Ladang pnanam tuo Integrasi Etnobiologi Masyarakat Kerinci Dalam Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Secara umum, spesies-spesies yang terdapat di keempat lokasi ladang pnanam tuo hampir sama. Hasil penghitungan indeks kesamaan spesies menunjukkan spesies-spesies yang terdapat di Dusun Baru Lempur dan Dusun Lama Tamiai memiliki nilai indeks kesamaan terbesar yakni 98.70. Hasil perhitungan indeks kesamaan spesies sebagaimana pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Indeks kesamaan spesies pada ladang pnanam tuo Lokasi Penelitian DBL DLT DUJ DKL DBL - 98.70 88.00 93.15 DLT - 86.48 83.33 DUJ - 85.71 DKL - Keterangan : DBL = Dusun Baru Lempur, DLT = Dusun Lama Tamiai, DUJ = Dusun Ulu Jernih, DKL = Dusun Keluru Kawasan perladangan ini merupakan bentuk-bentuk satuan lingkungan antropik disebabkan karena adanya proses produksi dan adaptasi terhadap dinamika perubahan guna memenuhi kebutuhan hidup. Bagi masyarakat Kerinci, satuan lingkungan antropik yang menjadi lahan budidaya kegiatan pertanian masyarakat Kerinci merupakan satuan lingkungan yang penting bagi kelangsungan hidup mereka. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Kerinci merupakan masyarakat agraris sepanjang sejarah keberadaan mereka di lembah Kerinci. Sistem budidaya yang diterapkan merupakan bentuk adaptasi masyarakat terhadap penetapan kawasan konservasi TNKS. Kegiatan budidaya berbagai spesies tanaman yang bermanfaat secara ekonomi telah mengurangi kegiatan ekstraksi hasil hutan di hutan primer. Hal tersebut menyebabkan masyarakat Kerinci tidak menggantungkan hidup dari hasil hutan Aumeeruddy 1994; Aumeeruddy dan Bakels 1994. Berdasarkan informasi dan penelusuran sejarah menunjukkan bahwa masyarakat Kerinci sejak dulu hingga kini memiliki sistem pertanian ladang swidden agriculture yang dikenal juga dengan istilah perladangan berpindah, perladangan bergilir atau perladangan gilir balik. Sistem pertanian ini diawali dengan proses pencarian dan penentuan lahan yang akan digarap, untuk kemudian dilakukan tahapan-tahapan kegiatan perladangan seperti persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan Gambar 4.9. Sistem perladangan demikian telah menjadikan masyarakat Kerinci memiliki pengetahuan terhadap jenis tanah. Pengetahuan mengenal jenis tanah menjadi faktor utama yang diperhatikan dalam menentukan lokasi lahan yang akan dibuka dan digarap, di samping kondisi kelerengan dan ketinggian tempat. Pengetahuan ini diperoleh dari pengalaman lapang dan berproses secara turun temurun melalui uji coba yang berulang-ulang. Usaha perladangan sampai saat ini masih merupakan kegiatan utama masyarakat Kerinci untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun karena keterbatasan lahan sistem perladangan berpindah sudah mulai ditinggalkan dan menjadi sistem pertanian menetap. Gambar 4.9 Siklus aktivitas perladangan masyarakat Kerinci . Berdasarkan jenis tanah, masyarakat Kerinci mengenal beberapa tipe lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang berbeda Tabel 4.9. Tabel 4.9 Jenis dan ciri-ciri tanah menurut pengetahuan masyarakat Kerinci Jenis tanah Ciri-ciri Jenis tanaman yang cocok Tanah itam tanah itau Berwarna gelap dengan tekstur halus, topsoil tebal, kelembaban tinggi, subur Semua jenis tanaman terutama jenis sayuran dan buah- buahan, kayu manis dan kopi Tanah kunin tanah kunay Berwarna kuning, topsoil tipis, tekstur lebih kasar daripada tanah itam, kurang subur Jenis buah-buahan, petai, jengkol dan cengkeh Tanah mirah tanah abay Berwarna merah atau merah kekuningan, tekstur kasar, lapisan topsoil sangat tipis, kelembaban rendah, tidak subur Beberapa jenis buah-buahan masih dapat dibudidayakan seperti durian dan duku Mulyoutami et al. 2010 menyebutkan bahwa sistem pertanian perladangan demikian adalah merupakan sistem penggunaan lahan yang melibatkan fase tanam atau fase produksi dan fase bera yaitu dimana vegetasi dibiarkan bersuksesi secara alami. Setelah satu hingga dua kali panen, ladang akan diberakan untuk waktu tertentu sampai kesuburan lahan pulih kembali. Lamanya masa bera tergantung pada suksesi alami dari lahan tersebut. Bekas lahan tadi akan tumbuh menjadi hutan sekunder yang disebut oleh masyarakat Kerinci dengan istilah bluko mudo dan bluko tuo. Penyebutan istilah tergantung kepada lamanya masa bera yang dilakukan terhadap kawasan tersebut. 4 Kawasan Hutan Sekunder Kawasan hutan sekunder adalah kawasan yang terjadi akibat kegiatan manusia dalam mengubah satuan lingkungan alami menjadi satuan lingkungan Persiapan lahan Penebangan, penebasan, pembersihan Pembibitan persiapan bibit dan bahan tanam Penanaman pemeliharaan penyulaman, pemupukan Pencarian penetapan lahan untuk digarap antropik sehingga memberikan dampak terhadap pembentukan heterogenitas ekosistem. Satuan lingkungan antropik tersebut dapat kembali membentuk satuan lingkungan alamiah namun dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Satuan lingkungan antropik pelak, ladang pnanam mudo dan ladang pnanam tuo dalam pengelolaan oleh masyarakat dapat kembali menjadi kawasan hutan primer. Jika lahan-lahan tersebut diberakan maka akan terbentuk bluko mudo, kemudian menjadi bluko tuo dan jika tidak dijadikan sebagai lahan maka kembali akan membentuk hutan dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan. Aktivitas tersebut dapat menyebabkan terbentuknya heterogenitas ekosistem yang akan mempengaruhi tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan.

a. Bluko mudo

Bluko mudo merupakan lahan bekas ladang yang diberakan atau ditinggalkan oleh petani 0 hingga 5 tahun dengan tujuan untuk mengembalikan kesuburan tanah. Menurut masyarakat Kerinci lahan yang tidak subur ditandai dengan struktur tanah yang kasar, warna kuning kecoklatan dan jika ditanami dengan tanaman budidaya tidak dapat tumbuh dengan baik. Pengetahuan terhadap jenis tanah dan tingkat kesuburannya diperoleh masyarakat dari pengalaman langsung yang berprsoses secara turun temurun. Hasil perhitungan indeks kesamaan spesies tumbuhan di satuan lingkungan bluko mudo keempat lokasi menunjukkan spesies di Dusun Baru Lempur dan Dusun Lama Tamiai memiliki indeks kesamaan paling tinggi yaitu 97,00. Sedangkan perbedaan indeks kesamaan spesies paling rendah adalah Dusun Ulu Jernih dan Dusun Keluru yakni 75,32. Hal ini diduga karena sebab perbedaan karakteristik geomorfologi kawasan. Indeks kesamaan spesies di bluko mudo masing-masing lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Indeks kesamaan spesies tumbuhan di satuan lingkungan bluko mudo Lokasi penelitian DBL DLT DUJ DKL DBL - 96.00 84.61 95.89 DLT - 83.54 91.89 DUJ - 75.32 DKL - Keterangan : DBL = Dusun Baru Lempur, DLT = Dusun Lama Tamiai, DUJ = Dusun Ulu Jernih, DKL = Dusun Keluru Hasil inventarisasi keragaman spesies tumbuhan di bluko mudo masyarakat Kerinci ditandai dengan kehadiran spesies-spesies semak belukar seperti lalang Imperata cylindrica, seduduk Melastoma malabatricum, Macaranga sp, paku saw Dicronapteris linearis. Keanekaragaman spesies tumbuhan yang terdapat di bluko mudo setiap lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Keragaman spesies tumbuhan yang terdapat di bluko mudo Nama Ilmiah Nama Lokal Lokasi DBL DLT DUJ DKL Acorus sp Jerangau 1 1 1 1 Alamanda catrartica Bungo terompet 1 1 1 1 Alstonia scholaris Kayu sangkak 1 1 1 Amaranthus spinosis Bayam duri 1 1 1 1 Anadendron microstachyyum Ekor naga 1 1 1 1 Angopteris sp Paku gajah 1 1 1 1 Breynia macrophylla Kayu tenga 1 Bridelia monoica Kendiday 1 1 1 1 Ceiba pentandra Kapauk 1 1 1 1 Chrololaena odorata Bungo linjo 1 1 1 1 Cinnamomum culilawan Kayu lawang 1 1 1 1 Cinnamomun burmanii Kayu manis 1 1 1 1 Dacrycarpus imbricatus Kayu embun 1 1 1 1 Datura metel Kecuboy 1 1 1 1 Diplazium esculentum Paku saw 1 1 1 1 Euphatorium inulifolium Kirinyu 1 1 1 1 Ficus variegata Kayu aro 1 Flacaurtia rukam Kayu kam 1 1 1 1 Garcinia bancana Manggis imbo 1 1 1 1 Garcinia mangostana Manggis 1 1 1 1 Imperata cylindrica Lalang 1 1 1 1 Isotoma longifolia Umput bintang 1 1 1 1 Justicia gendarrusa Stajim 1 1 1 1 Lantana camara Bungo tai ayam 1 1 1 1 Leea indica Umput mali 1 1 1 1 Lygustrum obtisifolium Kayu tulang 1 1 Macaranga conifera Kayu tutut 1 1 1 1 Macaranga trichocarpa Kayu singe 1 Melastoma malabatricum Seduduk 1 1 1 1 Mimosa invisa Umput sikejut 1 1 1 1 Mimosa pudica Umput skejuk 1 1 1 1 Morinda citrifolia Mengkudu 1 1 1 1 Morus cf.alba Kayu terap 1 1 1 1 Nauclea excelsa Medang kawa 1 1 1 1 Nephelium cuspidatum Rambutan imbo 1 1 1 1 Pluchea indica Luntas 1 1 1 1 Plumeria acuminate Bungo kamboja 1 1 1 1 Psychotria sp Kecimbur 1 1 1 1 Pycnanthemum virginianum Umput permin 1 1 1 1 Solanum ningrum Langguy 1 1 1 1 Syzygium clavymirtus Kayu luluh 1 1 1 Taxus sumatrana Kayu taksus 1 Jumlah 37 38 41 36 Keterangan : DBL = Dusun Baru Lempur, DLT = Dusun Lama Tamiai, DUJ = Dusun Ulu Jernih, DKL = Dusun Keluru

b. Bluko tuo

Bluko tuo adalah lahan bekas ladang masyarakat Kerinci yang telah ditinggalkan atau diberakan selama 5 hingga 15 tahun sebagaimana Gambar 4.10. Masyarakat Kerinci menyebut bluko tuo jika terdapat spesies-spesies tumbuhan pada bluko mudo dengan ukuran diameter batang sebesar paha orang dewasa. Dari lahan bluko tuo ini masyarakat biasanya memanfaatkannya untuk mengumpulkan dan mengambil bahan bakar kayu, tumbuhan obat dan teknologi lokal yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dari bluko tuo ini dapat menghasilkan kayu bahan bangunan yang telah mencapai ukuran memadai untuk digunakan sebagai bahan bangunan seperti kayu pacat Harpullia arborea dan kapeh gedang Gossypium acuminatum . Gambar 4.10 Kawasan hutan sekunder bluko tuo masyarakat Kerinci Satuan lingkungan ladang pnanam mudo dan ladang pnanam tuo, setelah beberapa kali digarap akan ditinggalkan, untuk kemudian mencari dan membuka lahan garapan yang baru. Lahan yang ditinggalkan kemudian akan berproses secara alami menjadi bluko mudo dan bluko tuo yang pada akhirnya akan menjadi imbo lengang bila tidak digarap lagi Selama ditinggalkan lahan akan mengalami masa bera yaitu masa untuk lahan berproses mengembalikan tingkat kesuburan tanah. Sistem perladangan yang mengenal masa bera seperti ini disebut dengan sistem perladangan bergilir atau sistem perladangan berbalik. Keragaman spesies tumbuhan yang biasa dijumpai di kawasan bluko tuo adalah kayu mang Macaranga denticulata, kayu semantung Ficus hispida, tmedak Artocarpus heterophyllus, kayu manis Cinnamomun burmanii dan sebagainya. Hasil inventarisasi spesies tumbuhan di bluko tuo keempat lokasi terdapat 46 spesies tumbuhan dari 34 famili Tabel 4.12.