komponen yang saling mempengaruhi dan saling melengkapi.
Gambar 2.8 Hubungan dalam sistem sosial masyarakat Kerinci Gambar 2.8 merupakan bentuk hubungan dalam sistem sosial masyarakat
Kerinci yang merupakan fungsi-fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yang tercermin dari fungsi adaptasi, fungsi pencapaian tujuan, fungsi integrasi
dan fungsi lattern pattern sistem nilai yang dianut. Keempat fungsi sosial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: