Bluko tuo Integrasi Etnobiologi Masyarakat Kerinci Dalam Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Hasil perhitungan indeks kesamaan spesies tumbuhan di satuan lingkungan bluko tuo keempat lokasi menunjukkan spesies di Dusun Baru Lempur dan Dusun Lama Tamiai memiliki indeks kesamaan paling tinggi yaitu 95.23. Sedangkan perbedaan indeks kesamaan spesies paling rendah adalah Dusun Lama Tamiai dengan Dusun Ulu Jernih yakni 79.01. Hal ini diduga karena sebab perbedaan karakteristik geomorfologi kawasan. Indeks kesamaan spesies di bluko tuo masing-masing lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Indeks kesamaan spesies tumbuhan di bluko tuo Lokasi Penelitian DBL DLT DUJ DKL DBL - 95.23 89.15 86.75 DLT - 79.01 86.41 DUJ - 80.00 DKL - Keterangan : DBL = Dusun Baru Lempur, DLT = Dusun Lama Tamiai, DUJ = Dusun Ulu Jernih, DKL = Dusun Keluru Bluko tuo dianggap sebagai cadangan lahan ladang untuk kepentingan perladangan pada tahun-tahun berikutnya. Kepemilikan lahan bluko mudo diberikan pada masyarakat yang pertama kali membuka imbo lengang untuk dijadikan ladang private property di tempat tersebut. Pada masa pemulihan bluko tuo kepemilikannya bersifat common property yaitu keanekaragaman sumber daya alam hayati yang ada di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga. Namun setelah ditentukan untuk dibuka dan digarap untuk kegiatan perladangan, kepemilikan kembali menjadi hak orang yang pertama kali membuka kawasan tersebut. Mulyoutami 2010 menyebutkan bahwa berbagai kajian mengenai perladangan difokuskan hanya pada fase tanam dan kesuburan tanah. Fase tanam diartikan sebagai fase penurunan kesuburan tanah, sebaliknya fase bera merupakan fase pemulihan kesuburan tanah. Mulyoutami 2010 menyebutkan bahwa lama masa pemberaan tergantung pada tingkat kerusakan yang dialami oleh suatu lahan. Bekas ladang atau lahan yang diberakan akan berkembang dari vegetasi yang sederhana menuju vegetasi yang lebih kompleks seiring dengan kembalinya kesuburan tanah secara perlahan-lahan. Kecepatan proses suksesi ini tergantung pada berbagai faktor seperti sifat tanah, topografi, curah hujan, luas lahan dan faktor sosial ekonomi Penurunan dan peningkatan kesuburan tanah berlangsung seiring dengan produktivitas tanaman. Penurunan dan peningkatan produksi tanaman terjadi karena adanya interaksi fisik, kimia dan biologi tanah, dimana gulma, hama dan penyakit tidak mudah diuraikan oleh konfigurasi tanah setempat. Perbedaan jenis tanah, ruang tumbuh vegetasi dan kondisi iklim membuat hubungan saling mempengaruhi antara faktor menjadi lebih kompleks. Namun demikian model penurunan dan pemulihan kesuburan tanah secara sederhana sangat bermanfaat sebagai langkah awal untuk memahami dinamika tersebut. Skema evolusi sistem perladangan masyarakat Kerinci sebagai bagian dari sejarah sistem pertanian menetap mereka yang telah hidup sejak lama hingga sekarang di tepi hutan dapat digambarkan sebagaimana Gambar 4.11. Gambar 4.11 Skema evolusi sistem perladangan sebagai bagian dari sejarah sistem pertanian permanen Modifikasi dari Mulyoutami 2010 . 5 Kawasan hutan primer Kawasan hutan primer adalah bentuk satuan hutan rimba yang belum dikonversi atau diubah peruntukkannya. Masyarakat Kerinci menyebut kawasan hutan primer dengan sebutan imbo lengang. Imbo lengang menurut mereka adalah kawasan hutan yang belum pernah dilakukan penebangan dan dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alami, dipandang sebagai tempat yang berguna untuk tempat tinggal satwa-satwa buas seperti harimau, beruang dan babi hutan. Imbo lengang juga dipandang sebagai kawasan yang memiliki fungsi penting sebagai sumber mata air yang dapat menjamin keberlangsungan kehidupan dan pertanian masyarakat Kerinci. Imbo lengang yang ada di Kabupaten Kerinci saat ini adalah merupakan areal yang termasuk dalam kawasan TNKS Gambar 4.12. Gambar 4.12 Imbo lengang masyarakat Kerinci Keanekaragaman spesies tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan TNKS diperkirakan 4000 spesies tumbuhan BBTNKS 2014. Spesies-spesies tersebut termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae, Lauraceae, Meliaceae, Verbenaceae, Myrtaceae dan famili lainnya. Disamping itu terdapat beberapa spesies endemik lainnya seperti kayu taksus Taxus sumatrana, kayu pacat Harpullia arborea, kantong semar Nepenthes sp, kayu sugi Pinus merkusii straim Kerinci, bungo rafflesia Rafflesia arnoldii, bungo bangkai Amorphophallus sp dan sebagainya. 6 Imbo adat Selain kawasan hutan sekunder dan hutan primer, masyarakat Kerinci mengenal adanya imbo adat =hutan adat. Imbo adat merupakan kawasan hutan yang dikelola dan diatur pemanfaatannya oleh adat. Masyarakat sudah mengatur pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan kepada adat yang mereka yakini sebagai suatu sistem nilai dalam mengelola dan memanfaatkannya untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Imbo adat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi adat yang berfungsi sebagai kawasan pelestarian sumber daya air dan keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan yang terdapat didalamnya. Berbagai spesies tumbuhan yang terdapat di dalam imbo adat dimanfaatkan secara subsisten oleh masyarakat Kerinci terutama masyarakat di sekitar kawasan imbo adat. Salah satu imbo adat yang sampai sekarang masih tetap terjaga adalah imbo adat temedak di Dusun Keluru. Imbo adat Temedak saat ini memiliki luas 23 Ha, walaupun memiliki luasan yang relatif kecil, namun keberadaannya mampu menjaga sumber daya alam hayati dan ekosistem di dalamnya Gambar 4.13. Gambar 4.13 Kawasan imbo adat Temedak di Dusun Keluru Dalam pengelolaan imbo adat, para depati selaku tokoh tertinggi adat memiliki tugas ‘mengajum arah’ yaitu menunjukan arah, dan ninik mamak bertugas mengukur dan membagikan sama rata. Hal ini terungkap dalam pepatah mati kuman sama dicacah, mati gajah sama sama dipapah. Depati juga memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakatnya yang tertuang dalam filosofi adat hanyut dipintas, hanyut dibawa air, kita pintas ke muaranya’. Filosofi ini bermakna ketika masyarakat hanyut dibawa arus kemiskinan maka tugas depati dan ninik mamak untuk melakukan ajum-arah ke suatu lokasi pertanian lahan yang berupa sawah dan ladang, gunanya untuk dibagikan sama banyak kepada masyarakat. Hasil inventarisasi spesies tumbuhan yang terdapat di imbo adat Temedak terdapat 63 spesies tumbuhan dari 39 famili. Secara umum keanekaragaman spesies tumbuhan yang terdapat di imbo adat mirip dengan yang terdapat pada imbo lengang, dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi yang diatur dan dikelola oleh adat. Dari keragaman spesies tersebut terdapat beberapa spesies bernilai ekonomi tinggi seperti kayu suhin Toona sureni, kayu kelat putaih Syzygium pycanthium, pulai pipang Alstonia anguistiloba. Pemanfaatan keanekaragaman spesies tumbuhan ini adalah untuk kebutuhan subsisten. Sebagian besar speseies tumbuhan yang dijumpai di imbo adat ini diketahui oleh masyarakat, bermanfaat sebagai tumbuhan obat. Tabel 4.14 berikut merupakan hasil inventarisasi keanekaragaman spesies tumbuhan yang dapat dijumpai di imbo adat Temedak menurut pengetahuan masyarakat. Tabel 4.14 Spesies tumbuhan di imbo adat Temedak Dusun Keluru Nama Ilmiah Nama Lokal Kegunaan Acorus calamus Jrangau TO Aglaia odorata Inai kayu TO Alstonia angustiloba Pulai pipang BK, TO Alstonia scholaris Kayu sangkak BK, TO Amorphophallus variabilis Semubut TO Ananas comosus Nanas rimba TO Artocarpus interger Sukun BMT Artocarpus elasticus Terap BMT Artocarpus heterophyllus Tmedaik BMT Bambusa vulgaris var vulgaris Au minyak BMT Breynia macrophylla Kayu tenga TO Bryonopsis lacinosa Gambih TO Calamus caesius Rotan BK, BPR Chrysopogon aciculatus Umput samek-samek TO Cinnamomum burmanii Kayu manis BP, TO, BM Cinnamomum culilawan Kayu lawang BB Coscinium fenestratum Akar kuning TO Dacrycarpus imbricatus Kayu embun, jamuju BK Derris eliptica Tubo TO Desmodium cayanifolium Umput siringan-ringan TO Dianella nemorosa Stanggi TO Disporum pullum Umput sebangun TO Drymaria sp. Umput bento TO Drymaria villosa Gilang-gilang TO Durio zibethinus Durian BB Erythrina lithosperma Dedap TO Eupatorium inulifolium Krinyuh TO Eurycoma longifolia Pasak bumi TO Ficus padana Semantung TO Ficus sp Umput buah TO Flacaurtia rukam Kayu kam TO Gossypium acuminatum Kapeh gedang BK Harpullia arborea Kayu pacat BK Tabel 4.14 Spesies tumbuhan di imbo adat Temedak Dusun Keluru lanjutan Nama Ilmiah Nama Lokal Kegunaan Homalomena alba Umput mulau abang TO Hordeum vulgare Nyelai TO Horstedtia lycostoma Umput seluluh ayam TO Isotama longifolia Rumput katarak TO Jatropha curcas Jarak TO Justicia gendarusa Stajim TO Leea indica Wali-wali TO Limnocharis flava Sudu-sudu TO Loranthus globosus Inggap TO Lygustrum obtisifolium Kayu tulang TO Macaranga rhizinoides Daun tutut TO Mentha piperita Daun permin TO Mikania scandens Umput nahu tunggun TO Nicolaia speciosa Sabung TO Paederia scandens Daun skutunskentun BS Paspalum cocugatum Umput belando TO Persea americana Pokat BB,TO Physalis angulata Stun TO Pogostemon cablin Nilam TO Pycnanthemum virginianum Umput permin TO Ruta angustifolia Inggu TO Syzygium clavymirtus Kayu luluh TO Szygyium pycanthium Kayu kelat putaih BB Talinum paniculatum Ginseng TO Taxus sumatrana Kayu taksus TO Tinomiscium venestratum Akar kunyit TO Toona sureni Suhin, surian BK,TO Uncaria gambir Gambir TO Urena lobata Daun pulut-pulut TO Keterangan : BK = bahan konstruksi, TO = Tumbuhan obat, BB = Buah-buahan, BS = Bahan sayuran Pengenalan masyarakat Kerinci terhadap satuan lingkungan di kawasan mereka adalah merupakan hasil kegiatan perubahan dari hutan primer dalam jangka waktu panjang. Kegiatan ini telah menghasilkan heterogenitas satuan lingkungan yang membentuk mozaik keanekaragaman ekosistem yang ditandai oleh keragaman vegetasi. Kondisi geomorfologi wilayah Kerinci yang berupa daerah perbukitan dan lembah memberi pengaruh terhadap manipulasi dan penataan satuan lingkungan yang terkait dengan pemanfaatan lahan. Ketinggian tempat dan kelerengan menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat dalam melakukan antropisasi hutan primer sehingga terbentuk lanskap berdasarkan ketinggian dan kelerengan. Devi 2012 juga menyatakan hal yang sama tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat Kerinci di Dusun Pauh Tinggi, Dusun Sungai Deras dan Dusun Selampaung dalam melakukan perubahan satuan lingkungan tersebut. Secara umum kawasan perkampungan dibangun pada bagian paling rendah dan datar dari suatu kawasan sebagaimana pada Gambar 4.14. Selain kawasan perkampungan, pada bagian terendah juga terdapat kawasan persawahan dan batang ayiek. Kawasan perladangan berupa ladang pnanam mudo dan ladang pnanam tuo terletak pada ketinggian yang lebih tinggi. Ladang pnanam tuo dengan sistem agro-forestry terletak pada ketinggian yang lebih tinggi untuk lahan budidaya. Letak yang lebih tinggi tersebut didukung oleh tanaman budidaya berupa pohon berumur panjang yang dapat mencegah erosi dan pengikisan lapisan humus tanah. Sedangkan ladang pnanam mudo dengan sistem monokultur terletak pada ketinggian yang lebih rendah dari ladang pnanam tuo. Sedangkan kawasan hutan primer imbo lengang dapat dijumpai pada kelerengan curam dan tempat yang lebih tinggi lagi. Satuan lingkungan yang dikenali oleh masyarakat Kerinci merupakan bentuk unit-unit lahan yang dimanfaatkan dalam melakukan proses produksi masyarakat. Pengelolaan yang berbeda di setiap satuan lingkungan memberi gambaran tingkat pengetahuan masyarakat dalam mengenali dan memanfaatkan satuan lingkungannya. Gambar 4.14 Satuan lingkungan yang membentuk heterogenitas ekosistem menurut pengetahuan masyarakat Kerinci A = kawasan perkampungan, B = kawasan perladangan, C = kawasan hutan sekunder, D = kawasan hutan primer imbo lengang dan imbo adat Kegiatan manusia dalam mengubah satuan lingkungan alamiah menjadi satuan lingkungan antropik telah memberikan dampak terhadap pembentukan heterogenitas ekosistem. Satuan lingkungan antropik dapat kembali membentuk satuan lingkungan alamiah meskipun dalam waktu yang sangat lama. Sistem pemberaan dalam perladangan masyarakat Kerinci dapat mengembalikan lahan menjadi bluko mudo, kemudian menjadi bluko tuo dan jika tidak dijadikan sebagai lahan kembali maka akan membentuk hutan. Aktivitas tersebut A B C D menyebabkan akan terbentuknya heterogenitas ekosistem yang akan mempengaruhi tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan. Berdasarkan hasil inventarisasi spesies tumbuhan pada setiap satuan lingkungan diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah spesies tumbuhan dari hutan primer dengan satuan lingkungan antropik. Kawasan hutan primer memiliki spesies tumbuhan lebih banyak dibandingkan dengan satuan lingkungan antropik. Meskipun demikian pada kondisi aktual jumlah spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kerinci lebih banyak di satuan lingkungan antropik daripada di hutan primer Gambar 4.15. Gambar 4.15 Jumlah spesies tumbuhan di setiap satuan lingkungan dan jumlah spesies dimanfaatkan menurut pengetahuan masyarakat Kerinci Gambar 4.15 menunjukkan bahwa keragaman spesies tumbuhan yang diketahui pada umumnya juga dimanfaatkan untuk berbagai kategori pemanfaatan oleh masyarakat Kerinci seperti pada satuan lingkungan laman, batang ayiek, ladang pnanam mudo, ladang pnanam tuo dan bluko mudo, sedangkan pada bluko tuo, imbo lengang dan imbo adat menunjukkan bahwa spesies tumbuhan yang diketahui lebih banyak dibandingkan dari spesies yang dimanfaatkan. Artinya terdapat spesies tumbuhan yang diketahui oleh masyarakat namun belum dimanfaatkan seperti inggu Ruta angustifolia dan inai kayu Aglaia odorata. Masyarakat Kerinci sudah tidak memiliki hutan primer karena kawasan hutan primer yang ada di sekitar mereka telah berubah status menjadi kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat, sehingga akses untuk memanfaatkan hasil dari hutan tersebut menjadi sangat terbatas. 7 Satuan Lingkungan yang lain Satuan lingkungan lainnya adalah bentuk satuan lingkungan yang telah ada dari awal, sebagai bagian dari alam yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat Kerinci mengenal bentuk satuan lingkungan berupa sungai batang ayiek, danau, bukit dan gunung. 20 40 60 80 100 120 140 Laman Batang ayiek Pelak Ladang pnanam mudo Ladang pnanam tuo Bluko mudo Bluko tuo Imbo lengang Imbo adat Ju m la h sp esi es Bentuk satuan lingkungan Jumlah diketahui Jumlah dimanfaatkan

a. Batang Ayiek sungai

Batang ayiek sungai merupakan sumber utama untuk pengairan bagi lahan pertanian masyarakat. selain itu batang ayiek digunakan untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti kebutuhan air, minum, memasak, mencuci dan kegiatan yang lain. Di batang ayiek juga mereka dapat memancing berbagai jenis ikan air tawar seperti ikan semah Tor tombioides, ikan seluang Rasbora sp, ikan sepat Trichogaster pectoralis dan berbagai jenis ikan air tawar lainnya. Di samping terdapat berbagai jenis ikan batang ayiek untuk keperluan sumber protein hewani juga terdapat berbagai spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, juga terdapat berbagai spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari sekitar batang ayiek antara lain paku ayie Diplazium esculentum, langgoy Solanum torvum dan sebagainya Tabel 4.15. Tabel 4.15 Spesies tumbuhan yang terdapat di sekitar batang ayiek Nama Ilmiah Nama Lokal Kegunaan Artocarpus heterophyllus Tmdaik Bahan sayuran, tumbuhan obat Bambusa vulgaris var vulgaris Bambu Bahan peralatan, bahan bangunan Bryonopsis lacinosa Gambih Tumbuhan obat Cassia alata Gelinggam Bahan sayuran, tumbuhan obat Cycas rumphii Paku gajah Tumbuhan obat Davalia solida Paku lipan Tumbuhan obat Diplazium esculentum Paku ayia Bahan sayuran Gigantochloa robusta Manyang Bahan sayuran Poikilospermum suaviolens Landang Bahan sayuran, tumbuhan obat Solanum torvum Langgoy Tumbuhan obat Masyarakat Kerinci menyadari arti pentingnya keberadaan hutan untuk menjaga sumber mata air. Hal tersebut diwujudkan melalui penetapan hutan adat seperti hutan adat Temedak di Dusun Keluru Kecamatan Keliling Danau. Hutan adat Temedak terbukti mampu menjaga kelestarian sumber mata air berdasarkan kepada kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistem yang ada didalamnya Aumeeruddy dan Bakels 1994. Pentingnya air bagi kehidupan dan hubungannya dengan kelestarian hutan juga dirasakan oleh masyarakat lokal lainnya seperti masyarakat Mandailing Natal Lubis 2009 dan masyarakat Baduy Iskandar 2009. b. Danau Danau merupakan bentuk satuan lingkungan yang memberi manfaat kepada kehidupan masyarakat Kerinci antara lain 1 sumber protein hewani, 2 sumber mata air, 3 tempat berwisata. Kerinci memiliki banyak danau antara lain Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh, Danau Duo, Danau Kaco, Danau Lingkat dan sebagainya. Danau merupakan salah satu tempat sumber mata pencaharian bagi masyarakat Kerinci selain bertani. Penghormatan dalam bentuk pengkeramatan terhadap sejumlah danau merupakan suatu bentuk praktek konservasi yang dilakukan masyarakat Kerinci secara turun temurun. Misalnya Danau Kaco di Dusun Baru Lempur yang sekarang menjadi bagian kawasan TNKS. Oleh masyarakat, Danau Kaco disebut sebagai akuarium raksasa karena memiliki air yang jernih Gambar 4.16. Gambar 4.16 Satuan lingkungan Danau Kaco di Dusun Baru Lempur

4.4 Simpulan

Simpulan dari kajian etnoekologi masyarakat Kerinci adalah : 1. Masyarakat Kerinci memiliki pandangan bahwa alam dan lingkungannya merupakan hasil perjalanan sejarah kehidupan yang sangat panjang hingga melahirkan kepercayaan, kebudayaan dan tradisi yang sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan lingkungan mereka. Pandangan ini melahirkan pengetahuan lokal yang bernilai positif dalam penataan satuan lingkungan berdasarkan kondisi geomorfologi yang meliputi jenis tanah, kelerengan dan ketinggian dtempat dari permukaan laut. 2. Masyarakat Kerinci memiliki pengetahuan yang baik terhadap sumber daya hutan, kawasan perlindungan dan pembagian terhadap satuan lingkungan. Mereka memiliki kriteria pelestarian hutan yang dapat berkelanjutan secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Konsep perlindungan kawasan mereka terdiri dari tanah yang bergabung, pulau yang menganjung, tebing yang menyiku, batang air atau sungai yang mengalir, jalan yang membentang dan rimba yang tidak dikerjakan. Pembagian satuan lingkungan mereka terdiri kawasan perkampungan dusun, umah, laman, sawah, kawasan perladangan pelak, ladang pnanam mudo, ladang pnanam tuo, kawasan hutan sekunder bluko mudo, bluko tuo, kawasan hutan primer imbo lengang dan kawasan hutan adat imbo adat serta bentuk satuan lingkungan lainnya seperti batang ayiek dan danau. 3. Sistem agroforestry pelak yang dilakukan oleh masyarakat Kerinci telah memberikan hasil dan manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan bahan pangan. Hal ini terus berlanjut karena adanya stimulus alami dan stimulus manfaat yang telah menjadi satu kesatuan dalam kehidupan masyarakat. 5 ETNOZOOLOGI MASYARAKAT KERINCI 6

5.1 Pendahuluan

Etnozoologi adalah subdisiplin ilmu etnobiologi yang meliputi keseluruhan pengetahuan lokal suatu kelompok masyarakat suku atau etnik tentang sumber daya hewan meliputi persepsi, identifikasi, pemanfaatan, pengelolaan dan perkembang biakannya budidayadomestikasi Cotton 1996; Johnson 2002; Anderson et al. 2011. Etnozoologi yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat bersifat kecil, unik, spesifik, kompak dan bersifat diwariskan secara turun temurun. Etnozoologi mengkaji hubungan yang ada pada masa lampau hingga masa kini antara masyarakat dengan hewan di sekitarnya. Secara lebih spesifik etnozoologi dapat dibedakan berdasarkan interaksi manusia dengan jenis hewannya; serangga ethnoentomology, burung ethnoornithology, ampibi ethnoherpethology, ikan ethnoichtiology Hunn 2011. Di Indonesia, studi etnozoologi masih jarang dilakukan walau sebenarnya masyarakat Indonesia mengenal dengan baik pemanfaatan dari berbagai jenis hewan tersebut. Penggunaan sumber daya hewan seperti untuk bahan pangan sumber protein hewani, bahan sandang, bahan kerajinan, bahan obat-obatan, bahan hiasan, ritual, peralatan, status sosial, simbol atau bahkan sekedar hobbykesenangan. Jumari 2012 mengkaji pengetahuan etnozoologi masyarakat Samin di Jawa Tengah, mereka diketahui telah memiliki pengetahuan terhadap hewan yang ada di sekitar mereka yang terungkap melalui pembagian kategori pemanfaatannya. Hendramedi 2009 juga mengungkap pengetahuan masyarakat Dayak Benuaq di Kalimantan Timur yang telah mengenal dengan baik jenis-jenis hewan bermanfaat dan hewan buruan. Masyarakat Kerinci adalah salah satu kelompok masyarakat di Indonesia yang memiliki pengetahuan terhadap sumber daya hewan. Pengetahuan terhadap hewan yang mereka ketahui tidak terlepas dari kehidupan mereka sebagai masyarakat yang bergerak pada sektor pertanian. Umumnya mereka mengenal dengan baik berbagai jenis hewan yang berkaitan dengan kehidupan pertanian dan hewan-hewan di sekitar pemukiman mereka. Selain itu keberadaan mereka yang tinggal di sekitar hutan, menjadikan mereka mengenal berbagai jenis hewan liar yang hidup dan terdapat di dalam hutan. Masyarakat Kerinci kehidupannya mengandalkan sumber daya alam khususnya dalam menyediakan kebutuhan bahan pangan. Mereka mempunyai pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman hewan yang ada di sekitarnya. Ikan air tawar merupakan sumber daya alam penting untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak di samping hewan ternak. Danau-danau yang banyak terdapat di Kabupaten Kerinci seperti Danau Kerinci Kecamatan Keliling Danau, Danau Kaco dan Danau Lingkat di Lempur Kecamatan Gunung Raya dan Danau Gunung Tujuh di Kecamatan Gunung Tujuh merupakan sumber ikan yang penting untuk konsumsi masyarakat setempat. Sebagian besar ikan tersebut ditangkap dari 6 Dipublikasikan online di International Journal Sciences of Basic and Applied Research IJSBAR Vol 25 No 1 2016 dengan judul : Traditional Animals Knowledge of Kerinci Community in Sumatera, Indonesia