Perburuan Tradisional Masyarakat Kerinci

hewan buru adalah hewan liar yang tidak dilindungi, dan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No P.19Menhut-II2010 disebutkan bahwa babi hutan merupakan hewan besar yang tidak dilindungi dan dapat dijadikan hewan buruan.

5.3.5 Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumber Daya Hewan

Masyarakat Kerinci memiliki aturan dalam pemanfaatan sumber daya alam biodiversitas, termasuk hewan. Adanya kawasan sungai yang ditetapkan sebagai lubuk larangan merupakan bentuk pengaturan dari pemanenan ikan sungai. Lubuk larangan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada ikan-ikan sungai untuk melakukan proses perkembangbiakan secara alami. Pemuka adat akan menentukan waktu panen bagi seluruh anggota masyarakat berdasarkan hasil musyawarah pemuka adat dan tokoh masyarakat, sehingga semua masyarakat dapat memanen pada hari tersebut. Adanya bentuk kearifan dalam pemanenanpenangkapan ikan merupakan salah satu upaya masyarakat Kerinci dalam mengendalikan populasi ikan. Kearifan yang mereka miliki erat hubungannya dengan kepercayaan yang sudah mereka peroleh secara turun temurun. Sebagaimana kejadian yang teramati oleh peneliti bahwa adanya etika sopan santun ketika akan memanen ikan air tawar di Danau Kaco. Masyarakat yang akan mengambil ikan, terlebih dahulu ‘pamit dan minta izin’ kepada moyang mereka yang diyakini sebagai ‘penunggu dan penjaga danau’ dengan berkata, “Moyang, cucu minta izin mengambil ikan di danau”. Hal ini diyakini bahwa jika tidak pamit, maka ikan tidak akan pernah didapat. Wahyono 2012 menyatakan bahwa pada masyarakat Kerinci, jika dibandingkan dengan sumber daya alam yang lain, wilayah sumber daya perairan danau cenderung tidak ada kepastian atau kejelasan adanya sistem pengelolaan tradisional. Perairan danau dianggap tidak bertuan dan tidak ada unsur penguasaan sumber daya dari setiap orang atau kelompok. Setiap orang atau kelompok dapat menguasai sumber daya, siapa cepat dia dapat, tetapi bukan hak untuk memanfaatkan sumber daya. Juga tidak memiliki bersama atas sumber daya common property rights sehingga masyarakat lokal tidak memiliki hak untuk melarang warga luar memanfaatkan sumber daya perairan. Perbandingan keberadaan pengelolaan danau dengan sumber daya hutan dan sawah masyarakat Kerinci sebagaimana disajikan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Perbandingan pengelolaan sumber daya alam pada masyarakat Kerinci Tipologi SDA Sistem pengelolaan tradisional Aturan lokal terkait wilayah tangkap Aturan pemanfaatan SDA Individual acces rights Hutanladang Ada Ada Ada Sawah Ada Ada Tidak ada Perairandanau Tidak ada Tidak ada Ada Tabel 5.8 memperlihatkan bahwa dalam pengelolaan sumber daya alam, masyarakat Kerinci memiliki aturan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam sawah dan ladang sedangkan untuk perairan atau danau tidak ada. Hal ini menyebabkan pemanfaatan dan pemanenan sumber daya perairandanau dapat dilakukan oleh siapa saja. Pemanenan yang tidak dibatasi dan tak terbatas akan berakibat kepada berkurangnya hasil tangkapan ikan yang kemudian dapat menyebabkan kelangkaan. Kalau dilihat dari keadaan letak masing-masing tipologi sumber daya alam ini, hutanladang dan sawah berada dalam satu kawasan kampung sehingga terdapat aturan-aturan lokal yang mengaturnya dan dipatuhi oleh anggota masyarakat kampung tersebut. Sedangkan wilayah perairan danau berada pada beberapa wilayah kampung dan semua anggota masyarakat dapat memanfaatkannya sehingga tidak adanya pembatasan pemanfaatan hasil sumber daya perikanan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya faktor berkurangnya populasi ikan danau dan menjadi pemicu kelangkaan.

5.4 Simpulan

Simpulan dari etnozoologi masyarakat Kerinci adalah : 1. Masyarakat Kerinci memiliki pengetahuan yang baik tentang sumber daya hewan terutama hewan-hewan yang hidup di sekitar pemukiman dan kawasan perladangan mereka. Pengetahuan ini ditunjukan oleh kemampuan mengenal, mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai spesies hewan tersebut. Dalam penelitian ini dapat didokumentasikan 89 spesies hewan yang terdiri dari 70 hewan liar dan 19 hewan budidaya. Pengelompokan berdasarkan kelas hewan terdiri dari mamalia 29 spesies, insekta 18 spesies, aves 16 spesies, pisces 13 spesies, reptil 9 spesies, vermes 1 spesies dan chilopoda 1 spesies. 2. Pemanfaatan berbagai sumber daya hewan tersebut adalah terutama untuk sumber pangan sumber protein, bahan-bahan pengobatan dan keperluan ritual adat. Beberapa jenis hewan dikenal sebagai hewan pemangsa, hama dan pengganggu, hewan peliharaanhobby serta hewan yang belum diketahui manfaat khususnya. 3. Masyarakat Kerinci melakukan aktivitas perburuan pada beberapa mozaik hutan sekunder bekas ladang bluko mudo dan bluko tuo. Perburuan yang dilakukan terdiri dari berburu karena adat dan berburu secara umum. Berburu karena adat mengikuti aturan dan ketentuan adat dilakukan secara kolektif sedangkan berburu secara umum dapat dilakukan kapan saja, baik secara perorangan maupun kolektif. Perburuan dilakukan terhadap hewan- hewan yang mengganggu hasil pertanian masyarakat seperti kera ekor panjang Macaca fascicularis dan babi hutan Sus scrofa. 4. Untuk menjaga kelestarian sumber daya hewan ini masyarakat Kerinci telah memiliki kearifan cara pemanfaatan dan pengelolaannya yaitu seperti adanya lubuk larangan yang bersifat mengatur waktu pemanenan ikan di danau atau di sungai sehingga dapat memperpanjang waktu pemanfaatannya dan memberi kesempatan kepada hewan untuk memulihkan populasinya. 6 SINTESIS PEMECAHAN MASALAH

6.1 Konsep Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Masyarakat Kerinci

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya menunjukkan bahwa masyarakat Kerinci adalah masyarakat liyan, spesifik dan unik. Keunikan tersebut tergambar dari konsep-konsep pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistem di sekitar mereka. Interaksi sejak lama dan berlangsung secara turun temurun dengan sumber daya alam hayati dan ekosistem yang ada di sekitarnya telah membentuk suatu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara sistem budaya sistem sosial dan sistem biofisik sistem ekologi. Hubungan timbal balik ini dapat berlangsung secara baik karena masing- masing sistem berjalan menurut asas kebebasan dan ketertiban. Kebebasan berarti masyarakat Kerinci menyadari bahwa setiap sistem adalah unik oleh karena itu tidak dapat mengintervensi sistem lainnya, sedangkan ketertiban adalah bahwa setiap sistem harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Hubungan timbal balik antara sistem sosial dan sistem ekologis masyarakat Kerinci sebagaimana Gambar 6.1 berikut : Gambar 6.1 Interaksi sistem sosial dan sistem ekologi masyarakat Kerinci modifikasi Rambo 1983 Gambar 6.1 menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat Kerinci terdiri dari fungsi adaptasi, fungsi pencapaian tujuan, fungsi integrasi dan fungsi lattent pattern maintenance. Fungsi adaptasi masyarakat Kerinci dapat dilihat dari Aliran materi, energi informasi SISTEM SOSIAL SISTEM EKOLOGIS Fungsi adaptasi Fungsi lattern pattern maintenance Fungsi pencapaian tujuan Fungsi integrasi Iklim Satwa Tumbuhan Geofisik Aliran materi, energi informasi