Tumbuhan untuk bahan bangunan dan konstruksi

Gossypium acuminatum Malvacaceae Kapeh gedang Harpullia arborea Sapindaceae Kayu pacat Macaranga sp Euphorbiaceae Mahang Milletia atropupurea Lauraceae Kayu ujan Swietenia microphylla Meliaceae Mahoni Peronema canescens Lamiaceae Sungkai Vitex pubescens Verbenaceae Kayu laban Toona sureni Meliaceae Suhinsurian Dari 14 spesies tumbuhan tersebut, berdasarkan hasil inventarisasi hanya 9 spesies tumbuhan berkayu yang digunakan oleh masyarakat Kerinci sebagai bahan bangunan dan konstruksi Tabel 3.11. Tabel 3.11 Spesies tumbuhan untuk bahan bangunan dan konstruksi Nama Ilmiah Famili Nama Lokal KA, KK kayu Dacrycarpus imbricatus Podocarpaceae Kayu embun KA = 1, KK = 3 Eusideroxylon zwageri Lauraceae Bulian KA = 1, KK = 1 Litsea sp Lauraceae Kayu mdang KA = 2, KK = 2 Gossypium acuminatum Malvacaceae Kapeh gedang KA = 2, KK = 2 Harpullia arborea Sapindaceae Kayu pacat KA = 1, KK = 2 Macaranga sp Euphorbiaceae Mahang KA = 2, KK = 3 Milletia atropupurea Lauraceae Kayu ujan KA = 2, KK = 2 Peronema canescens Verbenaceae Sungkai KA = 1, KK = 2 Toona sureni Meliaceae Suhinsurian KA = 1, KK = 1 Keterangan KA = Kelas Awet dan KK = Kelas Kuat Sumber : Atlas Kayu Indonesia Spesies-spesies yang digunakan dapat diperoleh dari dalam hutan yang ada di sekitar mereka tinggal. Selain itu masyarakat Kerinci memiliki pengetahuan terhadap jenis-jenis kayu yang bagus untuk bahan bangunan rumah mereka. Tipe rumah masyarakat Kerinci adalah rumah panjang atau bersusun panjang yang disebut umah laheik. Umah laheik menggunakan bahan utama bangunannya berasal dari kayu Gambar 3.9. 1 2 8 6 6 6 4 8 5 5 5 3 7 7 7 Keterangan : 1= kayu atap, 2= bubungan, 3 = rangka lantai, 4 = dinding rumah, 5 = daun pintu, 6 = jendela, 7 = tangga rumah, 8 = tiang umah Gambar 3.9 Sketsa umah laheik masyarakat Kerinci Secara tradisional masyarakat Kerinci memanfaatkan jenis kayu bahan bangunan relatif sedikit karena spesies kayu yang digunakan untuk membangun rumah tradisional tidak banyak spesies dan jumlahnya. Bagian umah laheik yang menggunakan bahannya dari kayu adalah rangka atap seperti tiang rumah, kaso, bubungan rangka lantai, dinding, daun pintu dan tangga. Sebagian besar bahan bangunan umah laheik terbuat dari jenis-jenis kayu berkualitas terbaik seperti kayu surensuhin Toona sureni, kayu bulian Eusideroxylon zwageri dan kayu sungkai Peronema canescens. Pemilihan kayu didasarkan kepada Kelas Awet KA dan Kelas Kuat KK kayu. Menurut masyarakat Kerinci, kayu awet ditandai dengan tidak mudah dimakan rayap, tidak mudah rusak dan ditembusi zat pengawet, sedangkan kayu kuat menurut mereka adalah kayu yang tahan terhadap perubahan cuaca, tidak mudah lapuk. Selanjutnya spesies kayu yang digunakan untuk membangun umah laheik tersebut dapat dilihat pada tabel 3.12. Tabel 3.12 Keanekaragaman tumbuhan bahan bangunan umah laheik Nama Tumbuhan Bagian umah laheik 1 2 3 4 5 6 7 8 Dacrycarpus imbricatus V V V Eusideroxylon zwageri V V V Litsea sp V V Gossypium acuminatum V V V Harpullia arborea V V Macaranga sp V V V Milletia atropupurea V V V Peronema canescens V V V Toona sureni V V V V Keterangan : 1= rangka atap, 2= bubungan, 3 = rangka lantai, 4 = dinding rumah, 5 = daun pintu, 6 = jendela, 7 = tangga rumah, 8 = tiang umah Selain bangunan umah laheik dan masjid, bangunan tradisional masyarakat Kerinci lainnya adalah bilik padi atau lumbung padi. Bangunan bilik padi tertua yang terbuat dari kayu suhin terlihat masih kokoh walau berumur sudah lebih dari 3 generasi ± 100 tahun. Bangunan bilik padi menggunakan jenis kayu yang berkualitas seperti kayu bulian Eusideroxylon zwageri dan kayu suhin Toona sureni dengan tiang-tiang dan pondasi yang kokoh. Biasanya pada tiang dan dinding dibuat ukiran ukiran bermotifkan patma Gambar 3.10. Gambar 3.10 Bangunan biliek padi masyarakat Kerinci dengan ukirannya b a

b. Tumbuhan sebagai penghasil bahan serat dan tali

Kebutuhan bahan tali temali masyarakat Kerinci umumnya diperoleh dari tumbuhan dengan memanfaatkan serat dari beberapa jenis tumbuhan seperti kayu terap Artocarpus elasticus, pisang Musa paradisiaca dan rotan Calamus caesius. Berbagai bentuk sambungan rumah tinggal dan rumah pondok, pengikatnya dengan menggunakan tali dari tumbuh-tumbuhan. Selain untuk mengikat sambungan bangunan rumah, tali temali juga diperlukan untuk tali ayunan bayi dan tali timbangan. Purwanto 2011 menyatakan bahwa bahan tali dari spesies tumbuhan pernah memegang peranan yang penting bagi kehidupan masyarakat tradisional sebelum mengenal paku dan tali sintetik Masyarakat Kerinci telah mengenal spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk bahan tali temali. Beberapa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan serat dan tali temali disajikan pada Tabel 3.13. Tabel 3.13 Spesies tumbuhan untuk bahan tali Nama Ilmiah Famili Nama lokal Bagian yang digunakan Arenga pinnata Arecaceae Aren Plepah Artocarpus elasticus Moraceae Jarak Kulit batang Calamus caesius Arecaceae Rotan Batang Cocus nucifera Arecaceae Kelapa Pelepah Ficus variegata Moraceae Kayu aro Serat kayu Hibiscus tiliaceus Malvaceae Waru Serat Musa paradisiaca Musaceae Pisang Pelepah Pandanus sp Pandanaceae Pandan Daun Bagi masyarakat Kerinci, sekarang penggunaan tumbuhan untuk bahan tali temali semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena selain ketersediaan bahan tali sintetis yang semakin mudah didapat juga karena pemanfaatannya yang semakin berkurang. Untuk keperluan pertanian seperti mengikat hasil panen, mengikat bahan kayu bakar yang diperoleh di ladang masyarakat masih menggunakan bahan tali dari tumbuhan-tumbuhan tersebut. c. Keanekaragaman spesies tumbuhan sebagai bahan kayu bakar Kayu bakar merupakan sumber energi yang penting sekali bagi masyarakat pedesaan yang belum memiliki sumber bahan bakar lainnya seperti minyak tanah, listrik dan gas. Mayoritas masyarakat pedesaan menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak sehingga penggunaannya digunakan setiap hari baik ketika berada di rumah atau di ladang. Masyarakat Kerinci masih menggunakan bahan kayu bakar sebagai sumber energi. Bagi masyarakat Kerinci, kayu bakar berarti bagian tumbuhan berupa batang, ranting dan cabang kayu yang dapat dibakar dan dijadikan sebagai sumber energi. Menurut mereka hampir semua spesies kayu dapat dijadikan sebagai bahan kayu bakar, namun sebenarnya hanya beberapa spesies saja yang sering digunakan karena memiliki sifat nyala yang bagus mudah terbakar, awet nyalanya dan memberikan bara yang cukup. Pada umumnya masyarakat Kerinci menggunakan batang dan ranting kayumanis yang mudah mendapatkannya. Selain kayumanis, spesies-spesies kayu lainnya dapat dijadikan bahan kayu bakar namun bahan kayu bakar dari kayumanis lebih disukai karena memiliki sifat kering dan mudah terbakar. Spesies-spesies tersebut antara lain Alstonia scholaris, Calophyllum inophyllum, Toona sureni dan Macaranga sp. Biasanya mereka mengambil dan mengumpulkan sendiri ranting dan cabang kayu saat berada di ladang untuk kemudian dibawa pulang. Masyarakat di keempat lokasi penelitian masih menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi rumah tangga selain gas. Bahan bakar gas walaupun sudah mereka miliki namun jarang digunakan karena selain harga gas yang mahal mereka juga enggan menggunakan gas karena takut. Untuk mendapatkan bahan kayu bakar, masyarakat di Dusun Baru Lempur masih mudah mendapatkannya yang diambil dari pinggir hutan dan sekitar bluko mudo maupun bluko tuo. Sedangkan sebagian masyarakat di Dusun Lama Tamiai dan Dusun Ulu Jernih mendapatkan kayu bahan bakar dengan cara membeli. Bahan kayu bakar dapat dibeli dengan harga Rp 3 000 - Rp 5 000 per ikat. Selain karena keberadaan spesies tumbuhan ini semakin berkurang, juga akses untuk mendapatkan bahan kayu bakar dari hutan semakin terbatas. 3 Keanekaragaman tumbuhan untuk bahan peralatan dan kerajinan Masyarakat Kerinci mengenal berbagai spesies tumbuhan untuk bahan peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, peralatan menangkap ikan dan peralatan untuk bahan kerajinan dan seni. a. Peralatan rumah tangga Masyarakat Kerinci sudah menggunakan berbagai spesies tumbuhan untuk keperluan peralatan rumah tangga. Hasil inventarisasi terdapat 10 spesies tumbuhan sebagaimana Tabel 3.14. Tabel 3.14 Spesies tumbuhan sebagai bahan peralatan rumah tangga Jenis peralatan Bahan penyusun Kegunaan Nama lokal Nama imliah Kursi Kayu pacat Harpullia arborea Mebel Alu Medang Alangium ridleyi Alat tumbuk Bangku kayu kecik Temedaik Artocarpus heterophyllus Tempat duduk kecil Tampeh Aua mnyak Bambusa sp Menampih beras Mbung Rotan Calamus caesius Keranjang Tempurung Kelapa Cocos nucifera Wadah minum Sendok kayu Kelapa Cocos nucifera Sendok nasi Lesung Kayu bulian Eusideroxylon zwageri Wadah menumbuk Bangku kayu kecik Sawo Manilkara zapota Tempat duduk kecil Telenan Meh Samanea saman Landasan mengiris Saat ini masyarakat sudah jarang membuat dan menggunakan peralatan rumah tangga ini. Hal ini disebabkan karena intervensi peralatan modern yang sudah sangat mudah bisa diperoleh di pasar atau warung tradisional yang tersedia. b. Peralatan pertanian Peralatan pertanian adalah semua alat yang digunakan dalam aktivitas pertanian khususnya bersawah dan berladang. Masyarakat Kerinci adalah masyarakat bertani sehingga kebutuhan akan alat-alat pertanian adalah sesuatu yang mutlak adanya. Petani Kerinci memiliki peralatan tradisional yang diciptakan dengan tangan mereka sendiri. Peralatan pertanian tersebut hingga kini masih digunakan meskipun tidak intensif lagi karena petani lebih banyak menggunakan alat-alat modern. Meskipun demikian, alat-alat tradisional ini masih dianggap lebih efektif dan ekonomis. Hasil inventarisasi terdapat 9 peralatan yang digunakan dalam kegiatan proses produksi pertanian masyarakat Kerinci yaitu tajak, luci, galah, tuai, jangki, karung goni, gerobak, bilik padi lumbung dan lesung kincir air. Mayoritas alat pertanian tradisional tersebut terbuat dari kayu. Selain mudah dalam proses pengerjaannya, bahan baku kayu juga dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan lain karena bisa didapatkan di dalam hutan sekitar tanpa harus membeli. Nilai ekonomis dan kemudahan dalam pengerjaan semakin sempurna ketika kayu bisa dikatakan tidak menghasilkan emisi apapun sehingga ramah lingkungan. Secara umum, fungsi alat-alat pertanian tradisional tersebut adalah untuk memanen dan memelihara padi, baik sebelum atau setelah panen. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing alat pertanian tradisional tersebut: a. Tajak Tajak adalah alat untuk memusnahkan rumput yang mengganggu tanaman padi, oleh karena itu pekerjaan yang menggunakan tajak disebut juga dengan istilah “merumput”. Tajak memiliki bentuk seperti pisau besar yang dilengkungkan. Tajak terbuat dari besi plat baja. Pada pangkal tajak diberi gagang ulu tajak yang terbuat dari kayu keras untuk memudahkan saat dipegang seperti kayu bulian Eusideroxylon zwageri. Panjang tajak kurang lebih 40 cm, sementara ulu tajak 10 cm. b. Luci Luci adalah alat pertanian yang tercipta berdasarkan pada kepercayaan mistis petani Jambi. Sepasang luci yang diletakkan di pinggir sawah diyakini akan membawa berkah berupa padi yang bebas dari hama, buahnya berisi, sehingga berujung pada hasil panen yang melimpah Budjang et.al., 1990. Luci terbuat dari beberapa bahan, yaitu buluh bambu, rotan, buah pohon renggasterapgelugur yang umumnya tumbuh di hutan, serta tujuh ragam bunga mawar, melati, cempaka, kaca piring, pacar, raya, dan kenanga. Bentuk luci berupa segi empat lonjong dengan panjang 40 cm dan berdiameter 34 cm. Luci digantung pada sebatang bambu lalu diletakkan di pinggir sawah. c. Galah Galah adalah alat yang dipakai petani untuk merebahkan batang padi agar mudah dituai. Galah terbuat dari bambu yang dipotong sepanjang 3-5 meter, lalu dibersihkan ranting-ranting serta dihaluskan ruas-ruasnya. d. Tuai Tuai atau ani-ani adalah alat untuk memotong tangkai padi saat dipanen. Tuai terbuat dari kombinasi beberapa bahan, antara lain besi untuk mata tuai, papan kayu untuk badan tuai, dan bambu untuk gagang tuai. Panjang