Fungsi pencapaian tujuan Integrasi Etnobiologi Masyarakat Kerinci Dalam Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

mempertahankan atau menegakan pola struktur dalam melakukan hubungan sistem anggota dalam suatu kelompok masyarakat. Fungsi ini dapat dilihat dari nilai-nilai yang masih dianut dan digunakan oleh masyarakat meliputi nilai-nilai agama, keluarga dan pendidikan Narwoko dan Suyanto, 2004. Berdasarkan informasi narasumber dan studi dokumentasi yang dilakukan menunjukkan bahwa masyarakat Kerinci telah memiliki sistem nilai yang berasal dari akumulasi pengetahuan dalam berinteraksi dengan alam lingkungannya. Sistem nilai yang mereka anut tertuang dalam pernyataan ‘adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah’ artinya mereka memiliki tatanan nilai adat yang berdasarkan kepada nilai-nilai agama. Menurut sistem nilai tersebut adat adalah sesuatu yang sakral karena adat adalah implementasi dan aktualisasi dari agama yang mereka anut. Peran lembaga -lembaga adat melalui pemangku-pemangku adat terutama ditingkat desa masing-masing menjadi sangat dihormati disetiap lini kehidupan masyarakat.

2.4 Simpulan

Simpulan dari kajian etnografi masyarakat Kerinci adalah : 1. Kerinci memiliki keunikan wilayah yaitu kondisi geomorfologi berupa lembah yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan sehingga tampak seperti “mangkok”. Hal ini menjadi dasar pengetahuan mereka dalam mengelola sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. 2. Masyarakat Kerinci bersifat spesifik lokal, kompak, unik, berkelanjutan dan turun temurun. Mereka memiliki suatu sistem nilai yang telah mereka anut secara turun temurun dan dianggap sebagai suatu kebenaran yang harus mereka jalankan yang tampak pada filosofi alam terkembang menjadi guru dan adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. 3. Keunikan masyarakat Kerinci tergambar dalam hal bahasa, sistem kekerabatan, agama dan sistem kepercayaan, kesenianupacara tradisional. sistem kepemimpinan dan sistem sosial yang mereka gunakan. 4. Bahasa Kerinci adalah bahasa Melayu Tua Austronesia yang dituturkan dengan dialek Kerinci, masing-masing dusun memiliki dialek yang berbeda hingga terdapat banyak dialek bahasa Kerinci ± 177 dialek. Selain dialek yang kaya, masyarakat Kerinci telah memiliki aksara khas incung yang menjadi bukti tertulis, yang dituliskan pada bambu dan tanduk hewan seperti tanduk kerbau. 5. Sistem kekerabatan masyarakat Kerinci adalah berdasarkan kepada garis keturunan ibu matrilinial, menarik garis keturunan dari bawah keatas yang diungkapkan dalam peribahasa pulai yang bertingkat naik, meninggalkan ruas dengan buku, manusia yang bertingkat turun meninggalkan anak dan cucu, waris dengan pusako. 6. Masyarakat Kerinci adalah pemeluk Islam, sebelum Islam masuk pada abad ke IX, masyarakat menganut kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme ini masih tampak hingga sekarang yaitu kepercayaan adanya benda-benda dan tempat keramat serta pada upacara tradisional mereka. 7. Kepemimpinan tertinggi dalam masyarakat Kerinci disebut depati yang dibantu oleh ninik mamak dan hulubalang. Ninik mamak terdiri dari rio, datuk dan pemangku yang masing-masing memiliki tugas dan peran. 8. Sistem sosial masyarakat Kerinci dapat dilihat dari komponen-komponen fungsi sosial mereka yaitu fungsi adaptasi, fungsi pendapaian tujuan, fungsi integrasi dan fungsi lattent pattern maintenance. 3 ETNOBOTANI MASYARAKAT KERINCI

3.1 Pendahuluan

Etnobotani adalah bagian dari etnobiologi yang mempelajari keseluruhan pengetahuan botani yang dimiliki oleh masyarakat tradisional, digunakan untuk menganalisis seluruh aspek pengetahuan sumber daya tumbuhan meliputi identifikasi, pemanfaatan, pengolahan dan pengelolaan spesies tumbuhan secara subsisten, budaya materi dan sebagai obat-obatan tradisional Martin 1995; Cotton 1996; Anderson et al. 2011. Etnobotani juga diartikan sebagai suatu studi yang mempelajari konsep-konsep pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan yang merupakan hasil perkembangan kebudayaan suatu masyarakat Purwanto 2007; Waluyo 2009. Etnobotani adalah suatu studi tentang tumbuh-tumbuhan yang berkaitan dengan masyarakat yang memanfaatkannya. Umumnya penduduk yang memanfaatkan tumbuhan tersebut telah mengenal tumbuhannya, mengetahui cara pemanfaatannya, mengetahui spesies tumbuhan yang beracun atau mematikan serta mengetahui bentuk-bentuk pengolahan tumbuhan secara tradisional. Menurut Cotton 1996 studi etnobotani dititik-beratkan pada dunia tumbuhan meliputi berbagai aspek diantaranya cara pemanfaatan, pengelolaan, persepsi dan konsepsi dari berbagai kelompok masyarakat atau etnik yang berbeda yang dapat dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu pendekatan pemanfaatan utilitarium approach, pendekatan kognitif cognitive approach dan pendekaran ekologi dan ekologi budaya ecology and culture ecology approach. Pendekatan pemanfaatan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan melihat aspek manfaat dari spesies tumbuhan baik untuk keperluan subsisten atau untuk kepentingan komersial. Pendekatan kognitif yaitu pendekatan yang dilakukan melalui simbol- simbol untuk mengetahui persepsi atau pandangan masyarakat terhadap suatu spesies tumbuhan. Pendekatan ekologi dan ekologi budaya adalah pendekatan