animisme ini masih tampak hingga sekarang yaitu kepercayaan adanya benda-benda dan tempat keramat serta pada upacara tradisional mereka.
7.
Kepemimpinan tertinggi dalam masyarakat Kerinci disebut depati yang dibantu oleh ninik mamak dan hulubalang. Ninik mamak terdiri dari rio,
datuk dan pemangku yang masing-masing memiliki tugas dan peran.
8.
Sistem sosial masyarakat Kerinci dapat dilihat dari komponen-komponen fungsi sosial mereka yaitu fungsi adaptasi, fungsi pendapaian tujuan,
fungsi integrasi dan fungsi lattent  pattern maintenance.
3 ETNOBOTANI MASYARAKAT KERINCI
3.1  Pendahuluan
Etnobotani adalah bagian dari etnobiologi yang mempelajari keseluruhan pengetahuan botani yang dimiliki oleh masyarakat tradisional, digunakan untuk
menganalisis seluruh aspek pengetahuan sumber daya tumbuhan meliputi identifikasi, pemanfaatan, pengolahan dan pengelolaan spesies  tumbuhan secara
subsisten, budaya materi dan sebagai obat-obatan tradisional Martin 1995; Cotton 1996; Anderson et al.  2011. Etnobotani juga diartikan sebagai suatu studi yang
mempelajari konsep-konsep pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan yang merupakan hasil perkembangan kebudayaan suatu masyarakat Purwanto 2007;
Waluyo 2009. Etnobotani adalah suatu studi tentang tumbuh-tumbuhan yang berkaitan dengan masyarakat yang memanfaatkannya. Umumnya penduduk yang
memanfaatkan tumbuhan tersebut telah mengenal tumbuhannya, mengetahui cara pemanfaatannya, mengetahui spesies tumbuhan yang beracun atau mematikan
serta  mengetahui bentuk-bentuk pengolahan tumbuhan secara tradisional.
Menurut Cotton 1996 studi etnobotani dititik-beratkan pada dunia tumbuhan meliputi berbagai aspek diantaranya cara pemanfaatan, pengelolaan,
persepsi dan konsepsi dari berbagai kelompok masyarakat atau etnik yang berbeda yang dapat dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu pendekatan pemanfaatan
utilitarium approach, pendekatan kognitif cognitive approach dan pendekaran ekologi dan ekologi budaya ecology and culture ecology approach. Pendekatan
pemanfaatan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan melihat aspek manfaat dari spesies tumbuhan baik untuk keperluan subsisten atau untuk kepentingan
komersial. Pendekatan kognitif yaitu pendekatan yang dilakukan melalui simbol- simbol untuk mengetahui persepsi atau pandangan masyarakat terhadap suatu
spesies tumbuhan. Pendekatan ekologi dan ekologi budaya adalah pendekatan
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh pengelolaan suatu spesies tumbuhan terhadap satuan lingkungannya.
Sementara  Martin 1998 menyebutkan ada 4 kegiatan utama dalam kajian etnobotani yaitu 1 Pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2
Penilaian yang bersifat kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber- sumber botani; 3 Penilaian keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan,
baik untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial dan 4 Proyek yang bermanfaat dan dapat memaksimumkan nilai yang diperoleh masyarakat lokal
dari pengetahuan dan sumber-sumber ekologi.
Studi etnobotani diperlukan untuk memahami dan mengetahui interaksi yang terjadi antara manusia dengan sumber daya tumbuhan  Martin 1995; Cotton
1996.  Karena etnobotani dapat 1 Menjelaskan  keadaan kebudayaan suatu bangsa yang memanfaatkan tumbuh-tumbuhan; 2 Membuktikan penyebaran
tumbuh-tumbuhan pada masa lalu; 3 Membuktikan jalur perdagangan dan 4 Berguna dalam menerangkan nilai yang didapat dari pemanfaatan tumbuhan liar
yang diambil dari alam Aththorick 2012.
Pengetahuan etnobotani yang dimiliki oleh suatu masyarakat dapat menjadi indikator keberhasilan pengelolaan sumber  daya alam dan pemanfaatannya secara
berkelanjutan.  Tingkat pengetahuan etnobotani yang rendah pada generasi muda berpengaruh nyata terhadap pengelolaan sumber  daya alamnya. Pada masyarakat
yang tingkat pengetahuan etnobotaninya rendah, pengelolaan sumber daya alamnya juga menunjukkan    tingkat keberhasilan yang rendah  Pei  et al. 2009.
Tingkat pengetahuan etnobotani ini berbeda pada satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, budaya dan
perubahan ekosistem setempat.  Beberapa hasil kajian telah menunjukan indikator tersebut antara lain pada masyarakat lokal di Provinsi Yunan Cina serta beberapa
negara Asia Tenggara dan Himalaya  Pei  et al. 2009, masyarakat suku Dayak Benuaq Hendra 2009, masyarakat Dayak Meratus Pegunungan Meratus di
Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kartikawati 2004 dan masyarakat Dayak di Kabupaten Malinau Kalimantan Timur Purwanto 2011.
Namun pengetahuan etnobotani dan praktik lokal terkait pengelolaan sumber daya tumbuhan dengan cepat menghilang. Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain perluasan globalisasi,  pengembangan infrastruktur, pertanian, pariwisata, intervensi pembangunan pasar serta kebijakan dan peraturan
pemerintah yang telah menyebabkan menurunnya minat kearifan tradisional, pengetahuan lokal dan gaya hidup pada generasi muda Parrota et al. 2009. Di
Cina pengetahuan lokal masyarakat tentang tumbuhan obat dengan cepat menghilang    seiring dengan semakin berkurangnya luas kawasan hutan Liu
2007. Sementara menurut Oliver 2013 terjadinya perpindahan masyarakat lokal ke tempat lain dapat  menghilangkan pengetahuan pengobatan pada generasi
mudanya.
Di Indonesia, beberapa hasil kajian juga menunjukkan terjadinya penurunan pengetahuan lokal masyarakatnya.  Hasil  penelitian  Suansa 2011 dan Hidayati
2013 pada masyarakat Baduy Provinsi Banten, menunjukkan  telah terjadi penurunan tingkat pengetahuan lokal mereka terhadap tumbuhan. Hasil  ini
menunjukkan    bahwa pengetahuan lokal semakin terkikis dan terjadi penurunan pewarisan pengetahuan kepada generasi muda.